Jaminan Kesehatan Nasional oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan merupakan program asuransi kesehatan sosial di Indonesia yang bertujuan untuk memberikan akses layanan kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat.

Dengan kondisi yang terjadi pada kuartal II tahun 2024, pendapatan iuran JKN tercatat sebesar Rp80,68 triliun atau 50,3 persen dari target tahunan, sementara beban jaminan mencapai Rp87,08 triliun, menyebabkan rasio klaim melonjak hingga 107,93 persen.

Tantangan finansial yang akan dihadapi Jaminan Kesehatan Nasional (BPJS Kesehatan) terutama disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pendapatan iuran dan beban jaminan kesehatan yang terus meningkat.

Dari perspektif akuntansi, tantangan finansial yang dihadapi JKN/BPJS Kesehatan muncul akibat ketidakseimbangan antara pendapatan iuran dan beban klaim yang terus meningkat, yang tercermin dalam rasio klaim sebesar 107,93 persen pada kuartal II tahun 2024 (DJSN, 2024).

Pendapatan iuran dan beban klaim yang terus meningkat mencerminkan dua aspek utama dalam laporan keuangan BPJS Kesehatan, yaitu arus pendapatan dan arus pengeluaran yang harus dicatat secara akurat dan transparan.

Pendapatan iuran, yang berasal dari pembayaran peserta JKN, diakui sebagai sumber utama dalam mendanai program dan dicatat sebagai pendapatan operasional. Peningkatan pendapatan ini menunjukkan pertumbuhan cakupan peserta aktif atau kebijakan penyesuaian tarif iuran.

Potensi tantangan finansial yang dihadapi BPJS Kesehatan pada tahun 2025 berdampak pada dokter, tenaga medis, dan rumah sakit di Indonesia. Ketidakseimbangan antara biaya pelayanan dan pendapatan iuran, termasuk alokasi dana untuk insentif, gaji, serta fasilitas pendukung tenaga medis, beresiko mengganggu pembayaran rumah sakit.

Kondisi ini dapat menurunkan motivasi kerja, menambah beban kerja, dan mempengaruhi kualitas layanan kesehatan di rumah sakit. Selain itu, keterbatasan dana berpotensi memperlambat peningkatan kapasitas dan pelatihan tenaga medis, termasuk peningkatan kualitas layanan rumah sakit, yang pada akhirnya berdampak pada penurunan mutu pelayanan kesehatan.

Untuk mengatasi potensi tantangan finansial yang dihadapi JKN/BPJS Kesehatan, diperlukan pendekatan strategis dari sisi akuntansi dan teknologi blockchain.

Sementara itu, teknologi blockchain dapat menjadi solusi inovatif untuk meningkatkan transparansi, akurasi, dan keamanan dalam pengelolaan data kepesertaan dan klaim. Dengan menginvestasikan serta menerapkan blockchain, proses verifikasi dan pemutakhiran data peserta, terutama untuk segmen PBPU Mandiri, dapat dilakukan secara lebih real-time dan terintegrasi, sehingga meminimalisir kesalahan data dan mencegah peningkatan jumlah peserta nonaktif.

Tantangan finansial Jaminan Kesehatan Nasional (BPJS Kesehatan) ini diharapkan tidak terjadi, sehingga kesejahteraan dokter, tenaga medis dan kualitas mutu pelayanan rumah sakit tetap terjaga.

*) Muhammad Ichsan Siregar, S.E., M.S.Ak., CSRS., CSP., CSRA., Dosen Fakultas Ekonomi, Universitas Sriwijaya, Mahasiswa Doktor Ilmu Akuntansi, Universitas Airlangga



Baca juga: Menkes: Belum ada kenaikan iuran BPJS pada 2025 mendatang

Pewarta: Muhammad Ichsan Siregar, S.E., M.S.Ak., CSRS., CSP

Editor : Budi Setiawanto


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024