Wakil Ketua Dewan Pers Muhamad Agung Dharmajaya mengajak media massa dan wartawan tidak ikut-ikutan membuat kegaduhan menjelang kontestasi politik pada Pemilu Serentak 2024 .
"Kehadiran media massa dan wartawan itu bagaimana membuat pemilu berjalan damai dan aman, bukan justru terlibat membuat kegaduhan dalam hal pemberitaan," ujarnya pada kegiatan "Workshop Peliputan Pemilu 2024" di Mataram, Jumat.
Ia mengatakan baik media massa dan wartawan perlu banyak belajar dan mengambil hikmah dari pengalaman Pemilu 2019. Di mana, akibat adanya perbedaan politik antara dua kubu akhirnya merembet hingga kehidupan sehari-hari meski kontestasi politiknya sudah berakhir.
"Karena kegaduhan itu akhirnya muncul istilah 'cebong' dan 'kampret'. Nah di pemilu ini, kita ingin itu tidak ada lagi," tegas Agung Dharmajaya.
Baca juga: Dewan Pers: Hindari kecenderungan meneruskan hoaks termasuk dalam situasi pemilu
Agung menegaskan suksesnya pelaksanaan Pemilu 2024 ini tidak hanya terletak pada penyelenggara pemilu, baik KPU dan Bawaslu NTB, termasuk pemerintah dan keamanan, tetapi ada peran media massa dan wartawan.
Untuk itu, Agung mengingatkan perihal wartawan yang terlibat dalam politik praktis. Meski Dewan Pers sudah mengeluarkan surat edaran yang meminta wartawan untuk cuti di bagian redaksi ketika menjadi calon legislatif atau tim sukses, ia menyarankan agar sebaiknya mengundurkan diri sebagai jurnalis.
"Kalau saya melihat sebaiknya mundur saja," tegas Agung.
Karena, menurut dia, dalam melaksanakan tugas dan fungsinya media massa dan wartawan harus tunduk dan patuh terhadap kode etik jurnalistik, termasu, dalam menyajikan sebuah informasi atau berita selalu mengedepankan keberimbangan dalam beritanya.
Baca juga: Dewan Pers berharap hasil Kongres XXV PWI dapat jawab tantangan yang dihadapi para jurnalis
"Karena apa, jika media massa dan wartawan tidak mampu menjaga bukan hanya masyarakat yang dirugikan terapi media massa menjadi sangat dirugikan," katanya.
Sementara itu, Koordinator Divisi Bidang Penanganan Pelanggaran Data Informasi Bawaslu NTB Umar Ahmad Seth mengaku mengapresiasi peran media massa dan wartawan dalam mendukung kerja Bawaslu NTB.
Sebab, katanya selama ini dalam menindaklanjuti pelaporan pemilu, Bawaslu NTB banyak mendapat informasi terjadinya pelanggaran pemilu dari media massa. Selain memang dari hasil pengawasan Bawaslu sendiri.
Baca juga: Dewan Pers minta wartawan stop jadikan medsos sebagai sumber berita memasuki tahun politik
"Pintu masuk kami itu ada dua, yakni laporan dan pengawasan. Dari total 120 kasus pelanggaran dan 90 persen pelanggaran itu hasil temuan Bawaslu, sedangkan sisanya itu laporan dari masyarakat," katanya.
Ia menambahkan Bawaslu saat ini mengedepankan upaya-upaya pencegahan ketimbang penindakan pelanggaran pemilu.
"Saat ini belum masuk tahapan kampanye sehingga kalau ada kasus, salah satu unsurnya itu belum terpenuhi. Tapi apa pun itu, kalau ada temuan dan laporan pasti Bawaslu akan menindaklanjuti setiap aduan yang disampaikan masyarakat," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023
"Kehadiran media massa dan wartawan itu bagaimana membuat pemilu berjalan damai dan aman, bukan justru terlibat membuat kegaduhan dalam hal pemberitaan," ujarnya pada kegiatan "Workshop Peliputan Pemilu 2024" di Mataram, Jumat.
Ia mengatakan baik media massa dan wartawan perlu banyak belajar dan mengambil hikmah dari pengalaman Pemilu 2019. Di mana, akibat adanya perbedaan politik antara dua kubu akhirnya merembet hingga kehidupan sehari-hari meski kontestasi politiknya sudah berakhir.
"Karena kegaduhan itu akhirnya muncul istilah 'cebong' dan 'kampret'. Nah di pemilu ini, kita ingin itu tidak ada lagi," tegas Agung Dharmajaya.
Baca juga: Dewan Pers: Hindari kecenderungan meneruskan hoaks termasuk dalam situasi pemilu
Agung menegaskan suksesnya pelaksanaan Pemilu 2024 ini tidak hanya terletak pada penyelenggara pemilu, baik KPU dan Bawaslu NTB, termasuk pemerintah dan keamanan, tetapi ada peran media massa dan wartawan.
Untuk itu, Agung mengingatkan perihal wartawan yang terlibat dalam politik praktis. Meski Dewan Pers sudah mengeluarkan surat edaran yang meminta wartawan untuk cuti di bagian redaksi ketika menjadi calon legislatif atau tim sukses, ia menyarankan agar sebaiknya mengundurkan diri sebagai jurnalis.
"Kalau saya melihat sebaiknya mundur saja," tegas Agung.
Karena, menurut dia, dalam melaksanakan tugas dan fungsinya media massa dan wartawan harus tunduk dan patuh terhadap kode etik jurnalistik, termasu, dalam menyajikan sebuah informasi atau berita selalu mengedepankan keberimbangan dalam beritanya.
Baca juga: Dewan Pers berharap hasil Kongres XXV PWI dapat jawab tantangan yang dihadapi para jurnalis
"Karena apa, jika media massa dan wartawan tidak mampu menjaga bukan hanya masyarakat yang dirugikan terapi media massa menjadi sangat dirugikan," katanya.
Sementara itu, Koordinator Divisi Bidang Penanganan Pelanggaran Data Informasi Bawaslu NTB Umar Ahmad Seth mengaku mengapresiasi peran media massa dan wartawan dalam mendukung kerja Bawaslu NTB.
Sebab, katanya selama ini dalam menindaklanjuti pelaporan pemilu, Bawaslu NTB banyak mendapat informasi terjadinya pelanggaran pemilu dari media massa. Selain memang dari hasil pengawasan Bawaslu sendiri.
Baca juga: Dewan Pers minta wartawan stop jadikan medsos sebagai sumber berita memasuki tahun politik
"Pintu masuk kami itu ada dua, yakni laporan dan pengawasan. Dari total 120 kasus pelanggaran dan 90 persen pelanggaran itu hasil temuan Bawaslu, sedangkan sisanya itu laporan dari masyarakat," katanya.
Ia menambahkan Bawaslu saat ini mengedepankan upaya-upaya pencegahan ketimbang penindakan pelanggaran pemilu.
"Saat ini belum masuk tahapan kampanye sehingga kalau ada kasus, salah satu unsurnya itu belum terpenuhi. Tapi apa pun itu, kalau ada temuan dan laporan pasti Bawaslu akan menindaklanjuti setiap aduan yang disampaikan masyarakat," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023