Peneliti yang juga dosen Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Sri Raharjo mengatakan bahwa pemerintah harus memastikan harga minyak makan merah terjangkau bagi masyarakat sehingga dapat bersaing di pasaran.

Dalam sebuah diskusi di Jakarta, Jumat, Sri Raharjo mengatakan bahwa minyak makan merah, sebagai salah satu program pemerintah untuk memberikan nilai tambah bagi petani sawit, juga harus dipastikan terjaga ketersediaannya.

“Jangan sampai bulan ini ada, bulan depan (pabriknya) sudah tutup. Selanjutnya yang terpenting adalah mudah diperoleh di mana saja,” kata Sri Raharjo yang juga Kepala Pusat Studi Pangan dan Gizi UGM itu.

Walaupun minyak makan merah terbukti memiliki segudang manfaat, ia menggarisbawahi pentingnya sosialisasi agar masyarakat familier dengan produk ini, karena masih banyak masyarakat yang belum mengetahui tentang minyak makan merah.

Menurutnya, kurangnya informasi yang akurat juga memicu persepsi negatif terhadap minyak ini karena warnanya yang merah mencolok.

Ia menjelaskan masyarakat masih mempersepsikan warna merah pada minyak sebagai sesuatu yang tidak murni minyak kelapa sawit. Itu dianggap sebagai minyak goreng bekas dan kotor, atau dicampur bahan lain sehingga menimbulkan kecurigaan konsumen.

Persepsi negatif masyarakat berasal dari sebutan minyak sawit merah yang lebih dahulu diproduksi, tersedia dan dikenal oleh sebagian masyarakat memiliki kualitas yang sangat beragam, tidak ada standardisasi harga, dan memiliki aroma yang kurang disukai konsumen, kata dia.

Padahal, menurut Sri Raharjo, minyak makan merah mengandung beta karoten sebagai sumber vitamin A, kaya antioksidan alami, serta memiliki umur simpan lebih lama. Aroma dan rasanya juga normal seperti minyak kelapa sawit biasa.

 
 
 

Pewarta: Shofi Ayudiana

Editor : Feru Lantara


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024