Bogor (Antara Megapolitan) - Belut sawah atau istilah lainnya Monopterus albus merupakan salah satu komoditas perikanan yang memiliki prospek pasar dan nilai ekspor tinggi.

Permintaan belut sawah di pasar dalam dan luar negeri yang terus meningkat belum dapat terpenuhi karena keterbatasan produksi yang masih mengandalkan hasil tangkapan dari alam, sementara populasinya semakin menurun karena berkurangnya areal persawahan dan pencemaran lingkungan.

Penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Ilmu Akuakultur, Institut Pertanian Bogor (IPB), Ahmad Fahrul Syarif bersama dosen pembimbing Dinar Tri Soelistyowati dan Ridwan Affandi mencoba menemukan keragaman genetik belut sawah asal Jawa Barat dan manipulasi lingkungan untuk pemeliharaan belut sawah.

Melalui hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi sumber genetik belut sawah asal Jawa Barat yang potensial untuk dikembangkan dalam kegiatan budidaya dengan teknik pemeliharaan dalam media air tanpa substrat.

Manipulasi yang dilakukan pada lingkungan budidaya dimaksudkan supaya ikan dapat beradaptasi pada kondisi-kondisi tertentu.

Apabila tingkat keberhasilan hidup dalam lingkungan budidaya dapat terlampaui maka aplikasi dan transfer teknologi budidaya dapat berkembang menuju produksi skala besar yang menguntungkan dan berkelanjutan.

Selain itu, keberhasilan dalam kegiatan budidaya ditentukan oleh mutu sumber genetik dan respons organisme terhadap proses pengadaptasian dari kondisi alami menuju kondisi budidaya yang terkontrol, yaitu pemeliharaan dalam wadah terbatas dan lingkungan buatan.

Keragaman genetik akan mempengaruhi tingkat adaptasi terhadap lingkungan, misalnya keragaman genetik belut yang tinggi akan memiliki tingkat adaptasi yang lebih baik terhadap kondisi lingkungannya.

Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi potensi sumber genetik belut sawah asal Jawa Barat serta respon biometriknya dalam pemeliharaan pada media air bersalinitas untuk pengembangan budidaya.

Sampel belut sawah merupakan hasil tangkapan dari tiga lokasi di Cianjur, Sukabumi dan Karawang.

Sedangkan untuk manipulasi lingkungan dilakukan dengan media air yang ditambahkan garam dan pakan berupa cacing sutera yang diberikan sebanyak satu kali sehari secara at satiation (sekenyangnya).

Setelah diteliti tingkat keragaman belut sawah populasi asal Karawang (23,72 persen) dan Cianjur (22,91 persen) lebih tinggi dibandingkan populasi asal Sukabumi (19,47 persen), serta terdapat kemiripan genotip dan fenotip populasi belut sawah asal Karawang dengan Cianjur dibandingkan dengan populasi Sukabumi.

Secara umum populasi asal Karawang lebih unggul dibandingkan populasi Cianjur dan Sukabumi berdasarkan kemampuan bertahan hidup, laju pertumbuhan, pertambahan bobot dan panjang tubuh serta biomassa panen.(AT/NM).

Pewarta: Jurnalis IPB

Editor : Andi Firdaus


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017