Hangatnya suasana politik sudah bisa dirasakan oleh masyarakat menjelang Pemilu 2024. Sosialisasi melalui alat peraga yang dilakukan bakal calon presiden dan bakal calon wakil presiden, partai politik, maupun bakal calon legislatif, sudah mulai terpampang di jalanan kota maupun di kampung-kampung.
Baliho caleg dengan gambar wajah-wajah yang tersenyum lebar dengan segala janji-janjinya telah menjadi pemandangan yang tidak asing di sepanjang jalan kota. Karena belum waktunya masa kampanye, maka pemasangan baliho itu digolongkan sebagai kegiatan sosialisasi, meskipun secara substansi sulit dibedakan dengan kegiatan kampanye.
Semenjak Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia mengumumkan daftar calon sementara (DCS) kepada publik pada 19 Agustus 2023, alat peraga milik para bakal calon anggota legislatif (caleg) bertebaran di jalan-jalan, kampung atau tempat publik lainnya.
Bahkan, jauh sebelum di DCS diumumkan, sejumlah caleg, baik untuk DPR RI, DPD RI, DPRD provinsi maupun DPRD kabupaten/kota, sudah mulai menyosialisasikan dirinya melalui alat peraga, berupa baliho, spanduk, banner, dan lainnya. Hal itu terjadi hampir di semua daerah di Indonesia.
Namun demikian, ada juga bakal caleg yang belum bergerak masif memasang alat peraganya karena masih menunggu pengumuman resmi dari KPU mengenai daftar calon tetap (DCT) yang akan diumumkan ke publik pada Oktober mendatang. Kebanyakan dari meraka adalah caleg yang saat ini menjabat anggota legislatif atau petahana.
Baca juga: Bawaslu Bekasi ingatkan peserta Pemilu Serentak 2024 soal tata cara pasang APK
Maraknya alat peraga, khususnya di kota-kota besar, seringkali merusak estetika kota karena dipasang secara sembarangan. Bahkan ada sebagian caleg yang memasang alat peraganya di pohon-pohon. Selain merusak lingkungan, hal ini juga melanggar peraturan daerah (perda).
Bahkan ada juga diduga melanggar ketentuan penggunaan pedestrian. Salah satu baliho tersebut adalah baliho yang dipasang di pedestrian Jalan Imam Bonjol, Tegalsari, Surabaya. Baliho bakal caleg itu dipasang dengan cara permanen, yakni dengan dicor pada pedestrian.
Personel Satuan Polisi Pamong Praja Pemerintah Kota Surabaya sudah hendak melakukan penertiban atas ditemukannya baliho tersebut, namun akhirnya dibongkar sendiri oleh pemiliknya, setelah si caleg menerima peringatan dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait peraturan masa kampanye yang belum waktunya.
Meskipun demikian, beberapa baliho lainnya yang melanggar peraturan sudah ditertibkan oleh satpol PP.
Sosialisasi dan kampanye
Pasal 79 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilihan Umum menjelaskan bahwa sosialisasi dan pendidikan politik dilakukan dengan metode pemasangan bendera partai politik peserta pemilu dan nomor urutnya. Selain itu, bisa berupa pertemuan terbatas dengan pemberitahuan secara tertulis kepada KPU dan Bawaslu, sesuai tingkatannya.
Bawaslu kemudian menjelaskan perbedaan antara alat peraga sosialisasi dengan alat peraga kampanye. Penjelasan itu diberikan karena saat ini masih banyak partai politik yang melakukan pelanggaran dengan memasang alat peraga kampanye di berbagai daerah.
Saat ini, Pemilu 2024 belum memasuki masa kampanye, melainkan baru pada tahapan sosialisasi, sehingga yang boleh dipasang oleh partai politik hanya alat peraga sosialisasi.
Lalu, apa yang boleh dilakukan oleh partai politik maupun para calon anggota legislatif di masa sosialisasi?
Pertama, bendera partai dengan nomor urut partai itu boleh dipasang karena memang inilah esensi dari masa sosialisasi. Kedua, alat peraga sosialisasi tidak mengandung unsur visi hingga foto caleg.
Baca juga: Bawaslu Karawang mulai tertibkan alat peraga kampanye di tempat terlarang
Dengan pembatasan seperti itu, maka alat peraga sosialisasi dengan alat peraga kampanye itu jelas berbeda. Alat peraga yang berisikan visi misi, program dan gambar calon anggota legislatif sudah masuk ke dalam kategori alat peraga kampanye.
Bawaslu juga mengizinkan partai politik melakukan pertemuan internal secara terbatas selama masa sosialisasi. Kendati demikian, syaratnya harus memberi informasi kepada KPU dan Bawaslu, satu hari sebelum acara pelaksanaan.
Karena itu tidak ada masalah jika di jalan-jalan protokol itu ada bendera parpol. Itu merupakan bagian sosialisasi, tapi bukan foto wajah para caleg.
Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilu 2024 menyebutkan masa kampanye baru akan dimulai pada 28 November 2023 sampai dengan 10 Februari 2024. Namun, sebelum itu, para peserta pemilu diperbolehkan melakukan sosialisasi kepada masyarakat, tanpa ajakan untuk memilih mereka.
Bawaslu di berbagai daerah sebelumnya menemukan banyak pelanggaran pemasangan alat peraga kampanye Pemilu 2024. Meskipun demikian, Bawaslu belum mengambil tindakan dan hanya meminta caleg, partai, atau pemerintah daerah, untuk menurunkan spanduk atau baliho tersebut.
Estetika
Dalam beberapa tahun terakhir, baliho-baliho ini tidak hanya menjadi bagian kampanye politik, tetapi juga membuat kurang nyaman pemandangan mata warga yang melewati area tempat baliho atau spanduk dipasang.
Setiap kota memiliki karakter uniknya sendiri yang tercermin dalam arsitektur, taman, dan desain jalannya. Parpol dan para caleg harus menyadari bahwa baliho-baliho yang besar dan mencolok ini mengganggu harmoni visual kota dan citra estetik yang telah dibangun dengan susah payah oleh pemerintah daerah.
Selain itu, baliho-baliho caleg juga membanjiri ruang publik yang seharusnya menjadi tempat bagi interaksi sosial dan aktivitas masyarakat. Jalan-jalan yang dulu menjadi tempat berjalan kaki yang menyenangkan atau berkumpul dengan teman-teman, jangan kemudian digangggu oleh hadirnya iklan politik yang belum waktunya dipasang.
Di satu sisi, masyarakat memiliki hak untuk mendapatkan informasi tentang caleg dan program-program mereka. Namun, ada cara yang lebih bagus untuk melakukan sosialisasi, yang pada saatnya akan berkampanye politik, tanpa merusak estetika kota dan lingkungan, yakni melalui sarana digital yang menuntut kita kreatif dan edukatif.
Di era teknologi informasi ini, kampanye politik dapat lebih efektif dilakukan secara digital. Caleg dapat menggunakan media sosial, situs web, dan platform daring lainnya untuk menyampaikan pesan-pesan mereka kepada pemilih. Model ini juga untuk menyauti kecenderungan pilihan informasi anak-anak muda saat ini, yang tidak hanya bergantung pada baliho atau spanduk.
Baca juga: APK dominasi pelanggaran Pemilu di Sukabumi
Untuk kampanye kreatif dan edukatif, caleg dapat mengadopsi pendekatan yang lebih kreatif dan edukatif dalam kampanye mereka. Seperti halnya, mengadakan pelatihan, seminar, lokakarya, atau diskusi terbuka tentang isu-isu penting yang dihadapi masyarakat, seperti UMKM, kesehatan masyarakat di daerah, pencegahan stunting, dan sebagainya yang dapat meningkatkan interaksi dan pemahaman antara caleg dengan calon pemilih.
Jika kampanye digital tersebut bisa dilakukan secara optimal, maka di satu sisi caleg ikut berpartisipasi menjaga estetika kota agar tetap indah, tanpa mengurangi hak masyarakat untuk mendapatkan informasi mengenai visi dan misi parpol serta caleg.
Selain itu, caleg dapat tetap berkomunikasi dengan pemilih tanpa merusak lingkungan dan mengganggu keseimbangan visual kota. Hal itu bisa dilakukan dengan kerja sama antara caleg, masyarakat, dan pihak berwenang, maka akan didapatkan kampanye politik yang lebih bermakna dan berdampak positif bagi semua masyarakat luas.
Kita semua harus ikut menjadi bagian dari proses dan pelaksanaan Pemilu 2024 berjalan lancar, sukses, dan sesuai peraturan. Pada akhirnya, kita mendapatkan calon wakil rakyat yang dikehendaki masyarakat dan mampu memperjuangkan kepentingan bersama.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023
Baliho caleg dengan gambar wajah-wajah yang tersenyum lebar dengan segala janji-janjinya telah menjadi pemandangan yang tidak asing di sepanjang jalan kota. Karena belum waktunya masa kampanye, maka pemasangan baliho itu digolongkan sebagai kegiatan sosialisasi, meskipun secara substansi sulit dibedakan dengan kegiatan kampanye.
Semenjak Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia mengumumkan daftar calon sementara (DCS) kepada publik pada 19 Agustus 2023, alat peraga milik para bakal calon anggota legislatif (caleg) bertebaran di jalan-jalan, kampung atau tempat publik lainnya.
Bahkan, jauh sebelum di DCS diumumkan, sejumlah caleg, baik untuk DPR RI, DPD RI, DPRD provinsi maupun DPRD kabupaten/kota, sudah mulai menyosialisasikan dirinya melalui alat peraga, berupa baliho, spanduk, banner, dan lainnya. Hal itu terjadi hampir di semua daerah di Indonesia.
Namun demikian, ada juga bakal caleg yang belum bergerak masif memasang alat peraganya karena masih menunggu pengumuman resmi dari KPU mengenai daftar calon tetap (DCT) yang akan diumumkan ke publik pada Oktober mendatang. Kebanyakan dari meraka adalah caleg yang saat ini menjabat anggota legislatif atau petahana.
Baca juga: Bawaslu Bekasi ingatkan peserta Pemilu Serentak 2024 soal tata cara pasang APK
Maraknya alat peraga, khususnya di kota-kota besar, seringkali merusak estetika kota karena dipasang secara sembarangan. Bahkan ada sebagian caleg yang memasang alat peraganya di pohon-pohon. Selain merusak lingkungan, hal ini juga melanggar peraturan daerah (perda).
Bahkan ada juga diduga melanggar ketentuan penggunaan pedestrian. Salah satu baliho tersebut adalah baliho yang dipasang di pedestrian Jalan Imam Bonjol, Tegalsari, Surabaya. Baliho bakal caleg itu dipasang dengan cara permanen, yakni dengan dicor pada pedestrian.
Personel Satuan Polisi Pamong Praja Pemerintah Kota Surabaya sudah hendak melakukan penertiban atas ditemukannya baliho tersebut, namun akhirnya dibongkar sendiri oleh pemiliknya, setelah si caleg menerima peringatan dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait peraturan masa kampanye yang belum waktunya.
Meskipun demikian, beberapa baliho lainnya yang melanggar peraturan sudah ditertibkan oleh satpol PP.
Sosialisasi dan kampanye
Pasal 79 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilihan Umum menjelaskan bahwa sosialisasi dan pendidikan politik dilakukan dengan metode pemasangan bendera partai politik peserta pemilu dan nomor urutnya. Selain itu, bisa berupa pertemuan terbatas dengan pemberitahuan secara tertulis kepada KPU dan Bawaslu, sesuai tingkatannya.
Bawaslu kemudian menjelaskan perbedaan antara alat peraga sosialisasi dengan alat peraga kampanye. Penjelasan itu diberikan karena saat ini masih banyak partai politik yang melakukan pelanggaran dengan memasang alat peraga kampanye di berbagai daerah.
Saat ini, Pemilu 2024 belum memasuki masa kampanye, melainkan baru pada tahapan sosialisasi, sehingga yang boleh dipasang oleh partai politik hanya alat peraga sosialisasi.
Lalu, apa yang boleh dilakukan oleh partai politik maupun para calon anggota legislatif di masa sosialisasi?
Pertama, bendera partai dengan nomor urut partai itu boleh dipasang karena memang inilah esensi dari masa sosialisasi. Kedua, alat peraga sosialisasi tidak mengandung unsur visi hingga foto caleg.
Baca juga: Bawaslu Karawang mulai tertibkan alat peraga kampanye di tempat terlarang
Dengan pembatasan seperti itu, maka alat peraga sosialisasi dengan alat peraga kampanye itu jelas berbeda. Alat peraga yang berisikan visi misi, program dan gambar calon anggota legislatif sudah masuk ke dalam kategori alat peraga kampanye.
Bawaslu juga mengizinkan partai politik melakukan pertemuan internal secara terbatas selama masa sosialisasi. Kendati demikian, syaratnya harus memberi informasi kepada KPU dan Bawaslu, satu hari sebelum acara pelaksanaan.
Karena itu tidak ada masalah jika di jalan-jalan protokol itu ada bendera parpol. Itu merupakan bagian sosialisasi, tapi bukan foto wajah para caleg.
Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilu 2024 menyebutkan masa kampanye baru akan dimulai pada 28 November 2023 sampai dengan 10 Februari 2024. Namun, sebelum itu, para peserta pemilu diperbolehkan melakukan sosialisasi kepada masyarakat, tanpa ajakan untuk memilih mereka.
Bawaslu di berbagai daerah sebelumnya menemukan banyak pelanggaran pemasangan alat peraga kampanye Pemilu 2024. Meskipun demikian, Bawaslu belum mengambil tindakan dan hanya meminta caleg, partai, atau pemerintah daerah, untuk menurunkan spanduk atau baliho tersebut.
Estetika
Dalam beberapa tahun terakhir, baliho-baliho ini tidak hanya menjadi bagian kampanye politik, tetapi juga membuat kurang nyaman pemandangan mata warga yang melewati area tempat baliho atau spanduk dipasang.
Setiap kota memiliki karakter uniknya sendiri yang tercermin dalam arsitektur, taman, dan desain jalannya. Parpol dan para caleg harus menyadari bahwa baliho-baliho yang besar dan mencolok ini mengganggu harmoni visual kota dan citra estetik yang telah dibangun dengan susah payah oleh pemerintah daerah.
Selain itu, baliho-baliho caleg juga membanjiri ruang publik yang seharusnya menjadi tempat bagi interaksi sosial dan aktivitas masyarakat. Jalan-jalan yang dulu menjadi tempat berjalan kaki yang menyenangkan atau berkumpul dengan teman-teman, jangan kemudian digangggu oleh hadirnya iklan politik yang belum waktunya dipasang.
Di satu sisi, masyarakat memiliki hak untuk mendapatkan informasi tentang caleg dan program-program mereka. Namun, ada cara yang lebih bagus untuk melakukan sosialisasi, yang pada saatnya akan berkampanye politik, tanpa merusak estetika kota dan lingkungan, yakni melalui sarana digital yang menuntut kita kreatif dan edukatif.
Di era teknologi informasi ini, kampanye politik dapat lebih efektif dilakukan secara digital. Caleg dapat menggunakan media sosial, situs web, dan platform daring lainnya untuk menyampaikan pesan-pesan mereka kepada pemilih. Model ini juga untuk menyauti kecenderungan pilihan informasi anak-anak muda saat ini, yang tidak hanya bergantung pada baliho atau spanduk.
Baca juga: APK dominasi pelanggaran Pemilu di Sukabumi
Untuk kampanye kreatif dan edukatif, caleg dapat mengadopsi pendekatan yang lebih kreatif dan edukatif dalam kampanye mereka. Seperti halnya, mengadakan pelatihan, seminar, lokakarya, atau diskusi terbuka tentang isu-isu penting yang dihadapi masyarakat, seperti UMKM, kesehatan masyarakat di daerah, pencegahan stunting, dan sebagainya yang dapat meningkatkan interaksi dan pemahaman antara caleg dengan calon pemilih.
Jika kampanye digital tersebut bisa dilakukan secara optimal, maka di satu sisi caleg ikut berpartisipasi menjaga estetika kota agar tetap indah, tanpa mengurangi hak masyarakat untuk mendapatkan informasi mengenai visi dan misi parpol serta caleg.
Selain itu, caleg dapat tetap berkomunikasi dengan pemilih tanpa merusak lingkungan dan mengganggu keseimbangan visual kota. Hal itu bisa dilakukan dengan kerja sama antara caleg, masyarakat, dan pihak berwenang, maka akan didapatkan kampanye politik yang lebih bermakna dan berdampak positif bagi semua masyarakat luas.
Kita semua harus ikut menjadi bagian dari proses dan pelaksanaan Pemilu 2024 berjalan lancar, sukses, dan sesuai peraturan. Pada akhirnya, kita mendapatkan calon wakil rakyat yang dikehendaki masyarakat dan mampu memperjuangkan kepentingan bersama.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023