Bogor (Antara Megapolitan) - Indonesia menjadi rujukan sejumlah negara-negara dalam penerapan perbankan syariah, berdasarkan riset Global Islamic Finance Report (GIFR, UK), tahun 2016 keuangan syariahnya bertumbuh dengan dukungan pemerintah dan negara muslim terbesar di dunia.

"GIFR United Kingdong memprediksikan Indonesia bersama Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Malaysia dan Bahrain menjadi pemain perbankan syariah di tingkat global dan dijadikan rujukan negara-negara lain di dunia untuk belajar," kata Direktur Penelitian, Pembangunan, Pengaturan dan Perizinan Perbankan Syariah, Deden Firman H dalam acara pelatihan jurnalis yang diselenggarakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Bogor, Jawa Barat, Sabtu.

Deden menyebutkan, perbankan syariah di Indonesia setiap tahun bertumbuh dengan baik. Baik di tingkat nasional maupun di tingkat global. Secara global, Indonesia berada di peringkat keenam setelah Turki, yakni 2,5 persen, sedangkan secara nasional pertumbuhannya 4,7 persen.

Secara global pertumbuhan perbankan syariah tertinggi dipegang oleh Saudi Arabia yakni. 33,0 persen, sedangkan secara nasionalnya 51,2 persen. Peringkat kedua ada Malaysia pertumbuhan global sebesar 15,5 persen dan secara nasionalnya 21,3 persen.

Sementara itu, perkembangan perbankan syariah secara nasional dari tahun 2006 hingga 2016 menunjukkan pergerakan ke arah bagus. Namun pada tahun 2011 perkembangan aset mencapai 30 persen, setelah 2013, aset berkembang hanya 10 persen.

"Itu karena dulu aset perbankan syariah masih kecil, makanya bertumbuh dua kali lipat, cepat. Sekarang aset sudah mencapai Rp20 triliun, jadi untuk penambahan aset harus Rp30 triliun sehingga agak lambat, tapi bertumbuh," katanya.

Deden mengatakan, tahun 2016 ini diharapkan pertumbuhan perbankan syariah mencapai 11,3 persen, lebih besar dari tahun sebelumnya.

Lebih lanjut ia mengatakan, kondisi dunia saat ini, ada optimisme di Indonesia, punya potensi besar untuk mengembangkan perbankan syariah. Beberapa laporan, Indonesia bersama negara-negara lain yang tergabung dalam QISMUT (Qatar, Indonesia, Arab Saudi, UEA dan Turki) dianggap sebagai negara rujukan pertumbuhan keuangan syariah.

"Sudah banyak negara yang datang untuk belajar, Nigeria, Kazakhtan, Urganda, dan Jepang," katanya.

Deden mengatakan, Jepang secara khusus datang untuk belajar keuangan syariah, untuk mencari alternatif investasi, lewat instrumen syariah. Kondisi di negeri Sakura tersebut jumlah usia pensiun lebih banyak dari usia produktif, sehingga mereka kesulitan mengolah dana investasi karena biaya untuk pensiun lebih besar.

"Jumlah populasi usia pensiuan di Jepang lebih banyak dari usia produktif, mau investasi suku bunga di negeri itu kecil dan iuran kecil, sementara jumlah usia pensiun yang mau dibayarkan besar, jadi mau cari alternatif pembiayaan lewat syariah," katanya.


Pewarta: Laily Rahmawati

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016