Ketua Lembaga Kajian Sabang-Merauke Circle (SMC) yang sekaligus mantan aktivis Mahasiswa ITB era 80-an, Syahganda Nainggolan, Selasa (28/6/2022) ini tampil bersama Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti di Palembang, Sumatera Selatan dalam seminar terkait menggalang perubahan di Tanah Air.

Menurut Syahganda, berkurangnya angka kemiskinan sebesar hanya 0,19% di Sumsel dari 12,88% menjadi  12,79% pada tahun 2020 ke 2021, menunjukkan sebuah cita-cita proklamasi kemerdekaan untuk memakmurkan Indonesia dan terkait upaya menyejahterakan rakyat, masih impian.

"Ironisnya, ketika Sumatera Selatan menjadi simbol kekayaan alam Indonesia, sebanyak puluhan triliun produk kekayaan alam berupa batubara, karet, kayu, sawit, dan migas telah diekspor, namun nasib rakyat tetap terpuruk dalam kemiskinan," katanya.

Sementara itu, ujar Syahganda, segelintir oligarki justru menguasai sumber-sumber kekayaan alam Indonesia untuk terus dan terus menambah kekayaan mereka, bahkan di masa pandemi Covid-19 dan krisis ekonomi global saat ini.

Demikian diungkapkan Syahganda Nainggolan pada acara FGD Dewan Perwakilan Daerah RI bekerja sama dengan LSM SIJARUM, di Palembang, Sumatera Selatan.

Diungkapkan Syahganda, hal ini adalah bentuk kolonialisme baru yang terjadi saat ini.

"Esensinya sama saja dengan yang dijelaskan Bung Karno ketika diadili oleh penjajahan Belanda di Landraad, Bandung tahun 1930," ujar Syahganda.

Untuk itu, Syahganda mendukung ide Ketua DPD-RI, La Nyalla Mattalitti, yang menjelaskan perlunya koalisi rakyat untuk perubahan.

Rakyat harus menjadi tuan rumah di negerinya sendiri. Perubahan yang dimasukkan La Nyalla dalam pidato pembukaan FGD tersebut antara lain agar rakyat menolak kehendak partai politik yang melahirkan aturan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) 20 persen untuk calon presiden ke depan.

Bagi Syahganda, presidential tjreshold 20 persen tersebut adalah bentuk penyaringan calon-calon pemimpin nasional yang syarat dengan pendiktean pemilik modal alias dari kaum oligarki.

Indonesia saat ini perlu pemimpin yang jujur dan berorientasi pada pemberantasan kemiskinan.

Itu hanya dapat diperoleh apabila Indonesia bisa menghasilkan banyak calon presiden yang tidak bisa lagi diijon oleh oligarki. Salah satunya melalui penghapusan presidential threshold  20 persen yang bertentangan dengan UUD 1945. *

Pewarta: Rilis

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2022