Bogor (Antara Megapolitan) - Harga bahan baku tempe yang mahal dan harus impor menjadi kendala yang dihadapi pengrajin tempe saat ini. Selain itu, perkembangan penduduk kota yang pesat mengubah tata kota dan membuat tempat pengrajin tempe untuk berproduksi menjadi lebih sempit.
Masalah limbah buangan khususnya air bekas perendaman pada proses pengasaman yang berbusa dan cukup menyengat juga menjadi masalah lingkungan tersendiri. Belum lagi keterbatasan air bersih untuk pencucian kedelai setelah perendaman.
Harga air bersih di perkotaan juga cukup mahal juga berdampak pada pengrajin tempe di wilayah perkotaan. Hal ini perlu solusi untuk menekan biaya produksi sehingga harga jual tempe tetap terjangkau masyarakat umum.
Guru Besar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Insitut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, M.Agr melakukan inovasi teknologi tepat guna yang dapat mempercepat proses pembuatan tempe sehingga dapat menghemat biaya.
Teknologi ini diharapkan dapat menjadi solusi terhadap permasalahan mutu tempe yang kurang konstan, jika dilakukan dengan metode tradisional.
Prof. Hanny mengatakan, ''Tempe Cepat'' merupakan tempe yang dibuat dengan pengasaman kimiawi menggunakan Glucono Delta-Lactone (GDL) guna mereduksi lama pengasaman kedelai.
Teknologi Tempe Cepat memiliki kelebihan ramah lingkungan karena hemat air dan mengurangi limbah air rendaman serta mempercepat proses pembuatan tempe. Selain itu, tempe yang dihasilkan memiliki mutu dan cita rasanya yang lebih stabil.
''Keunggulan yang ada pada teknologi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam mengatasi permasalah mutu, lingkungan dan ekonomi yang dihadapi para pengrajin tempe yang tersebar diseluruh pelosok Indonesia,'' ujar Prof. Hanny.
Menurut Prof. Hanny, teknologi ini juga bisa menjadi solusi alternatif bagi pemerintah daerah maupun lembaga pengatur Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan lingkungan hidup dalam menjalankan perannya sebagai penentu kebijakan dan lembaga pelayanan publik.
Teknologi Tempe Cepat yang dikembangkan Prof. Hanny dan timnya ini masuk sebagai salah satu inovasi terpilih sebagai 100 Inovasi Indonesia pada tahun 2008 Kemenristek dan Business Innovation Center.
''Teknologi yang dikembangkan saat ini difokuskan pada tahapan pengasaman. Pengasaman kedelai dalam pembuatan tempe memberikan kontribusi terhadap keamanan dan penerimaan tempe yang dihasilkan,'' katanya. (AT/ris)
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017
Masalah limbah buangan khususnya air bekas perendaman pada proses pengasaman yang berbusa dan cukup menyengat juga menjadi masalah lingkungan tersendiri. Belum lagi keterbatasan air bersih untuk pencucian kedelai setelah perendaman.
Harga air bersih di perkotaan juga cukup mahal juga berdampak pada pengrajin tempe di wilayah perkotaan. Hal ini perlu solusi untuk menekan biaya produksi sehingga harga jual tempe tetap terjangkau masyarakat umum.
Guru Besar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Insitut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, M.Agr melakukan inovasi teknologi tepat guna yang dapat mempercepat proses pembuatan tempe sehingga dapat menghemat biaya.
Teknologi ini diharapkan dapat menjadi solusi terhadap permasalahan mutu tempe yang kurang konstan, jika dilakukan dengan metode tradisional.
Prof. Hanny mengatakan, ''Tempe Cepat'' merupakan tempe yang dibuat dengan pengasaman kimiawi menggunakan Glucono Delta-Lactone (GDL) guna mereduksi lama pengasaman kedelai.
Teknologi Tempe Cepat memiliki kelebihan ramah lingkungan karena hemat air dan mengurangi limbah air rendaman serta mempercepat proses pembuatan tempe. Selain itu, tempe yang dihasilkan memiliki mutu dan cita rasanya yang lebih stabil.
''Keunggulan yang ada pada teknologi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam mengatasi permasalah mutu, lingkungan dan ekonomi yang dihadapi para pengrajin tempe yang tersebar diseluruh pelosok Indonesia,'' ujar Prof. Hanny.
Menurut Prof. Hanny, teknologi ini juga bisa menjadi solusi alternatif bagi pemerintah daerah maupun lembaga pengatur Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan lingkungan hidup dalam menjalankan perannya sebagai penentu kebijakan dan lembaga pelayanan publik.
Teknologi Tempe Cepat yang dikembangkan Prof. Hanny dan timnya ini masuk sebagai salah satu inovasi terpilih sebagai 100 Inovasi Indonesia pada tahun 2008 Kemenristek dan Business Innovation Center.
''Teknologi yang dikembangkan saat ini difokuskan pada tahapan pengasaman. Pengasaman kedelai dalam pembuatan tempe memberikan kontribusi terhadap keamanan dan penerimaan tempe yang dihasilkan,'' katanya. (AT/ris)
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017