Sekelompok warga dan pedagang Pasar Induk Cibitung (PIC) Kabupaten Bekasi, Jawa Barat mendesak penghentian upaya kriminalisasi hukum yang menghambat pembangunan pasar tersebut.

Kelompok masyarakat itu berunjuk rasa di depan Gedung Pengadilan Negeri Cikarang, Komplek Perkantoran Pemerintah Kabupaten Bekasi, Senin, mereka mendesak seluruh persoalan yang menghambat  pembangunan pasar dihentikan.

"Sebenarnya pembangunan pasar sudah harus selesai tapi konflik internal jadi menghambat. Sekarang masyarakat dan pedagang yang kena imbas. Perekonomian juga terhambat kalau seperti ini. Jadi fokus saja ke kepentingan umum yang lebih luas," kata perwakilan pengunjuk rasa dari Forum Peduli Keadilan Bekasi Sirojudin (25) di lokasi, Senin.

Dia meminta seluruh pihak fokus pada penyelesaian pembangunan pasar terbesar di Bekasi Raya itu. Soalnya hingga kini kondisi pasar kian semrawut akibat terbelit persoalan internal pengembang.

Baca juga: Pemkab: Forum Komunikasi Pedagang PIC Bekasi mitra pemda dalam percepatan relokasi

Sirojudin menyebut unjuk rasa ini berkaitan dengan didakwanya Direktur PT Citra Prasasti Konsorindo (Cipako) Cabang Sampang Muhammad Faisol dalam dugaan penggelapan jabatan di Pengadilan Negeri Cikarang.

Dakwaan ini didasarkan oleh pelapor atas nama Muchtar. Belakangan, pelapor dinilai tidak memiliki legal standing menyampaikan laporan karena bukan bagian dari internal perusahaan.

Kasus ini turut mendapat perhatian publik karena berimplikasi pada proses pembangunan Pasar Induk Cibitung. Masyarakat menilai kasus ini cenderung dipaksakan lantaran pada rangkaian sidang yang digelar, pihak penuntut umum tidak mampu membuka bukti otentik atas dakwaan yang disampaikan.

"Maka kami meminta majelis hakim memutuskan dengan seadil-adilnya. Agar demikian secara gamblang diketahui secara legal siapa yang bekerja sama dengan pemerintah daerah dalam proses pembangunan Pasar Induk Cikarang," ucapnya.

Baca juga: Pemkab Bekasi fasilitasi pembentukan forum komunikasi lindungi pedagang di PIC

Sementara itu, dalam persidangan yang mengagendakan pembacaan putusan, Ketua Majelis Hakim Eddy Daulata Sembiring menjatuhkan putusan pidana selama tiga tahun dan enam bulan penjara kepada Faisol.

Putusan ini dijatuhkan atas sejumlah pertimbangan dan fakta persidangan. Majelis pun menolak seluruh pledoi yang disampaikan penasehat hukum, termasuk persoalan legal standing pelapor.

"Jadi itu sepenuhnya kewenangan majelis hakim, telah dibacakan secara lengkap, terdakwa terbukti melakukan tindak pidana penggelapan dalam jabatan. Kemudian para pihak juga sudah disampaikan majelis hakim untuk mempunyai hak pikir-pikir, menerima ataupun mengajukan upaya hukum dalam tujuh hari," kata Humas PN Cikarang Sondra Lambang Linui.

Penasehat hukum terdakwa Wahyu Haryadi menyayangkan putusan yang dibuat majelis hakim. Menurut pihaknya majelis hakim mengaburkan status pelapor yang tidak memiliki kekuatan hukum untuk melaporkan kasus ini.

Baca juga: Pemkab Bekasi ambil alih sementara pengelolaan PIC untuk lindungi pedagang

Dalam fakta persidangan, jaksa penuntut umum tidak bisa membuktikan keterkaitan pelapor dengan kliennya. "Sebenarnya terkait legal standing ini hak siapa yang bisa melapor. Ini antara pemodal dan bukan pemodal. Kalau pelapor sebagai pemodal, silakan buktikan pemodalnya. Kami akan berjuang. Kami melihat tidak ada pembuktian, semuanya hanya bentuk lisan," ucap dia.

Atas dasar itu, Wahyu menegaskan bakal mengajukan banding. "Kami akan ajukan banding terhadap putusan tersebut dan dalam beberapa hari ini kami akan susun. Seperti yang kami yakini, dalam fakta persidangan Haji Muchtar tidak memiliki legal standing dalam kasus ini," kata dia.

Pewarta: Pradita Kurniawan Syah

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023