Bogor (Antara Megapolitan) - Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Bogor, Jawa Barat melemburkan seluruh anggota kebersihan untuk mengangkut semua sampah yang menumpuk untuk segera dibuang ke TPA Galuga setelah pemblokiran dibuka kembali.
"TPA Galuga sudah dibuka kembali Minggu (20/11) kemarin, sejak saat ini seluruh anggota DKP dilemburkan untuk mengangkut semua sampah yang masih menumpuk," kata Sekretaris DKP Elia Buntang, di Bogor, Selasa.
Ia mengakui, dampak pemblokiran yang dilakukan oleh Warga TPA Galuga dibawah koordinator Galuga Center menimbulkan tumpukan sampah di sejumlah penampungan sementara, termasuk di pasar yang paling tinggi produktivitas sampah rumah tangganya.
Untuk mengurangi tumpukan sampah tersebut, lanjutnya, pengangkutan sampah terus dilakukan sejak akhir pekan kemarin. Beberapa petugas bekerja penuh mengangkut sampah ke TPA Galuga hingga empat kali ritasi (perjalanan pulang pergi).
"Timbunan sampah selain menjadi pemadangan yang tidak sedap dipandang mata, juga menimbulkan pencemaran udara karena aroma busuk dari sampah rumah tangga, jika dibiarkan dapat menimbulkan penyakit," katanya.
Berkat kerja keras petugas kebersihan, lanjut Elia, timbunan sampah yang sejak pekan lalu menumpuk terus berkurang hingga hari ini. Kini yang tersisa hanya 25 persen dari total sampah yang menumpuk selama tiga hari.
Aksi pemblokiran truk sampah dari Kota Bogor oleh warga bukan yang pertama kalinya. Protes yang dilakukan warga sudah berulang kali.
Menurut Koordinator Galuga Center Wardi, sejak 1985 warga Desa Galuga terutama petani dirugikan dengan adanya aktivitas pembuangan sampah di Galuga.
Ia mengatakan, lahan pertanian milik warga sekitar tercemar oleh air lindih yang dihasilkan dari TPA Galuga. Petani tidak mendapatkan hasil maksimal yang menunjang perekonomiannya.
"Dulu warga disana bercocoktanam palawija, lalu diarahkan menanam padi, karena ada TPA, memang padinya hidup tapi tidak ekonomis bagi warga," katanya.
Berdasarkan hitungan dari BPS, lanjut Wardi, total ganti rugi yang harus dibayarkan oleh Pemerintah Kota dan Kabupaten Bogor sebesar Rp3,9 miliar dengan luas lahan pertanian yang terdampak 9,4 hektare. Total ada 5.000 jiwa di Desa Galuga yang dirugikan.
Dalam satu hari Kota Bogor memproduksi sampah sebanyak 2.673 meter kubik. Dari 127 unit armada truk sampah yang dimiliki DKP Kota Bogor mampu mengangkut 700 ton sampah setiap harinya.
Setiap hari sampah yang diproduksi hanya terangkut sekitar 70 persen oleh armada, sisa 30 persen tidak terangkut. Dari 30 persen yang tidak terangkut, diolah di masyarakat melalui TPS 3R sebesar 10 -15 persen.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016
"TPA Galuga sudah dibuka kembali Minggu (20/11) kemarin, sejak saat ini seluruh anggota DKP dilemburkan untuk mengangkut semua sampah yang masih menumpuk," kata Sekretaris DKP Elia Buntang, di Bogor, Selasa.
Ia mengakui, dampak pemblokiran yang dilakukan oleh Warga TPA Galuga dibawah koordinator Galuga Center menimbulkan tumpukan sampah di sejumlah penampungan sementara, termasuk di pasar yang paling tinggi produktivitas sampah rumah tangganya.
Untuk mengurangi tumpukan sampah tersebut, lanjutnya, pengangkutan sampah terus dilakukan sejak akhir pekan kemarin. Beberapa petugas bekerja penuh mengangkut sampah ke TPA Galuga hingga empat kali ritasi (perjalanan pulang pergi).
"Timbunan sampah selain menjadi pemadangan yang tidak sedap dipandang mata, juga menimbulkan pencemaran udara karena aroma busuk dari sampah rumah tangga, jika dibiarkan dapat menimbulkan penyakit," katanya.
Berkat kerja keras petugas kebersihan, lanjut Elia, timbunan sampah yang sejak pekan lalu menumpuk terus berkurang hingga hari ini. Kini yang tersisa hanya 25 persen dari total sampah yang menumpuk selama tiga hari.
Aksi pemblokiran truk sampah dari Kota Bogor oleh warga bukan yang pertama kalinya. Protes yang dilakukan warga sudah berulang kali.
Menurut Koordinator Galuga Center Wardi, sejak 1985 warga Desa Galuga terutama petani dirugikan dengan adanya aktivitas pembuangan sampah di Galuga.
Ia mengatakan, lahan pertanian milik warga sekitar tercemar oleh air lindih yang dihasilkan dari TPA Galuga. Petani tidak mendapatkan hasil maksimal yang menunjang perekonomiannya.
"Dulu warga disana bercocoktanam palawija, lalu diarahkan menanam padi, karena ada TPA, memang padinya hidup tapi tidak ekonomis bagi warga," katanya.
Berdasarkan hitungan dari BPS, lanjut Wardi, total ganti rugi yang harus dibayarkan oleh Pemerintah Kota dan Kabupaten Bogor sebesar Rp3,9 miliar dengan luas lahan pertanian yang terdampak 9,4 hektare. Total ada 5.000 jiwa di Desa Galuga yang dirugikan.
Dalam satu hari Kota Bogor memproduksi sampah sebanyak 2.673 meter kubik. Dari 127 unit armada truk sampah yang dimiliki DKP Kota Bogor mampu mengangkut 700 ton sampah setiap harinya.
Setiap hari sampah yang diproduksi hanya terangkut sekitar 70 persen oleh armada, sisa 30 persen tidak terangkut. Dari 30 persen yang tidak terangkut, diolah di masyarakat melalui TPS 3R sebesar 10 -15 persen.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016