Pemanasan global semakin parah terjadi, hal ini disebabkan peningkatan kadar CO2 yang dihasilkan oleh emisi kendaraan sebanyak 70 persen. Kementerian Perhubungan menjelaskan pengguna kendaraan meningkat 4,30 persen pada tahun 2021 sebanyak 141.992.573.
Jumlah kendaraan yang cukup banyak juga mempengaruhi keterbatasan ketersediaan minyak bumi sebagai energi tidak terbarukan. Dari data Indonesia Energy Outlook (2019), Indonesia mengalami penurunan produksi pada 10 tahun terakhir (jumlah produksi tahun 2009 sebesar 346 juta barel dan 283 juta barel pada tahun 2018). Keterbatasan minyak bumi ini membuat Indonesia ketergantungan impor sebesar 35 persen.
Upaya pemerintah untuk mengatasi permasalahan energi dan lingkungan dengan mencanangkan program “Zero Emisi, yang bertujuan untuk peningkatan efisiensi energi, ketahanan energi, dan konservasi energi sektor transportasi, dan terwujudnya energi bersih, kualitas udara bersih dan ramah lingkungan, serta komitmen Indonesia menurunkan emisi gas rumah kaca.
Keseriusan Pemerintah terhadap pelaksanaan program “Zero Emisi” dengan mengkonversi kendaraan Bahan Bakar Minyak (BBM) menjadi Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB). Presiden Joko Widodo menetapkan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 sebagai bentuk percepatan pelaksanaan program penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle).
Subsidi Penggunaan KBLBB
Untuk mempercepat penggunaan KBLBB pemerintah memberikan subsidi kepada pengguna KBLBB pada 20 Maret 2023. Menurut Milton H. Spencer dan Orley M. Amos Jr. menjelaskan subsidi merupakan suatu pembayaran yang dilakukan oleh pemerintah agar dapat meringankan beban penerima untuk meningkatkan daya beli atau purchasing power.
Subsidi biasanya diperuntukkan bagi masyarakat menengah ke bawah dengan tujuan meringankan beban hidup masyarakat. Pada sektor perekonomian subsidi berpengaruh pada intervensi pasar dan membantu menurunkan harga di bawah harga rata-rata.
Pemerintah memberikan subsidi kepada 1 NIK pengguna KBLBB berupa pemotongan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk kendaraan yang memiliki Tingkat Komponen Dalam Negeri minimal 40 persen.
Pada Peraturan Menteri Keuangan No. 38 Tahun 2023 Pasal 4 menjelaskan PPN untuk mobil dan bus listrik sebesar 11 persen dari harga jual dan mendapatkan insentif sebesar 10 persen, sehingga PPN yang harus dibayarkan sebesar 1 persen. Untuk bus listrik pemerintah memberikan insentif sebesar 5 persen dari PPN.
Adapun merek kendaraan motor listrik yang mendapat subsidi ialah Smoot, Viar, dan United, sedangkan untuk kendaraan mobil listrik Hyundai Ioniq 5 dan Wuling Air Ev.
Untuk harga termurah mobil listrik sebesar 243 juta dengan subsidi PPN sebesar 24,3 juta, sehingga harga yang harus dibayarkan sebesar 218,7 juta dengan jenis mobil Wulling Air Ev standard yang memiliki kapasitas baterai 18 kWh dengan jarak tempuh 200 km. Sedangkan untuk jenis mobil listrik Hyundai Ioniq 5 prime dengan harga termurah dibandrol sebesar 748 juta dengan subsidi PPN sebesar 74,8 juta dan sisa yang harus dibayarkan sebesar 673,2 juta.
Data dari surveyor Indonesia (PTSI) peminat program subsidi KBLBB sebanyak 114 calon konsumen yang disetujui untuk mendapatkan subsidi tersebut. Jika di bandingkan dengan target 200 ribu unit sampai 31 Desember, hal ini dianggap masih minimnya minat masyarakat dalam menggunakan KBLBB.
Pada pelaksanaannya kebijakan subsidi ini menuai pro dan kontra. Mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan berpendapat bahwa kebijakan subsidi KBLBB kurang tepat sasaran. Tingginya harga KBLBB di pasaran Anies menganggap pengguna KBLBB merupakan kalangan masyarakat ekonomi ke atas. Anies berpendapat kebijakan ini melainkan untuk menolong investor KBLBB yang telah berinvestasi dan berproduksi KBLBB di Indonesia, dikarenakan pasar KBLBB yang masih rendah.
Jika kita lihat siapa sebenarnya target dari subsidi KBLBB? Penerima subsidi KBLBB diutamakan untuk masyarakat berbasis UMKM, khususnya penerima KUR dan penerima BPUM (Banpres Produktif Usaha Mikro), serta pelanggan listrik 450-900 VA.
Jika kita lihat kebutuhan dari pelaksanaan UMKM lebih membutuhkan bantuan tambahan modal untuk mengembangkan UMKM dibandingkan dengan pemberian subsidi KBLBB kepada pelaku untuk menjalankan UMKM. Dilihat dari definisi subsidi sendiri, subsidi diperuntukkan masyarakat menengah ke bawah. Dengan harga KBLBB yang cukup tinggi sasaran pasar industri KBLBB lebih cenderung dengan masyarakat kalangan ke atas.
Masyarakat menengah ke atas cenderung melihat kualitas dari pada harga ketika mendapatkan barang dan jasa, mereka rela mengeluarkan dana yang cukup tinggi demi kualitas yang bagus. Sedangkan untuk masyarakat menengah lebih cenderung memerhatikan harga yang lebih murah.
Apakah dengan adanya subsidi KBLBB membuat harga KBLBB lebih murah? Dengan harga paling murah yang ditawarkan oleh mobil listrik, yaitu sebesar 243 juta dengan kapasitas muatan 4 orang, mobil listrik masih tergolong mahal.
Masih banyak pasar yang menjual mobil BBM dengan harga yang lebih murah, dengan harga 243 juta mobil BBM sudah dapat mobil dengan kapasitas 8 orang. Sehingga masyarakat menengah lebih memilih membeli mobil BBM.
Rekomendasi Kebijakan
Pada kebijakan penggunaan KBLBB pemerintah belum mengeluarkan kebijakan melepaskan atau menukar kendaraan BBM, sehingga penggunaan KBLBB bukan mengurangi jumlah kendaraan melainkan menambah jumlah kepemilikan kendaraan hanya jenis bahan bakarnya saja yang berbeda.
Terlebih lagi kendaraan KBLBB terbebas dari kebijakan pembatasan penggunaan jalan (ganjil genap), sehingga hal ini dapat menambah kemacetan.
Ada baiknya pemerintah mengeluarkan kebijakan tukar tambah kendaraan BBM menjadi KBLBB. Dengan harga sisa yang tidak terlalu banyak yang harus dibayar, hal ini dapat menarik masyarakat menengah untuk menggunakan KBLBB.
Pemerintah juga dapat menaikkan harga jual pada kendaraan BBM, sehingga dapat mengurangi jumlah kendaraan BBM dan tujuan zero emisi dapat tercapai.
Penggunaan KBLBB juga dapat dimulai dari transportasi online seperti Grab, Gojek, Maxim dan transportasi umum seperti bus listrik. Selain itu pemerintah sebaiknya menambah dan membenahi infrastruktur transportasi umum dan menaikkan harga kendaraan BBM.
Sehingga masyarakat lebih memilih untuk menggunakan kendaraan umum di banding dengan kendaraan pribadi. Wakil Ketua Forum Transportasi Jalan dan KA MTI, Deddy Herlambang menilai sebaiknya subsidi ini dialihkan untuk penyediaan transportasi umum, seperti diperuntukkan mengimpor KRL sebagai transportasi yang banyak digunakan masyarakat.
Minimnya carging station juga mempengaruhi pengguna KBLBB. Pengguna khawatir menggunakan KBLBB dalam jarak jauh, sehingga pemerintah perlu membangun fasilitas infrastruktur carging station menyentuh sampai wilayah yang jaraknya cukup jauh. Selain itu pengguna juga berfikir jika charging dilakukan di rumah memakan biaya listrik yang cukup besar.
Pada penelitian Sih Damayanti pada Fakultas Teknik Universitas Indonesia tahun 2020 dengan melakukan simulasi sistem dinamis dengan menguji evektivitas 5 skenario kebijakan yaitu, penguatan infrastruktur dengan instalasi ultra fast charging, pembebasan dari PPnBM dan PKB, pembebasan dari bea balik nama kendaraan, pemberian subsidi pengguna KBLBB, serta pemberian insentif tarif listrik.
Kebijakan penguatan infrastruktur dengan instalasi ultrafast charging menjadi kebijakan yang paling efektif untuk meningkatkan penggunaan KBLBB.
*) Mahasiswi Pascasarjana Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023
Jumlah kendaraan yang cukup banyak juga mempengaruhi keterbatasan ketersediaan minyak bumi sebagai energi tidak terbarukan. Dari data Indonesia Energy Outlook (2019), Indonesia mengalami penurunan produksi pada 10 tahun terakhir (jumlah produksi tahun 2009 sebesar 346 juta barel dan 283 juta barel pada tahun 2018). Keterbatasan minyak bumi ini membuat Indonesia ketergantungan impor sebesar 35 persen.
Upaya pemerintah untuk mengatasi permasalahan energi dan lingkungan dengan mencanangkan program “Zero Emisi, yang bertujuan untuk peningkatan efisiensi energi, ketahanan energi, dan konservasi energi sektor transportasi, dan terwujudnya energi bersih, kualitas udara bersih dan ramah lingkungan, serta komitmen Indonesia menurunkan emisi gas rumah kaca.
Keseriusan Pemerintah terhadap pelaksanaan program “Zero Emisi” dengan mengkonversi kendaraan Bahan Bakar Minyak (BBM) menjadi Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB). Presiden Joko Widodo menetapkan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 sebagai bentuk percepatan pelaksanaan program penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle).
Subsidi Penggunaan KBLBB
Untuk mempercepat penggunaan KBLBB pemerintah memberikan subsidi kepada pengguna KBLBB pada 20 Maret 2023. Menurut Milton H. Spencer dan Orley M. Amos Jr. menjelaskan subsidi merupakan suatu pembayaran yang dilakukan oleh pemerintah agar dapat meringankan beban penerima untuk meningkatkan daya beli atau purchasing power.
Subsidi biasanya diperuntukkan bagi masyarakat menengah ke bawah dengan tujuan meringankan beban hidup masyarakat. Pada sektor perekonomian subsidi berpengaruh pada intervensi pasar dan membantu menurunkan harga di bawah harga rata-rata.
Pemerintah memberikan subsidi kepada 1 NIK pengguna KBLBB berupa pemotongan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk kendaraan yang memiliki Tingkat Komponen Dalam Negeri minimal 40 persen.
Pada Peraturan Menteri Keuangan No. 38 Tahun 2023 Pasal 4 menjelaskan PPN untuk mobil dan bus listrik sebesar 11 persen dari harga jual dan mendapatkan insentif sebesar 10 persen, sehingga PPN yang harus dibayarkan sebesar 1 persen. Untuk bus listrik pemerintah memberikan insentif sebesar 5 persen dari PPN.
Adapun merek kendaraan motor listrik yang mendapat subsidi ialah Smoot, Viar, dan United, sedangkan untuk kendaraan mobil listrik Hyundai Ioniq 5 dan Wuling Air Ev.
Untuk harga termurah mobil listrik sebesar 243 juta dengan subsidi PPN sebesar 24,3 juta, sehingga harga yang harus dibayarkan sebesar 218,7 juta dengan jenis mobil Wulling Air Ev standard yang memiliki kapasitas baterai 18 kWh dengan jarak tempuh 200 km. Sedangkan untuk jenis mobil listrik Hyundai Ioniq 5 prime dengan harga termurah dibandrol sebesar 748 juta dengan subsidi PPN sebesar 74,8 juta dan sisa yang harus dibayarkan sebesar 673,2 juta.
Data dari surveyor Indonesia (PTSI) peminat program subsidi KBLBB sebanyak 114 calon konsumen yang disetujui untuk mendapatkan subsidi tersebut. Jika di bandingkan dengan target 200 ribu unit sampai 31 Desember, hal ini dianggap masih minimnya minat masyarakat dalam menggunakan KBLBB.
Pada pelaksanaannya kebijakan subsidi ini menuai pro dan kontra. Mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan berpendapat bahwa kebijakan subsidi KBLBB kurang tepat sasaran. Tingginya harga KBLBB di pasaran Anies menganggap pengguna KBLBB merupakan kalangan masyarakat ekonomi ke atas. Anies berpendapat kebijakan ini melainkan untuk menolong investor KBLBB yang telah berinvestasi dan berproduksi KBLBB di Indonesia, dikarenakan pasar KBLBB yang masih rendah.
Jika kita lihat siapa sebenarnya target dari subsidi KBLBB? Penerima subsidi KBLBB diutamakan untuk masyarakat berbasis UMKM, khususnya penerima KUR dan penerima BPUM (Banpres Produktif Usaha Mikro), serta pelanggan listrik 450-900 VA.
Jika kita lihat kebutuhan dari pelaksanaan UMKM lebih membutuhkan bantuan tambahan modal untuk mengembangkan UMKM dibandingkan dengan pemberian subsidi KBLBB kepada pelaku untuk menjalankan UMKM. Dilihat dari definisi subsidi sendiri, subsidi diperuntukkan masyarakat menengah ke bawah. Dengan harga KBLBB yang cukup tinggi sasaran pasar industri KBLBB lebih cenderung dengan masyarakat kalangan ke atas.
Masyarakat menengah ke atas cenderung melihat kualitas dari pada harga ketika mendapatkan barang dan jasa, mereka rela mengeluarkan dana yang cukup tinggi demi kualitas yang bagus. Sedangkan untuk masyarakat menengah lebih cenderung memerhatikan harga yang lebih murah.
Apakah dengan adanya subsidi KBLBB membuat harga KBLBB lebih murah? Dengan harga paling murah yang ditawarkan oleh mobil listrik, yaitu sebesar 243 juta dengan kapasitas muatan 4 orang, mobil listrik masih tergolong mahal.
Masih banyak pasar yang menjual mobil BBM dengan harga yang lebih murah, dengan harga 243 juta mobil BBM sudah dapat mobil dengan kapasitas 8 orang. Sehingga masyarakat menengah lebih memilih membeli mobil BBM.
Rekomendasi Kebijakan
Pada kebijakan penggunaan KBLBB pemerintah belum mengeluarkan kebijakan melepaskan atau menukar kendaraan BBM, sehingga penggunaan KBLBB bukan mengurangi jumlah kendaraan melainkan menambah jumlah kepemilikan kendaraan hanya jenis bahan bakarnya saja yang berbeda.
Terlebih lagi kendaraan KBLBB terbebas dari kebijakan pembatasan penggunaan jalan (ganjil genap), sehingga hal ini dapat menambah kemacetan.
Ada baiknya pemerintah mengeluarkan kebijakan tukar tambah kendaraan BBM menjadi KBLBB. Dengan harga sisa yang tidak terlalu banyak yang harus dibayar, hal ini dapat menarik masyarakat menengah untuk menggunakan KBLBB.
Pemerintah juga dapat menaikkan harga jual pada kendaraan BBM, sehingga dapat mengurangi jumlah kendaraan BBM dan tujuan zero emisi dapat tercapai.
Penggunaan KBLBB juga dapat dimulai dari transportasi online seperti Grab, Gojek, Maxim dan transportasi umum seperti bus listrik. Selain itu pemerintah sebaiknya menambah dan membenahi infrastruktur transportasi umum dan menaikkan harga kendaraan BBM.
Sehingga masyarakat lebih memilih untuk menggunakan kendaraan umum di banding dengan kendaraan pribadi. Wakil Ketua Forum Transportasi Jalan dan KA MTI, Deddy Herlambang menilai sebaiknya subsidi ini dialihkan untuk penyediaan transportasi umum, seperti diperuntukkan mengimpor KRL sebagai transportasi yang banyak digunakan masyarakat.
Minimnya carging station juga mempengaruhi pengguna KBLBB. Pengguna khawatir menggunakan KBLBB dalam jarak jauh, sehingga pemerintah perlu membangun fasilitas infrastruktur carging station menyentuh sampai wilayah yang jaraknya cukup jauh. Selain itu pengguna juga berfikir jika charging dilakukan di rumah memakan biaya listrik yang cukup besar.
Pada penelitian Sih Damayanti pada Fakultas Teknik Universitas Indonesia tahun 2020 dengan melakukan simulasi sistem dinamis dengan menguji evektivitas 5 skenario kebijakan yaitu, penguatan infrastruktur dengan instalasi ultra fast charging, pembebasan dari PPnBM dan PKB, pembebasan dari bea balik nama kendaraan, pemberian subsidi pengguna KBLBB, serta pemberian insentif tarif listrik.
Kebijakan penguatan infrastruktur dengan instalasi ultrafast charging menjadi kebijakan yang paling efektif untuk meningkatkan penggunaan KBLBB.
*) Mahasiswi Pascasarjana Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023