Bogor (Antara Megapolitan) - Junior Chamber International (JCI) mencatat sekitar 40 persen pelajar di Kota Bogor, Jawa Barat, menjadi korban perundungan (bullying).
"Banyaknya korban akibat perundungan terjadi pada anak-anak usia sekolah," kata Juju Kurniawan dari JCI dalam audiensi dengan Wali Kota Bogor di Plaza Balai Kota, Rabu.
Juju Kurniawan menyebutkan sebanyak 30 sampai 40 persen dari korban perundungan masih berusia sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas.
Menurut dia, perundungan sering terjadi ketika seorang anak mempunyai kekurangan, baik secara fisik maupun mental.
"Pelaku umumnya mempunyai latar belakang masalah keluarga atau juga pernah menjadi korban perundungan," katanya.
Perundungan, kata Juju, terjadi hampir di tengah masyarakat tanpa disadari. Misalnya, saat seseorang memanggil temannya berdasar ciri fisik, seperti sebutan pendek, gendut, atau hitam.
"Bahkan, tatapan sinis juga termasuk salah satu bentuk `bully`, mulai secara verbal (ucapan), fisik (kekerasan), hingga di media sosial," katanya.
Menurut Juju, banyaknya kasus "bullying" yang dialami pelajar relatif banyak di antara mereka yang masuk ke Rumah Sakit Marzoeki Mahdi karena psikisnya terganggu.
"Dampak dari `bullying` tersebut membuat anak minder dan tidak bersemangat beraktivitas," katanya.
Banyaknya korban perundungan di kalangan anak usia sekolah yang menjadi keprihatinan JCI untuk mendorong menghentikan aksi "bullying" yang makin marak dengan menyelenggarakan seminar bertajuk "Stop Bullying" yang bekerja sama dengan RS Marzoeki Mahdi.
"Seminar digelar Sabtu 25 Juni mendatang di Lippo Plaza Bogor," katanya.
Sementara itu, psikiater anak dan remaja Rumah Sakit Marzoeki Mahdi Ira Savitri Tanjung mengatakan bahwa pengaruh "bullying" pada anak bisa berbeda-beda tegantung pada kapasitas mental dari sang anak.
Menurut dia, jika mental seorang anak rendah, tidak kuat ketika mendapat "bullying", bisa membuat anak menjadi depresi, cemas, hingga tidak sedikit yang akhirnya mengalami ganguan jiwa.
"`Bullying` sering terjadi di sekolah. Upaya untuk menghentikan perundungan, dapat dimulai dari sekolah," katanya.
Oleh karena itu, pihaknya menggelar seminar "Stop Bullying" dengan mengundang guru BP, siswa, dan masyarakat umum.
"Diharapkan ke depan bisa jadi program sekolah saat tahun ajaran baru," katanya.
Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto mendukung upaya penghentian "bullying" di kalangan pelajar melalui seminar yang digelar oleh JCI dan Rumah Sakit Marzoeki Mahdi.
Menurut Bima, Pemerintah Kota Bogor mempunyai komitmen kuat mengenai perlindungan anak. Beberapa di antaranya sudah dijalankan melalui program Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana (BPMKB) Kota Bogor dan Tim Penggerak PKK Kota Bogor yang fokus pada ketahanan keluarga.
"Akan sangat bagus jika bisa bersama-sama bersinergi untuk terus mewujudkan Kota Bogor sebagai Kota Ramah Anak," katanya.
Bima menambahkan bahwa seminar tersebut hendaknya masuk sampai ke tingkat keluarga mengingat masih banyak yang belum paham dengan perundungan yang masih terjadi sampai saat ini.
"Pemkot Bogor akan terus mendorong, baik dari sisi kebijakan maupun koordinasi," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016
"Banyaknya korban akibat perundungan terjadi pada anak-anak usia sekolah," kata Juju Kurniawan dari JCI dalam audiensi dengan Wali Kota Bogor di Plaza Balai Kota, Rabu.
Juju Kurniawan menyebutkan sebanyak 30 sampai 40 persen dari korban perundungan masih berusia sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas.
Menurut dia, perundungan sering terjadi ketika seorang anak mempunyai kekurangan, baik secara fisik maupun mental.
"Pelaku umumnya mempunyai latar belakang masalah keluarga atau juga pernah menjadi korban perundungan," katanya.
Perundungan, kata Juju, terjadi hampir di tengah masyarakat tanpa disadari. Misalnya, saat seseorang memanggil temannya berdasar ciri fisik, seperti sebutan pendek, gendut, atau hitam.
"Bahkan, tatapan sinis juga termasuk salah satu bentuk `bully`, mulai secara verbal (ucapan), fisik (kekerasan), hingga di media sosial," katanya.
Menurut Juju, banyaknya kasus "bullying" yang dialami pelajar relatif banyak di antara mereka yang masuk ke Rumah Sakit Marzoeki Mahdi karena psikisnya terganggu.
"Dampak dari `bullying` tersebut membuat anak minder dan tidak bersemangat beraktivitas," katanya.
Banyaknya korban perundungan di kalangan anak usia sekolah yang menjadi keprihatinan JCI untuk mendorong menghentikan aksi "bullying" yang makin marak dengan menyelenggarakan seminar bertajuk "Stop Bullying" yang bekerja sama dengan RS Marzoeki Mahdi.
"Seminar digelar Sabtu 25 Juni mendatang di Lippo Plaza Bogor," katanya.
Sementara itu, psikiater anak dan remaja Rumah Sakit Marzoeki Mahdi Ira Savitri Tanjung mengatakan bahwa pengaruh "bullying" pada anak bisa berbeda-beda tegantung pada kapasitas mental dari sang anak.
Menurut dia, jika mental seorang anak rendah, tidak kuat ketika mendapat "bullying", bisa membuat anak menjadi depresi, cemas, hingga tidak sedikit yang akhirnya mengalami ganguan jiwa.
"`Bullying` sering terjadi di sekolah. Upaya untuk menghentikan perundungan, dapat dimulai dari sekolah," katanya.
Oleh karena itu, pihaknya menggelar seminar "Stop Bullying" dengan mengundang guru BP, siswa, dan masyarakat umum.
"Diharapkan ke depan bisa jadi program sekolah saat tahun ajaran baru," katanya.
Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto mendukung upaya penghentian "bullying" di kalangan pelajar melalui seminar yang digelar oleh JCI dan Rumah Sakit Marzoeki Mahdi.
Menurut Bima, Pemerintah Kota Bogor mempunyai komitmen kuat mengenai perlindungan anak. Beberapa di antaranya sudah dijalankan melalui program Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana (BPMKB) Kota Bogor dan Tim Penggerak PKK Kota Bogor yang fokus pada ketahanan keluarga.
"Akan sangat bagus jika bisa bersama-sama bersinergi untuk terus mewujudkan Kota Bogor sebagai Kota Ramah Anak," katanya.
Bima menambahkan bahwa seminar tersebut hendaknya masuk sampai ke tingkat keluarga mengingat masih banyak yang belum paham dengan perundungan yang masih terjadi sampai saat ini.
"Pemkot Bogor akan terus mendorong, baik dari sisi kebijakan maupun koordinasi," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016