"Setiap tahun kami merencanakan untuk mengangkat satu budaya lokal yang sudah lama tidak muncul atau hampir hilang, dapat diselamatkan sehingga generasi sekarang terus menemukenali sejarah dan budaya daerahnya sendiri di Cirebon ini,".

Demikian penggalan kalimat yang pernah disampaikan Asisten General Manager Bidang tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR) PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk pabrik Palimanan, Anita KusumaWardhani dalam diskusi kecil sehubungan dengan ikhtiar-ikhtiar menumbuhkan budaya lokal di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.

Indocement sendiri menaruh perhatian besar terhadap
pengembangan budaya lokal. Komitmen itu bahkan menjadi salah satu dari misi utama program "Lima Pilar" CSR perusahan itu, yakni sosial-budaya-agama-olahraga.

Empat pilar lainnya adalah mencakup pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan keamanan.

Ejawantah dari komitmen bagi tujuan penyelamatan budaya lokal yang hampir hilang itu ditunjukkan dengan pembangunan "Rumah Budaya" di pabrik Palimanan, Cirebon, sejak 2010.

Pembangunan "Rumah Budaya itu" adalah sebagai
komitmen untuk mengembangkan potensi budaya lokal dan melestarikan kearifan masyarakat setempat.

Keberadaan "Rumah Budaya" diharapkan dapat menjadi wadah penting dalam upaya pelestraian budaya yang diwariskan secara turun temurun oleh masyarakat Cirebon.

Dilengkapi peralatan gamelan dan rampak gendang yang cukup lengkap, "Rumah Budaya" tersebut diharapkan dapat mendorong para seniman dan seniwati dan pelaku budaya di desa-desa mitra Indocement mengembangkan kreasi dan mengajarkan cinta budaya lokal kepada pelajar di sekolah-sekolah yang berada di "ring I" dan "ring II" di sekitar pabrik.

Menurut Anita KusumaWardhani, aneka jenis budaya lokal Cirebon yang dikembangkan "Rumah Budaya" umumnya tercatat sebagai jenis budaya yang khas dan langka, dan nyaris pudar.

Sekurangnya ada tujuh desa sekitar yang masuk dalam Kecamatan Gempol dan Ciwaringin, sebagai mitra program CSR dan pemberdayaan masyarakat, yaitu: Desa Cikesal, Desa Palimanan Barat, Desa Gempol, Desa Ketung Bunder, Desa Ciwaringin, Desa Cupang, dan Desa Walahar.

Berbagai jenis budaya dan kesenian yang diajarkan di "Rumah Budaya" selalu dipentaskan pada setiap ajang yang digelar, baik oleh pemerintah daerah dan juga internal perusahaan seperti saat merayakan HUT maupun pada kegiatan berskala nasional, bahkan internasional yang diikuti.

Setiap HUT Indocement aneka seni yang ada di "Rumah Budaya" dilombakan, seperti tari topeng dan lukis kaca, di mana pesertanya mencapai 500 orang pelajar SD dan SMP dari belasan desa Palimanan. Karena itu, " Rumah Budaya" mencoba menumbuhkan dan mengembangkan berbagai jenis budaya lokal yang keberadaannya mulai pudar.

Di antaranya adalah batik tulis khas Ciwaringin, tari topeng, tari kontemporer, dan seni lukis kaca.

"Pada 2017, kami sudah merencanakan untuk mengangkat jenis
seni angklung bungko, drama atau sandiwara tradisional," katanya.


"Gizi" seniman

Pelatih lukis kaca di "Rumah Budaya" Insan S. Adjip mengatakan pihaknya mengapresiasi langkah Indocement dalam menggali dan melestarikan budaya lokal yang mulai pudar di masyarakat, seperti kerajinan lukis kaca.
"Sulit mencari sanggar budaya yang mengajarkan lukis kaca akibat sulitnya mencari pelatih maupun muridnya," katanya.

Lukis kaca termasuk sebagai kesenian yang cukup susah, membutuhkan ketekunan dan kesabaran karena berbeda dengan lukis biasa.

Tingginya tingkat kesulitan yang dihadapi mempengaruhi animo masyarakat untuk menekuni lukis kaca.

Ia membandingkan jika mencari guru atau sanggar yang mengajarkan tari topeng kemungkinan masih mudah -- karena jenis tariat ini sudah cukup mengakar di masyarakat --, namun untuk yang menekuni lukis kaca bisa dihitung dengan jari.

"Lukis kaca terbilang sangat unik dan langka. Di Cirebon pun amat jarang ditemukan kerajinan lukis kaca," kata Insan dan
menambahkan biasanya pelaku seni ini didominasi oleh kaum pria.

Namun yang terjadi di "Rumah Budaya" justru sebaliknya, di mana jumlah peserta dari kaum hawa lebih banyak dibandingkan kaum pria.

"Pada 2010 jarang sekali ada peserta latihan perempuan.
Sekarang jumlah peserta perempuan justru lebih banyak. Ini cukup menggembirakan, dan di luar dugaan," katanya.

Latihan lukis kaca diikuti sebanyak 32 orang peserta dari 16 SD di sekitar pabrik. Para peserta yang dilatih adalah murid kelas 4 hingga kelas 6.

Yang menjadi keprihatinan guru lukis kaca itu, jenis budaya yang satu ini belum mendapatkan perhatian dari pemerintah daerah.

Lukis kaca nyaris tidak mendapatkan ruang. Itu dibuktikan dengan tidak adanya ajang kompetisi yang digagas oleh dinas terkait.

Alhasil kerajinan ini seolah tersisih dan sulit berkembang.

Jika kondisi ini terus dibiarkan dikhawatirkan kesenian ini akan pudar akibat ditinggalkan masyarakat.

Sementara itu, pelatih tari topeng Baitah menambahkan, masyarakat desa-desa lingkar pabrik Indocement cukup antusias mengikuti berbagai program pengembangan budaya lokal yang digalakkan di "Rumah Budaya" itu.

Antusiasme ditunjukkan dengan jalinan kerja sama yang baik dengan sekolah-sekolah yang menjadi sasaran program, yaitu 16 SD sekitar pabrik.

Sasaran pelatihan di "Rumah Budaya" ini adalah pelajar kelas IV hingga kelas VI SD, di mana setiap sekolah diminta mengirimkan dua orang untuk menjadi peserta pelatihan.

Kendala terbesar dalam pelatihan tari topeng maupun aneka jenis budaya lainnya, yaitu jauhnya lokasi sekolah-sekolah atau desa-desa mitra. Hal ini cukup berpengaruh, karena peserta pelatihan terdiri atas anak-anak kelas IV-VI SD.

Mereka mesti diantarkan oleh orang tua atau keluarganya untuk ikut latihan. Umumnya siswa yang tidak bisa ikut latihan, karena tidak ada orang tua yang mengantarkan baik karena faktor kesibukan maupun alasan lain.


Toreh prestasi

Sumedi, pegawai negeri sipil (PNS) yang bekerja di Puskesmas Ciwaringin, adalah salah satu orang tua yang mendukung penuh anaknya dalam kegiatan di "Rumah Budaya".

Program itu dinilainya terbukti efektif mendongkrak prestasi pelajar yang dibina.

Sentuhan "Rumah Budaya" terbukti berhasil melahirkan bibit-bibit andal di bidang budaya. Kini SD-SD sekitar Indocement mulai diperhitungkan pada berbagai ajang lomba budaya tingkat Kabupaten Cirebon.

Duta-duta yang dikirimkan mulai menunjukkan prestasi dengan menyabet gelar kontestan terbaik.

Torehan prestasi membanggakan dimaksud antara lain ditunjukkan anak kandungnya, Devina Azahra. Ia tercatat dua kali menjuarai ajang lomba tingkat Kabupaten Cirebon.

Prestasi pertama ditorehkan pada ajang lomba tari Topeng Kelana perorangan tingkat Kabupaten Cirebon, yang digagas Dinas Pendidikan dalam rangka Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas).

Atas prestasinya tersebut, Devina Azahra yang kini tercatat sebagai siswi SMP Negeri 2 Ciwaringin mendapatkan penghargaan berupa piagam yang diserahkan secara langsung oleh Bupati Cirebon pada puncak peringatan Hardiknas 2016.

Pewarta: Andy Jauhari

Editor : Andi Firdaus


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016