Open Climate Change Financing in Indonesia (OCFI) mendukung sepenuhnya pelaksanaan program Bio Carbon Fund Plus Initiative for Sustainable Forest Landscape (Bio-CF ISFL) oleh Pemerintah Provinsi Jambi.

Secara aktif OCFI ikut serta melakukan berbagai pertemuan untuk memperkuat tata kelola pelaksanaan program Bio-CF ISFL oleh Pemprov Jambi. 

“Bio-CF ISFL merupakan proyek percontohan yang mendanai proyek Jambi Sustainable Landscape Management Project (J-SLMP) untuk mengurangi emisi gas rumah kaca berbasis lahan dan meningkatkan sekuestrasi karbon melalui pengelolaan lahan secara berkelanjutan, perlindungan hutan dan restorasi lahan. Pemprov Jambi ditetapkan menjadi pelaksana proyek percontohan Bio-CF ISFL sejak tahun 2019," ujar Peneliti Senior OCFI Rahmat Lahangi, dalam keterangannya, Selasa.

Rahmat menjelaskan, sekuestrasi karbon adalah penangkapan dan penyimpanan karbon dioksida (CO2) dari atmosfer dalam jangka waktu yang lama terdegradasi di Provinsi Jambi dengan memberikan alternatif penghidupan masyarakat yang lebih baik dengan peningkatan produktivitas pertanian, perbaikan livelihood dan lingkungan.

“Program ini difasilitasi oleh dana multilateral dan didukung sepenuhnya oleh negara donor seperti Jerman, Norwegia, Swiss, Inggris dan Amerika yang dikelola oleh World Bank untuk menurunkan emisi GRK sebesar 14 juta MtonCO2e dengan pemberian insentif 70 juta dolar AS untuk tahun 2021-2025”, lanjut Rahmat.

Implementasi program diarahkan untuk menyasar kelompok masyarakat di tingkat desa, melalui perhutanan sosial, memperkuat kelompok tani, dan mengembangkan mata pencaharian alternatif berbasis lahan.

Menurut OCFI, pasca ditetapkan sebagai pilot project BioCF ISFL, Pemprov Jambi melaksanakan berbagai persiapan pelaksanaan program. Salah satu yang paling penting adalah penerbitan berbagai regulasi sebagai kerangka hukum untuk mengimplementasikan program J-SLMP untuk memberikan legalitas baik dari aspek kelembagaan maupun petunjuk pelaksanaan.

Selanjutnya, tambah Rahmat, Pemprov Jambi meluncurkan sejumlah reformasi penting termasuk moratorium izin baru di hutan primer dan lahan gambut, kebijakan untuk perkebunan dan pengelolaan hutan yang berkelanjutan dan peningkatan pengakuan hak atas tanah masyarakat adat, pencegahan kebakaran hutan, resolusi konflik dan community based forest management.

“Disisi lain, Komunitas Penjaga Hutan Bukit Panjang Rantau Bayur atau Bujang Raba yang memiliki luas hutan inti 5.336 hektare menjadi salah satu praktik baik dari keterlibatan masyarakat dalam menjaga Kawasan hutan. Hutan Bujang Raba terletak di Kecamatan Bathin III Ulu, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi”, ungkap Rahmat.

Bujang Raba merupakan kawasan hutan lindung yang ditetapkan sebagai Hutan Desa pertama di Indonesia yang fokus pada kegiatan mitigasi untuk menghasilkan pengurangan emisi sekitar 630.000 tCO2 dari pencegahan deforestasi.

Pihak yang terlibat atau terdampak oleh program Hutan Desa tersebut mendapatkan manfaat yang adil dan proporsional melalui Program Imbal Jasa Lingkungan. Program Imbal jasa Lingkungan terbukti telah meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat, dengan memberikan insentif ekonomi, sosial, dan lingkungan.

“Melalui skema pasar karbon sukarela, hasil peyimpanan karbon hutan Bujang Raba dijual ke Swedia melalui Zeromission. Pada tahun 2019, Hutan Lindung Bujang Raba telah mendapatkan imbal jasa lingkungan melalui penjualan karbon senilai sebesar Rp350 juta. Kemudian pada tahun2020, Bujang Raba kembali mendapatkan imbal jasa lingkungan yang lebih besar lagi yakni Rp1 miliar," terang Rahmat.

Keberhasilan masyarakat dalam menjaga hutan, komitmen Pemprov Jambi dalam pembinaan Komunitas Penjaga Hutan Bujang Raba serta model tata kelola dana hasil imbal jasa lingkungan di Provinsi Jambi. 

Imbuh Rahmat, layak dijadikan contoh bagi pemerintah provinsi lainnya di Indonesia dalam pengelolaan pendanaan perubahan iklim serta pelibatan masyarakat dalam menjaga Kawasan hutan melalui skema program perhutanan sosial.

Pewarta: Feru Lantara

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024