Hasil survei Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) menunjukkan bahwa untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sebanyak 68,9 persen pengemudi ojek daring di Jabodetabek mengaku harus bekerja antara 9 hingga 16 jam per hari.
Direktur IDEAS Yusuf Wibisono dalam keterangan tertulisnya di Jakarta pada Selasa, mengatakan, survei non-probabilitas tersebut dilaksanakan pada rentang April sampai Mei 2023 terhadap 225 pengemudi ojek daring di 10 simpul transportasi di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek).
Selain jam kerja yang panjang, pihaknya menemukan sebanyak 79,6 persen responden memiliki 6-7 hari kerja, melebihi batas normal 5 hari kerja. "Bahkan 42,2 persen responden mengaku setiap hari bekerja tanpa libur dalam sepekan,” ujar Yusuf.
Kombinasi waktu kerja yang sangat panjang dan tempat utama kerja adalah jalan raya membuat mitra ojek daring terpapar dan memiliki risiko kecelakaan kerja yang tinggi.
Baca juga: Kemenhub terbitkan aturan baru batas tarif ojek daring dalam tiga zona
Dengan sebagian besar waktu kerja dihabiskan di jalan raya, dikombinasikan dengan kondisi tubuh yang kelelahan akibat jam kerja yang panjang, mengalami kecelakaan menjadi tidak terhindarkan.
“Sebanyak 31,6 persen responden mengaku pernah mengalami kecelakaan selama menjadi mitra ojek daring, dengan 2,7 persen di antaranya mengalami luka berat dan motor rusak berat,” kata Yusuf.
Ironisnya, dengan sifat dan desain pekerjaan yang membuatnya terpapar risiko tinggi kecelakaan, mitra ojek daring tidak dilindungi dengan jaminan kesehatan dan jaminan kecelakaan kerja yang memadai.
Baca juga: Kisah pengemudi ojek daring yang merasakan manfaat BPJS Kesehatan
Sebesar 35,1 persen responden mengaku tidak memiliki jaminan kesehatan (BPJS Kesehatan). "Hanya 12,9 persen dari responden yang memiliki BPJS Kesehatan karena bantuan atau difasilitasi oleh perusahaan aplikasi,” ujar Yusuf.
Peneliti IDEAS Muhammmad Anwar menyatakan, angka 9 hingga 16 jam kerja di atas dihitung saat pengendara ojek daring berada di luar rumah. Namun bisa saja total perjalanan atau waktu aktifnya kendaraan bermotor hanya 4 hingga 6 jam (dilihat dari rata-rata kilometer/per kendaraan), selebihnya mangkal di tempat berkumpul/pinggir jalan.
Anwar menambahkan, pihaknya belum menghitung ambang batas emisi yang dikeluarkan oleh pengendara sepeda motor setiap mengaktifkan kendaraannya.
Baca juga: Polantas beri edukasi tentang keamanan berlalu lintas kepada ojol
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menetapkan kadar dan kandungan zat pada asap kendaraan antara lain Karbon Monoksida (CO), Hidrokarbon (HC), Karbon Dioksida (CO2), Oksigen (O2), dan Nitrogen Oksida (NO2) tidak boleh melewati ambang batas yang diatur dalam Pergub DKI Jakarta Nomor 31 Tahun 2008.
Setiap uji emisi yang dilakukan antara 5-7 menit saja, gas buang kendaraan normalnya memiliki kadar CO2 di bawah 1,5 persen dengan HC di bawah 200 parts per million (ppm) untuk mobil bensin tahun produksi di atas 2007, dan CO maksimal 4,5 persen dan HC 2.000 ppm untuk sepeda motor produksi di atas 2010.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023
Direktur IDEAS Yusuf Wibisono dalam keterangan tertulisnya di Jakarta pada Selasa, mengatakan, survei non-probabilitas tersebut dilaksanakan pada rentang April sampai Mei 2023 terhadap 225 pengemudi ojek daring di 10 simpul transportasi di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek).
Selain jam kerja yang panjang, pihaknya menemukan sebanyak 79,6 persen responden memiliki 6-7 hari kerja, melebihi batas normal 5 hari kerja. "Bahkan 42,2 persen responden mengaku setiap hari bekerja tanpa libur dalam sepekan,” ujar Yusuf.
Kombinasi waktu kerja yang sangat panjang dan tempat utama kerja adalah jalan raya membuat mitra ojek daring terpapar dan memiliki risiko kecelakaan kerja yang tinggi.
Baca juga: Kemenhub terbitkan aturan baru batas tarif ojek daring dalam tiga zona
Dengan sebagian besar waktu kerja dihabiskan di jalan raya, dikombinasikan dengan kondisi tubuh yang kelelahan akibat jam kerja yang panjang, mengalami kecelakaan menjadi tidak terhindarkan.
“Sebanyak 31,6 persen responden mengaku pernah mengalami kecelakaan selama menjadi mitra ojek daring, dengan 2,7 persen di antaranya mengalami luka berat dan motor rusak berat,” kata Yusuf.
Ironisnya, dengan sifat dan desain pekerjaan yang membuatnya terpapar risiko tinggi kecelakaan, mitra ojek daring tidak dilindungi dengan jaminan kesehatan dan jaminan kecelakaan kerja yang memadai.
Baca juga: Kisah pengemudi ojek daring yang merasakan manfaat BPJS Kesehatan
Sebesar 35,1 persen responden mengaku tidak memiliki jaminan kesehatan (BPJS Kesehatan). "Hanya 12,9 persen dari responden yang memiliki BPJS Kesehatan karena bantuan atau difasilitasi oleh perusahaan aplikasi,” ujar Yusuf.
Peneliti IDEAS Muhammmad Anwar menyatakan, angka 9 hingga 16 jam kerja di atas dihitung saat pengendara ojek daring berada di luar rumah. Namun bisa saja total perjalanan atau waktu aktifnya kendaraan bermotor hanya 4 hingga 6 jam (dilihat dari rata-rata kilometer/per kendaraan), selebihnya mangkal di tempat berkumpul/pinggir jalan.
Anwar menambahkan, pihaknya belum menghitung ambang batas emisi yang dikeluarkan oleh pengendara sepeda motor setiap mengaktifkan kendaraannya.
Baca juga: Polantas beri edukasi tentang keamanan berlalu lintas kepada ojol
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menetapkan kadar dan kandungan zat pada asap kendaraan antara lain Karbon Monoksida (CO), Hidrokarbon (HC), Karbon Dioksida (CO2), Oksigen (O2), dan Nitrogen Oksida (NO2) tidak boleh melewati ambang batas yang diatur dalam Pergub DKI Jakarta Nomor 31 Tahun 2008.
Setiap uji emisi yang dilakukan antara 5-7 menit saja, gas buang kendaraan normalnya memiliki kadar CO2 di bawah 1,5 persen dengan HC di bawah 200 parts per million (ppm) untuk mobil bensin tahun produksi di atas 2007, dan CO maksimal 4,5 persen dan HC 2.000 ppm untuk sepeda motor produksi di atas 2010.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023