Guru Besar Ilmu Ekonomi Moneter Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) Prof. Dr. Telisa Aulia Falianty mengatakan ketahanan pangan perlu terus dijaga agar dampak perubahan iklim dapat diatasi.

Sektor keuangan dan moneter perlu mendukungnya karena menjaga ketahanan pangan membutuhkan dana yang besar.

"Saat ini ada ancaman perubahan iklim dengan terjadinya El Nino dan kemarau yang terjadi bisa mengancam krisis pangan contohnya harga beras yang semakin mahal untuk itu butuh terobosan darurat," kata Telisa Aulia Falianty di Kampus UI Depok, Rabu.

Baca juga: UI edukasi tentang ketahanan pangan melalui pagelaran wayang

Ia mengatakan walaupun saat ini fundamental ekonomi Indonesia bagus, namun terjadinya perubahan iklim akan panjang sekali yakni 10 atau 20 tahun dibandingkan dengan COVID-19 yang hanya 2-3 tahun dan yang harus dihadapi terutama adalah pangan.

"Ketahanan pangan yang perlu dijaga dan membutuhkan dana besar makanya sektor keuangan dan moneter ikut berperan untuk mendukung ketahanan pangan," katanya.

Alasannya, katanya, saat ini krisis beras yang merupakan kebutuhan pokok apalagi saat ini juga tahun politik masyarakat terbebani harga-harga yang naik, dan daya beli yang berkurang yang tentunya dapat mengganggu pencapaian visi Indonesia 2045.

Baca juga: Guru Besar UI: Ketahanan pangan dan perbaikan gizi jadi persoalan krusial

"Saya menawarkan salah satu opsinya adalah pembiayaan darurat waktu COVID, ada mekanisme pembiayaan iklim, karena tidak mungkin memakai dana APBN sendiri yang mencapai Rp300-Rp500 triliun per tahun, karena juga butuh untuk IKN," ujarnya.

Lebih lanjut ia mengatakan tantangan pencapaian visi Indonesia 2045 adalah terjadi dimana inflasi negara maju lebih tinggi dari negara berkembang dan suku bunga yang tinggi akibatnya kita juga tak bisa menurunkan suku bunga tinggi.

Baca juga: Tim Riset Ketahanan Pangan UI usulkan integrasi rantai pasok untuk reduksi tata niaga

Untuk itu, katanya, butuh kebijakan moneter supaya kebijakan nasional tak tergantung sepenuhnya dengan negara maju, karena ketika negara maju tidak stabil maka Indonesia kena imbasnya.

"Kita harus punya pola sendiri jadi tidak tergantung negara maju, seiring dengan penguasaan SDA dan tren hilirisasi seperti nikel yang berbasis baterai dan merupakan energi baru terbarukan," katanya.

Pewarta: Feru Lantara

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023