Perwakilan dari Palang Merah Indonesia (PMI) menjadi narasumber pada Forum Health Heat Asia  Tenggara yang pertama diselenggarakan oleh Global Heat Health Information Network (GHHI) dari 7-10 Januari.

"Forum yang diselenggarakan di Singapura ini, PMI menjadi salah satu pembicara atau narasumber untuk memaparkan apa saja yang telah dilakukan kami untuk mencegah sekaligus menangani ancaman panas ekstrem," kata Kepala Divisi Penanggulangan Bencana PMI Pusat yang juga sebagai narasumber melalui sambungan telepon dari Sukabumi, Kamis.

Menurut Ridwan, dalam upaya mengantisipasi ancaman panas ekstrem ini, PMI bersama mitra strategis seperti Palang Merah Amerika (Amcross) dan USAID telah membuat proyek percontohan program Coastal City Resilience and Extreme Heat Action Project (CoRHAP) atau Proyek Ketahanan Kota Pesisir dan Aksi Panas Ekstrem.

Baca juga: PMI dukung pemerintah susun SOP kesiapsiagaan tanggap darurat bencana gempa

Program ini telah dijalankan di beberapa daerah di Indonesia yang berpotensi dilanda panas ekstrem, di mana sebelumnya PMI melakukan kajian awal Kota Surabaya dan Kota Medan, Sumatera Utara melalui studi pemodelan pemetaan wilayah yang berpotensi dilanda panas ekstrem.

Saat menjadi narasumber, ia menyampaikan bahwa di Indonesia panas ekstrem belum dikenal luas oleh masyarakat, sehingga belum banyak yang sadar akan adanya ancaman ini. Selain itu, panas ekstrem juga tidak tampak secara fisik atau kasat mata, namun hanya dapat dirasakan pada waktu-waktu tertentu.

Kondisi cuaca panas sudah melanda beberapa daerah di Indonesia, tentunya harus diwaspadai potensi panas ekstrem yang bisa terjadi kapan saja. Suhu udara panas yang selama ini terjadi di beberapa daerah mendorong PMI untuk berinisiatif melakukan kajian serta pemetaan bersama BMKG melalui pemodelan yang dapat dikategorikan sebagai ancaman panas ekstrem

Baca juga: Jusuf Kalla instruksikan relawan PMI percepat penyaluran bantuan bagi penyintas bencana Sukabumi

"Kami telah melakukan survei persepsi terhadap masyarakat yang meliputi kepala rumah tangga, pekerja sektor informal, serta anak muda dengan harapan dapat memberikan gambaran tentang potensi panas ekstrem dan rekomendasi aksi," tambahnya.

Ridwan mengatakan dari hasil kajian yang dilakukan pihaknya ada beberapa aktivitas maupun pekerjaan yang berpotensi paling terpengaruh panas ekstrem yakni pekerja informal seperti petani, konstruksi, luar ruangan dan lainnya.

Dampak dari panas ekstrem dapat mempengaruhi produktifitas pekerja informal khususnya yang melaksanakan pekerjaannya di luar ruangan. Tidak hanya itu, dampak buruk panas ekstrem ini juga mempengaruhi kondisi kesehatan komunitas rentan antara lain bayi, balita, wanita hamil, manula dan penyandang disabilitas.

Maka dari itu, PMI membuka diri untuk dapat bermitra dengan lembaga lainnya yang memiliki kesamaan dan perhatian khusus terhadap isu panas ekstrem untuk mengoptimalkan mitigasi panas ekstrem kepada masyarakat.

Pewarta: Aditia Aulia Rohman

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2025