Bogor, 26/7 (ANTARA) - Anggota Koperasi Produksi Tahu Tempe Indonesia (Kopti) Wilayah Bogor kembali menggelar razia terhadap pedagang dan perajin tahu serta tempe yang masih berjualan di sejumlah pasar, Kamis.

Razia berlangsung di dua pasar yakni Pasar Bogor dan Pasar Warung Jambu. Mereka menemukan tiga kuintal tahu dan tempe yang akan dijual oleh sejumlah pedagang.

Tahu dan tempe tersebut langsung diamankan oleh anggota dan dibawa ke Markas Kopti di Kota Bogor.

"Kami terus melakukan 'sweeping' mulai dari hari pertama sampai besok. 'Sweeping' hari ini kami mendapatkan tiga kuintal tahu tempe yang dijual di dua pasar," kata seorang anggota Primkopti Kota Bogor, Mualif.

Alif mengatakan, razia itu untuk mendukung gerakan mogok produksi pedagang tempe dan tahu guna mendorong turunnya harga kedelai karena saat ini cukup mahal.

Ia menjelaskan, jika pedagang tidak satu suara, akan timbul kesenjangan antarpedagang. Selain itu, dapat menganggu perjuangan untuk menurunkan harga kedelai.

Pada Selasa (24/7), anggota Kopti Wilayah Bogor juga melakukan razia pedagang di Pasar Anyar dan Pasar Merdeka.

Seorang lainnya anggota Kopti Kota Bogor Sularno mengatakan, setiap malam anggota akan razia di pasar-pasar Kota Bogor.

"Hasil 'sweeping' hari pertama tidak ada yang berjualan, namun ke depannya kita akan merambah pasar lainnya," kata dia.

Ia mengatakan, dampak kenaikan harga kedelai yang saat ini mencapai Rp7.400 per kilogram di Bogor) telah membuat perajin tempe sulit melanjutkan usahannya.

Kenaikan harga kedelai, katanya, tidak hanya berdampak terhadap perajin tempe, akan tetapi seluruh masyarakat, hingga berlanjut kepada kenaikan harga tauco dan kecap.

Sularno mengaku heran dengan kondisi tersebut karena tempe yang merupakan makanan ringan harganya menjadi mahal.

"Memang membuat tempe menggunakan kedelai impor, karena kedelai lokal kurang bagus. Saya harap pemerintah bisa menekan harga atau memproduksi kedelai yang banyak, jangan sampai pakai barang impor terus. Karena lebih enak kedelai lokal, namun untuk harga sekarang, kedelai lokal menjadi ikut naik," katanya.

Ketua Asosiasi Paguyuban Pengrajin Tahu Tempe Wilayah Bogor Suhaeri mengatakan, mogok yang mereka lakukan sebagi bentuk protes kepada pemerintah terkait naiknya harga kedelai yang telah "mencekik" para pengrajin dan pedagang.

Ia mengatakan, mogok itu dilakukan untuk meminta kepada pemerintah mengatur tata niaga kedelai.

"Kami ingin pemerintah memprogramkan kembali tata niaga kedelai diatur pemerintah diserahkan ke Bulog. Masak iya harga tempe disamakan dengan harga saham, jelas perajin tidak diuntungkan dan korban adalah konsumen," katanya.

Aksi itu, katanya, juga untuk menyosialisasikan kepada masyarakat agar memahami bahwa kenaikan harga bukan kehendak pengrajin akan tetapi kondisi yang memaksanya.

"Karena perajin dan pedagang juga orang kecil, kalau kami tidak hentikan produksi tidak ada untung malah merugi," katanya.  

Pihaknya pada awalnya mengharapkan tidak terjadi mogok tetapi mengurangi produksi. Akan tetapi, karena mereka sudah dalam kesulitan karena harga yang tinggi membuat perajin tidak kuat lagi melanjutkan produksinya secara normal.

Selama tiga hari, mereka tidak memproduksi tempe dan tahu.

Ia mengatakan, jika aksi mereka tidak mendapat tanggapan dari pemerintah, akan terjadi gejolak Kopti di seluruh Indonesia.

"Ini baru mogok, jika setelah ini tidak ada tindak lanjut akan ada gejolak di perajin. Karena hal ini kebangkrutan pertama adalah perajin, oleh karena itu kami minta pemerintah peduli nasib kami," katanya.

Laily R

Pewarta:

Editor : Budisantoso Budiman


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2012