Bekasi (Antara Megapolitan) - Pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Kota Bekasi, Jawa Barat, mengaku terganjal dengan mahalnya biaya pembuatan sertifikat merk dagang dalam memasarkan produk ke pasaran.
"Untuk pengurusan merk dagang ini minimal bisa habis Rp3 juta. Buat saya nilai itu cukup besar," kata Pelaku UKM Kota Bekasi Sri Widiana di Bekasi, Selasa.
Dia mengungkapkan untuk mendapatkan merk tersebut harus meminta izin ke Direktoral Jendral Hak Kekayaan Intelektual (DJHKI), selaku otoritas yang melegalkan merk dagang.
"Saya pernah mengajukan merk untuk minuman, biayanya sekitar Rp3 juta, di luar transportasi pengurusan," katanya.
Dampaknya, kata dia, para pengusaha UMKM di Kota Bekasi mengaku kesulitan memasarkan dagangannya ke minimarket.
Sebab, mereka terbentur dengan merk dagangannya tersebut, padahal 30 persen barang dagangan di minimarket diwajibkan memajang pruduk UMKM lokal.
Sebagian besar pengusaha UMKM enggan memasarkan dagangannya ke minimarket yang ada di sekitar tempat usahanya.
"Kami lebih memilih uang Rp3 juta itu untuk dipakai modal usaha," katanya.
Sri mengatakan, selain kendala merk, pengusaha juga menganggap prosedur pembayaran produk dari toko modern atau mini market lamban, sebab produk terjual baru akan dibayarkan pada akhir bulan.
"Kadang produk yang kami pasarkan dikembalikan jika ada yang rusak, padahal penyimpanan di minimarket itu sendiri yang tidak sesuai dengan standar. Kalau sudah bisa masuk, kami inginnya beli putus," katanya.
Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Kota Bekasi Karto mengatakan produk UKM yang masuk ke minimarket harus sesuai dengan prosedur yang ditentukan.
Prosedur yang dimaksud diantaranya label halal dari MUI, tes di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), hingga merk dagang yang telah dipatenkan.
"Kami tetap memfasilitasi pengusaha UMKM yang ingin meningkatkan produksinya aga perekonomian terdongkrak," katanya.
Berdasarkan data dari dinasnya, kini ada sekitar 1.800 pengusaha UMKM, mereka terbagi menjadi lima klaster di antaranya industri makanan dan minuman, boneka, handicraft dan konveksi.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017
"Untuk pengurusan merk dagang ini minimal bisa habis Rp3 juta. Buat saya nilai itu cukup besar," kata Pelaku UKM Kota Bekasi Sri Widiana di Bekasi, Selasa.
Dia mengungkapkan untuk mendapatkan merk tersebut harus meminta izin ke Direktoral Jendral Hak Kekayaan Intelektual (DJHKI), selaku otoritas yang melegalkan merk dagang.
"Saya pernah mengajukan merk untuk minuman, biayanya sekitar Rp3 juta, di luar transportasi pengurusan," katanya.
Dampaknya, kata dia, para pengusaha UMKM di Kota Bekasi mengaku kesulitan memasarkan dagangannya ke minimarket.
Sebab, mereka terbentur dengan merk dagangannya tersebut, padahal 30 persen barang dagangan di minimarket diwajibkan memajang pruduk UMKM lokal.
Sebagian besar pengusaha UMKM enggan memasarkan dagangannya ke minimarket yang ada di sekitar tempat usahanya.
"Kami lebih memilih uang Rp3 juta itu untuk dipakai modal usaha," katanya.
Sri mengatakan, selain kendala merk, pengusaha juga menganggap prosedur pembayaran produk dari toko modern atau mini market lamban, sebab produk terjual baru akan dibayarkan pada akhir bulan.
"Kadang produk yang kami pasarkan dikembalikan jika ada yang rusak, padahal penyimpanan di minimarket itu sendiri yang tidak sesuai dengan standar. Kalau sudah bisa masuk, kami inginnya beli putus," katanya.
Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Kota Bekasi Karto mengatakan produk UKM yang masuk ke minimarket harus sesuai dengan prosedur yang ditentukan.
Prosedur yang dimaksud diantaranya label halal dari MUI, tes di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), hingga merk dagang yang telah dipatenkan.
"Kami tetap memfasilitasi pengusaha UMKM yang ingin meningkatkan produksinya aga perekonomian terdongkrak," katanya.
Berdasarkan data dari dinasnya, kini ada sekitar 1.800 pengusaha UMKM, mereka terbagi menjadi lima klaster di antaranya industri makanan dan minuman, boneka, handicraft dan konveksi.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017