Calon Rektor Universitas Indonesia dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UI, Teguh Dartanto, mengusung terciptanya UI yang inklusif, relevan, bereputasi dan berkelanjutan dalam presentasi 7 Calon Rektor Tersaring sebagai rangkaian proses Pemilihan Rektor UI 2024-2029, Rabu (18/9).
Menurut Teguh, yang berhasil masuk dalam 3 besar setelah presentasi 7 calon rektor untuk mengikuti proses seleksi berikutnya, UI yang inklusif, relevan, bereputasi, dan berkelanjutan dapat diciptakan melalui transformasi berbagai macam aspek.
Seperti aspek pendidikan, kemahasiswaan, kesejahteraan dosen dan tenaga kependidikan (tendik), hingga infrastruktur. Di sisi lain, agar transformasi berjalan baik menurutnya memiliki tiga syarat utama.
“Pertama adalah gaya kepemimpinan melayani. Kedua adalah kolaborasi pemangku kepentingan, dan ketiga adalah selalu melakukan kompromi juga jalan tengah untuk melakukan transformasi. Kita butuh sebuah visi kuat untuk melakukan perubahan.
Universitas harus kembali ke khittah dari universitas yaitu tempat mencetak pemimpin dan talenta masa depan yang inklusif, relevan dan bereputasi,” kata Teguh yang berlatar belakang jabatan Dekan FEB UI tersebut.
Oleh karena itu, kata dia, berkaca pengalaman Teguh memimpin transformasi di FEB UI, yang pertama dilakukan adalah mengubah organisasi dan tata kelola. Langkah ini akan memberikan sinyal kepada seluruh pemangku kepentingan bahwa UI bisa berubah lebih baik.
Langkah selanjutnya adalah membangun sebuah badan khusus yang terkait dengan pengelolaan teknologi informasi, komunikasi dan juga transformasi digital. Dalam hal ini termasuk membentuk unit khusus pengelola aset untuk meningkatkan pendapatan dan menjadi bagian dari solusi dari climate change.
Kemudian isu berikutnya yang ditransformasi adalah pengelolaan keuangan yang sering kali menjadi perhatian warga UI. Di antaranya melalui digitalisasi proses keuangan dari hulu sampai hilir.
“Dan yang paling penting adalah kita harus membentuk treasury unit untuk pengelolaan aset likuiditas. UI memiliki uang cash Rp2,38 triliun, tetapi imbal hasilnya hanya 2,9 persen. Artinya ini sebenarnya bisa dioptimalkan bagaimana mengelola aset likuiditas ini kalau kita bisa punya treasury unit, kita bisa dapat tambahan Rp100 miliar, dapat imbal hasil misalnya 4,5 persen. Menurut saya ini mungkin,” ujarnya.
Berikutnya adalah perihal isu dana abadi UI yang pengelolaannya perlu optimalisasi. Selama ini imbal hasilnya hanya 5,4 persen. Menurutnya jika dana ini ditempatkan di dalam instrumen investasi yang sifatnya jangka panjang seperti sukuk, imbal hasilnya bisa 6,4 persen hingga 7 persen.
Masalah dana dan pengelolaan keuangan menjadi penting untuk menciptakan pendidikan berkualitas di UI. Sebab, tidak semua fakultas memiliki sumber pendanaan yang kuat untuk menciptakan kualitas pendidikan yang baik.
Terkait keuangan ini, menurut Teguh harus bersifat adil, transparan, akuntabel, dan fleksibel. Dia pun mengingatkan bahwa UI perlu meningkatkan dana abadi. Mengutip laporan keuangan UI, saat ini dana abadi hanya Rp126 miliar.
“Kita memang harus ada target, tetapi yang perlu dilakukan adalah pengelolaannya diperbaiki dulu sehingga orang mau nyumbang. Pasti untuk peningkatan adalah ada berbagai macam cara, misalnya donasi, filantropi, pengelolaan dengan reksa dana, penempatan dana abadi tapi bukan abadi. Cuma 3-5 tahun. Untuk membiayai sesuatu proyek,” katanya.
Dia pun menegaskan kunci dari transformasi adalah komunikasi yang baik dan efektif. Oleh karena itu, dialog rektor-mahasiswa perlu digalakan secara rutin. Dia menilai komunikasi adalah solusi awal dari segala permasalahan.
Selain terkait dengan mahasiswa, yang menjadi concern berikutnya adalah isu kesejahteraan dosen dan tendik secara merata. Ini memerlukan komitmen lebih dengan ketulusan hati.
Dia mencontohkan, di FEB UI kesejahteraan dosen dan tendik bisa dinaikkan sekitar 7 persen hingga 15 persen untuk itu pihaknya melakukan efisiensi dan integrasi kegiatan.
Jika diduplikasi di tingkat universitas, hal ini dapat menekan ketimpangan kesejahteraan antar fakultas. Faktor ini menurutnya sangat terasa. Oleh karena itu menurutnya universitas harus memikirkan bukan hanya fakultas per fakultas tapi bagaimana mengurangi ketimpangan antar fakultas.
Berikutnya adalah transformasi sistem IT dengan HATI atau Handal, Aman, Terintegrasi dan Interoperabilitas. Teguh memiliki aspirasi sistem IT UI yang handal bisa diakses kapan saja, di mana saja. Kemudian aman secara data juga kerahasiaannya, dan terintegrasi.
Saat ini, lanjut teguh, data UI masih ‘scatter’ baik yang terkait data pendidikan, keuangan, hingga riset. Hal itu ke depan harus bisa diintegrasikan. Kemudian interoperabilitas bahwa arsitekturnya bisa memungkinkan data UI berbicara dengan data di eksternal, dengan membuat sebuah API.
“Selain itu, UI harus mengembangkan dan segera menyelesaikan digitalisasi Student Life Cycle Management sehingga mahasiswa terpantau dari awal masuk sampai dengan kelulusan,” imbuhnya.
Teguh menambahkan, yang tak kalah penting visi, misi, atau program kerja tersebut terlaksana jika UI memiliki pemimpin yang melayani, transformatif dan dinamis serta bekerja dalam tim. Sebab menurutnya kemajuan tidak bisa dikerjakan sendirian. Kemajuan UI hanya bisa diraih dengan kolaborasi dan juga kerja sama antar insan juga pemangku kepentingan.
“Rektor bukanlah Superman. Rektor adalah katalisator untuk membangun UI. Seperti pemikiran Aristoles, ‘the whole is greater than the sum of its parts’. UI harus menjadi universitas bukan multi fakultas,” katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024
Menurut Teguh, yang berhasil masuk dalam 3 besar setelah presentasi 7 calon rektor untuk mengikuti proses seleksi berikutnya, UI yang inklusif, relevan, bereputasi, dan berkelanjutan dapat diciptakan melalui transformasi berbagai macam aspek.
Seperti aspek pendidikan, kemahasiswaan, kesejahteraan dosen dan tenaga kependidikan (tendik), hingga infrastruktur. Di sisi lain, agar transformasi berjalan baik menurutnya memiliki tiga syarat utama.
“Pertama adalah gaya kepemimpinan melayani. Kedua adalah kolaborasi pemangku kepentingan, dan ketiga adalah selalu melakukan kompromi juga jalan tengah untuk melakukan transformasi. Kita butuh sebuah visi kuat untuk melakukan perubahan.
Universitas harus kembali ke khittah dari universitas yaitu tempat mencetak pemimpin dan talenta masa depan yang inklusif, relevan dan bereputasi,” kata Teguh yang berlatar belakang jabatan Dekan FEB UI tersebut.
Oleh karena itu, kata dia, berkaca pengalaman Teguh memimpin transformasi di FEB UI, yang pertama dilakukan adalah mengubah organisasi dan tata kelola. Langkah ini akan memberikan sinyal kepada seluruh pemangku kepentingan bahwa UI bisa berubah lebih baik.
Langkah selanjutnya adalah membangun sebuah badan khusus yang terkait dengan pengelolaan teknologi informasi, komunikasi dan juga transformasi digital. Dalam hal ini termasuk membentuk unit khusus pengelola aset untuk meningkatkan pendapatan dan menjadi bagian dari solusi dari climate change.
Kemudian isu berikutnya yang ditransformasi adalah pengelolaan keuangan yang sering kali menjadi perhatian warga UI. Di antaranya melalui digitalisasi proses keuangan dari hulu sampai hilir.
“Dan yang paling penting adalah kita harus membentuk treasury unit untuk pengelolaan aset likuiditas. UI memiliki uang cash Rp2,38 triliun, tetapi imbal hasilnya hanya 2,9 persen. Artinya ini sebenarnya bisa dioptimalkan bagaimana mengelola aset likuiditas ini kalau kita bisa punya treasury unit, kita bisa dapat tambahan Rp100 miliar, dapat imbal hasil misalnya 4,5 persen. Menurut saya ini mungkin,” ujarnya.
Berikutnya adalah perihal isu dana abadi UI yang pengelolaannya perlu optimalisasi. Selama ini imbal hasilnya hanya 5,4 persen. Menurutnya jika dana ini ditempatkan di dalam instrumen investasi yang sifatnya jangka panjang seperti sukuk, imbal hasilnya bisa 6,4 persen hingga 7 persen.
Masalah dana dan pengelolaan keuangan menjadi penting untuk menciptakan pendidikan berkualitas di UI. Sebab, tidak semua fakultas memiliki sumber pendanaan yang kuat untuk menciptakan kualitas pendidikan yang baik.
Terkait keuangan ini, menurut Teguh harus bersifat adil, transparan, akuntabel, dan fleksibel. Dia pun mengingatkan bahwa UI perlu meningkatkan dana abadi. Mengutip laporan keuangan UI, saat ini dana abadi hanya Rp126 miliar.
“Kita memang harus ada target, tetapi yang perlu dilakukan adalah pengelolaannya diperbaiki dulu sehingga orang mau nyumbang. Pasti untuk peningkatan adalah ada berbagai macam cara, misalnya donasi, filantropi, pengelolaan dengan reksa dana, penempatan dana abadi tapi bukan abadi. Cuma 3-5 tahun. Untuk membiayai sesuatu proyek,” katanya.
Dia pun menegaskan kunci dari transformasi adalah komunikasi yang baik dan efektif. Oleh karena itu, dialog rektor-mahasiswa perlu digalakan secara rutin. Dia menilai komunikasi adalah solusi awal dari segala permasalahan.
Selain terkait dengan mahasiswa, yang menjadi concern berikutnya adalah isu kesejahteraan dosen dan tendik secara merata. Ini memerlukan komitmen lebih dengan ketulusan hati.
Dia mencontohkan, di FEB UI kesejahteraan dosen dan tendik bisa dinaikkan sekitar 7 persen hingga 15 persen untuk itu pihaknya melakukan efisiensi dan integrasi kegiatan.
Jika diduplikasi di tingkat universitas, hal ini dapat menekan ketimpangan kesejahteraan antar fakultas. Faktor ini menurutnya sangat terasa. Oleh karena itu menurutnya universitas harus memikirkan bukan hanya fakultas per fakultas tapi bagaimana mengurangi ketimpangan antar fakultas.
Berikutnya adalah transformasi sistem IT dengan HATI atau Handal, Aman, Terintegrasi dan Interoperabilitas. Teguh memiliki aspirasi sistem IT UI yang handal bisa diakses kapan saja, di mana saja. Kemudian aman secara data juga kerahasiaannya, dan terintegrasi.
Saat ini, lanjut teguh, data UI masih ‘scatter’ baik yang terkait data pendidikan, keuangan, hingga riset. Hal itu ke depan harus bisa diintegrasikan. Kemudian interoperabilitas bahwa arsitekturnya bisa memungkinkan data UI berbicara dengan data di eksternal, dengan membuat sebuah API.
“Selain itu, UI harus mengembangkan dan segera menyelesaikan digitalisasi Student Life Cycle Management sehingga mahasiswa terpantau dari awal masuk sampai dengan kelulusan,” imbuhnya.
Teguh menambahkan, yang tak kalah penting visi, misi, atau program kerja tersebut terlaksana jika UI memiliki pemimpin yang melayani, transformatif dan dinamis serta bekerja dalam tim. Sebab menurutnya kemajuan tidak bisa dikerjakan sendirian. Kemajuan UI hanya bisa diraih dengan kolaborasi dan juga kerja sama antar insan juga pemangku kepentingan.
“Rektor bukanlah Superman. Rektor adalah katalisator untuk membangun UI. Seperti pemikiran Aristoles, ‘the whole is greater than the sum of its parts’. UI harus menjadi universitas bukan multi fakultas,” katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024