Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti menyatakan bahwa dunia yang merdeka adalah dunia sastra, karena tanpa sastra hati begitu keras dan kehilangan imajinasi.
"Dunia yang merdeka adalah dunia sastra. Tanpa sastra, hati menjadi begitu keras, dan tanpa sastra kita kehilangan imajinasi-imajinasi indah yang melampaui semua batas-batas yang kadang-kadang dikungkung oleh ruang, dan mungkin juga dikungkung oleh berbagai macam keterbatasan anggaran," katanya saat berdiskusi untuk menampung aspirasi para sastrawan di halaman Kantor Badan Bahasa, Jakarta Timur, Jumat.
Mu'ti mengisahkan masa kecilnya di Kudus, Jawa Tengah, yang indah dan diwarnai oleh karya-karya sastra, termasuk puisi.
"Sebulan sekali saya membeli majalah sastra Horison, saya sisihkan uang saku untuk bisa membeli majalah itu, nama-nama penyair yang saya baca di majalah itu sekarang saya temui, dan alhamdulillah sebagian besar masih dalam keadaan segar, bugar, sehat walafiat," ucapnya.
Mendikdasmen juga menegaskan aspirasi yang disampaikan oleh para sastrawan hari ini sangat berguna untuk menghidupkan kembali semangat membaca dan budaya menulis sastra pada para generasi muda.
"Kami ingin mendengar dan kami ingin mendapatkan masukan-masukan, untuk menghidupkan kembali semangat membaca, kemampuan membaca, dan menghidupkan budaya menulis, apapun bentuknya. Salah satu yang sekarang ini sudah harus kita perjuangkan lagi adalah menulis karya-karya sastra, kita ingin agar anak-anak muda, generasi bangsa ini membangun negeri ini dengan karya-karya hebat," paparnya.
Pada kesempatan tersebut, Presidium Serikat Penulis Alinea Kanti W Janis juga menyampaikan pentingnya membiasakan anak untuk berpikir runut dan kritis melalui sastra, utamanya sejak usia dini.
"Kalau berbicara tentang kesejahteraan penulis, yang bisa menyejahterakan penulis itu dimulai dari meningkatkan kecintaan terhadap sastra. Sastra harus diajarkan dari usia Sekolah Dasar," kata Kanti.
Ia juga menyoroti pentingnya meningkatkan harkat para penulis, yang saat ini masih belum setara dalam ekosistem dunia perbukuan.
"Regulasi, pajak bagi penulis masih tinggi, masih ada beberapa birokrasi yang harus dilalui, royaltinya 6-10 persen, dari harga buku, pajak kertas, PPn, dan lain sebagainya," ucapnya.
Selain itu, lanjut Kanti, salah satu hal yang paling penting dan perlu ditangani segera yakni soal pembajakan tulisan, yang telah banyak menghancurkan citra penulis, dan sudah menjadi sindikat yang perlu dibasmi.
"Ini sindikasi, baik di dalam dunia pendidikan, maupun dunia sastra, pembajaknya bisa beli rumah, kos-kosan, tetapi penulisnya, saya bicara ini dengan sangat sedih karena saya melihat sendiri kehidupan sahabat-sahabat saya, mohon sekali soal pembajakan ini menjadi kerja kita bersama," tuturnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024
"Dunia yang merdeka adalah dunia sastra. Tanpa sastra, hati menjadi begitu keras, dan tanpa sastra kita kehilangan imajinasi-imajinasi indah yang melampaui semua batas-batas yang kadang-kadang dikungkung oleh ruang, dan mungkin juga dikungkung oleh berbagai macam keterbatasan anggaran," katanya saat berdiskusi untuk menampung aspirasi para sastrawan di halaman Kantor Badan Bahasa, Jakarta Timur, Jumat.
Mu'ti mengisahkan masa kecilnya di Kudus, Jawa Tengah, yang indah dan diwarnai oleh karya-karya sastra, termasuk puisi.
"Sebulan sekali saya membeli majalah sastra Horison, saya sisihkan uang saku untuk bisa membeli majalah itu, nama-nama penyair yang saya baca di majalah itu sekarang saya temui, dan alhamdulillah sebagian besar masih dalam keadaan segar, bugar, sehat walafiat," ucapnya.
Mendikdasmen juga menegaskan aspirasi yang disampaikan oleh para sastrawan hari ini sangat berguna untuk menghidupkan kembali semangat membaca dan budaya menulis sastra pada para generasi muda.
"Kami ingin mendengar dan kami ingin mendapatkan masukan-masukan, untuk menghidupkan kembali semangat membaca, kemampuan membaca, dan menghidupkan budaya menulis, apapun bentuknya. Salah satu yang sekarang ini sudah harus kita perjuangkan lagi adalah menulis karya-karya sastra, kita ingin agar anak-anak muda, generasi bangsa ini membangun negeri ini dengan karya-karya hebat," paparnya.
Pada kesempatan tersebut, Presidium Serikat Penulis Alinea Kanti W Janis juga menyampaikan pentingnya membiasakan anak untuk berpikir runut dan kritis melalui sastra, utamanya sejak usia dini.
"Kalau berbicara tentang kesejahteraan penulis, yang bisa menyejahterakan penulis itu dimulai dari meningkatkan kecintaan terhadap sastra. Sastra harus diajarkan dari usia Sekolah Dasar," kata Kanti.
Ia juga menyoroti pentingnya meningkatkan harkat para penulis, yang saat ini masih belum setara dalam ekosistem dunia perbukuan.
"Regulasi, pajak bagi penulis masih tinggi, masih ada beberapa birokrasi yang harus dilalui, royaltinya 6-10 persen, dari harga buku, pajak kertas, PPn, dan lain sebagainya," ucapnya.
Selain itu, lanjut Kanti, salah satu hal yang paling penting dan perlu ditangani segera yakni soal pembajakan tulisan, yang telah banyak menghancurkan citra penulis, dan sudah menjadi sindikat yang perlu dibasmi.
"Ini sindikasi, baik di dalam dunia pendidikan, maupun dunia sastra, pembajaknya bisa beli rumah, kos-kosan, tetapi penulisnya, saya bicara ini dengan sangat sedih karena saya melihat sendiri kehidupan sahabat-sahabat saya, mohon sekali soal pembajakan ini menjadi kerja kita bersama," tuturnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024