Pengamat kebijakan publik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Syafuan Rozi mengatakan kebijakan Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) yang diatur Kementerian Komunikasi dan Informatika bertujuan untuk melindungi masyarakat dari kejahatan digital.

Peraturan Menkominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat dibuat agar ada kepastian hukum serta mencegah masyarakat terlibat PSE tidak bertanggung jawab, katanya kepada ANTARA di Jakarta, Selasa.

"Justru dengan adanya peraturan seperti ini, negara ingin masyarakat memperoleh informasi publik terjadi. Kemudian, PSE sebagai badan pemasok informasi juga berkembang usahanya dan masyarakat terlindungi sehingga timbul kepercayaan terhadap PSE," kata Syafuan melalui sambungan telepon di Jakarta, Selasa.

Baca juga: Perwakilan Google Indonesia sebut akan ikuti regulasi soal pendaftaran PSE

Peraturan tersebut selaras dengan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara RI 1945 dan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia terkait kebebasan berpendapat.

Dia menambahkan aturan tentang PSE bisa menghindari platform digital dari peretas yang merugikan masyarakat, seperti penipuan, hoaks, atau pembobolan data informasi pribadi.

"Daftarkan saja agar yang tidak baik, nanti ketahuan; dan masyarakat bisa mendapat pemberitahuan bahwa konten tersebut berbahaya. Itu yang seharusnya dijelaskan ke Facebook, Instagram, dan lain-lain," ujarnya.

Apabila platform digital belum mendaftar, menurutnya tidak perlu ada pemblokiran selama ada dialog serta untuk meningkatkan kepercayaan bagi penggunanya.

Jika aturan PSE berjalan, katanya, maka masyarakat bisa lebih cerdas dan berhati-hati melakukan transaksi melalui informasi tanda daftar PSE yang dapat diakses di laman layanan.kominfo.go.id.

Baca juga: Kominfo: Aturan wajib daftar PSE jadikan ruang digital aman dan sehat

Dalam membuat aturan tersebut, menurutnya, Pemerintah bersifat netral dan bertindak sebagai regulator yang menginginkan negara bergerak ke arah modern, transparan, dan melindungi warga negara dengan bijak serta melalui pendekatan demokratis.

Dia juga berharap peraturan tersebut bersifat akurat dan tepat, sehingga tidak menghalangi kemerdekaan berpendapat dan hak asasi manusia yang hakiki.

Sebelumnya Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) akan melayangkan teguran dan denda terlebih dahulu kepada Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) yang tidak mendaftar ke sistem Online Single Submission Risk Based Approach (OSS RBA) hingga 20 Juli 2022, sebelum akhirnya diblokir.

"Ada tiga tahapannya. Pertama teguran, kedua denda, dan ketiga adalah pemblokiran," kata Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan saat konferensi pers di Kantor Kominfo di Jakarta, Selasa.

Dia melanjutkan, Kominfo akan langsung melakukan peninjauan segera setelah tenggat waktu pendaftaran berakhir.

Baca juga: Kominfo terus awasi PSE sikapi kasus peretasan BI

"Tanggal 21-nya kita sudah harus me-review dan mereka (yang tidak mendaftar) akan kena sanksi. Sanksi terberatnya adalah pemblokiran," ujar Semuel.

Pemblokiran PSE, dikatakan Semuel hanya bersifat sementara. Artinya, jika suatu PSE telah diblokir lalu dia melakukan pendaftaran setelah tanggal 20 Juli, maka layanannya dapat beroperasi kembali.

"Walaupun sudah diblokir karena tidak mendaftar (sebelum tanggal 20), lalu mereka mendaftar, ya dibuka lagi blokirnya," imbuhnya.


Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pengamat sebut PSE Kominfo lindungi masyarakat dari kejahatan digital

Pewarta: Fitra Ashari

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2022