Dosen Departemen Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia Nurul Dina Rahmawati menyatakan satu dari empat remaja puteri Indonesia mengalami anemia yang bisa menyebabkan stunting.
"Jika tidak ditangani secara tepat, mereka yang mengalami anemia akan menjadi ibu hamil yang juga anemia, sehingga turut menambah prevalensi stunting di masa depan," kata Nurul Dina Rahmawati di Kampus UI Depok, Senin.
Dia menjelaskan penyebab utama stunting adalah malnutrisi dalam jangka panjang. Kondisi tersebut berdampak pada bayi yang masih di dalam kandungan, karena ibu tidak mencukupi kebutuhan nutrisi selama kehamilan.
Baca juga: FKM UI ciptakan permainan "Nutrition Impact" untuk edukasi stunting
Baca juga: Mahasiswa UI ciptakan aplikasi Canteencare platform edukasi gizi makanan
Selain malnutrisi, stunting ternyata juga berkaitan erat dengan anemia karena defisiensi zat besi merupakan salah satu penyebab stunting. Adapun kekurangan zat besi adalah penyebab anemia terbanyak pada remaja. Kekurangan zat besi merupakan penyebab anemia terbanyak pada remaja.
Untuk mengurangi prevalensi anemia pada remaja putri di Kabupaten Lebak, Banten, Nurul bersama anggota tim dari UI memberikan edukasi kepada pelajar di SMKN 1 Kalanganyar mengenai anemia dan dampaknya. Tim Pengabdi UI membagikan modul “Remaja Sehat” yang memuat beberapa materi penting.
Materi dalam modul “Remaja Sehat” mencakup beberapa topik, di antaranya perubahan fisik dan psikososial pada remaja, pertumbuhan tubuh remaja dan konsekuensinya terhadap kebutuhan gizi; dampak, penyebab, dan pencegahan anemia.
Baca juga: FKM UI siapkan pusat pusat edukasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
selain itu pentingnya asupan makanan bergizi seimbang dan pola hidup sehat, pentingnya konsumsi tablet tambah darah (TTD) bagi remaja puteri, serta pentingnya status gizi yang baik sebelum menikah dan dampak pernikahan usia dini.
Anemia adalah salah satu masalah gizi yang ditandai dengan rendahnya kadar hemoglobin (<12 g/dL pada remaja putri dan <13 mg/dL pada remaja putra). Gejala anemia dapat berupa rasa pusing, lemah, lesu, wajah/kelopak mata pucat, hingga kuku berbentuk cekung jika kondisi sudah sangat parah.
Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, sebesar 26,8 persen anak Indonesia usia 5–14 tahun dan 32 persen pada usia 15–24 tahun menderita anemia.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023
"Jika tidak ditangani secara tepat, mereka yang mengalami anemia akan menjadi ibu hamil yang juga anemia, sehingga turut menambah prevalensi stunting di masa depan," kata Nurul Dina Rahmawati di Kampus UI Depok, Senin.
Dia menjelaskan penyebab utama stunting adalah malnutrisi dalam jangka panjang. Kondisi tersebut berdampak pada bayi yang masih di dalam kandungan, karena ibu tidak mencukupi kebutuhan nutrisi selama kehamilan.
Baca juga: FKM UI ciptakan permainan "Nutrition Impact" untuk edukasi stunting
Baca juga: Mahasiswa UI ciptakan aplikasi Canteencare platform edukasi gizi makanan
Selain malnutrisi, stunting ternyata juga berkaitan erat dengan anemia karena defisiensi zat besi merupakan salah satu penyebab stunting. Adapun kekurangan zat besi adalah penyebab anemia terbanyak pada remaja. Kekurangan zat besi merupakan penyebab anemia terbanyak pada remaja.
Untuk mengurangi prevalensi anemia pada remaja putri di Kabupaten Lebak, Banten, Nurul bersama anggota tim dari UI memberikan edukasi kepada pelajar di SMKN 1 Kalanganyar mengenai anemia dan dampaknya. Tim Pengabdi UI membagikan modul “Remaja Sehat” yang memuat beberapa materi penting.
Materi dalam modul “Remaja Sehat” mencakup beberapa topik, di antaranya perubahan fisik dan psikososial pada remaja, pertumbuhan tubuh remaja dan konsekuensinya terhadap kebutuhan gizi; dampak, penyebab, dan pencegahan anemia.
Baca juga: FKM UI siapkan pusat pusat edukasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
selain itu pentingnya asupan makanan bergizi seimbang dan pola hidup sehat, pentingnya konsumsi tablet tambah darah (TTD) bagi remaja puteri, serta pentingnya status gizi yang baik sebelum menikah dan dampak pernikahan usia dini.
Anemia adalah salah satu masalah gizi yang ditandai dengan rendahnya kadar hemoglobin (<12 g/dL pada remaja putri dan <13 mg/dL pada remaja putra). Gejala anemia dapat berupa rasa pusing, lemah, lesu, wajah/kelopak mata pucat, hingga kuku berbentuk cekung jika kondisi sudah sangat parah.
Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, sebesar 26,8 persen anak Indonesia usia 5–14 tahun dan 32 persen pada usia 15–24 tahun menderita anemia.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023