Bogor (Antara Megapolitan) - Selama tiga hari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bogor, Jawa Barat, tidak dapat membuang sampah ke TPA Galuga karena adanya aksi pemblokiran yang dilakukan organisasi masyarakat dan LSM yang mengatasnamakan dirinya Komunikasi Rakyat Ekonomi Kecil (Korek).

"Sesuai tuntutan LSM mereka akan melakukan pemblokiran selama seminggu, tetapi dari hasil musyawarah yang dilakukan kemarin (26/1) kita berhasil menegosiasi agar truk sampah boleh masuk, dan mereka persingkat menjadi empat hari," kata Kepala DKP Kota Bogor, Irwan Riyanto di Bogor, Rabu.

Dia mengatakan, truk sampah dari Kota Bogor baru bisa masuk ke TPA Galuga pada hari Jumat, setelah masa pemblokiran selesai dilakukan sesuai tuntutan ormas dan LSM selama empat hari yakni Senin-Kamis.

Dampak dari pemblokiran TPA Galuga tersebut, penumpukan sampah terjadi di sejumlah titik tempat penampungan sampah sementara seperti di pasar-pasar tradisional, di pemukiman warga, dan beberapa TPS lainnya.

"Kami melakukan upaya pengangkutan khususnya di TPS yang berada di pinggir jalan agar tumpukan tidak meluber hingga menghalangi lalu lintas, hanya saja sampahnya belum bisa dibuang ke TPA," katanya.

Ia mengatakan, terdapat 116 truk sampah milik DKP Kota Bogor tertahan tidak bisa membuang sampah ke TPA Galuga selama tiga hari ini. Truk-truk ini berisi muatan sampah yang sudah menumpuk sejak Senin (25/1). Supaya tidak mencemari lingkungan, truk sampah disimpan di sejumlah titik, yakni di sekitar TPA Galuga, dan Kantor DKP.

"Untuk sampah yang ada di pasar tradisional, diendapkan dulu di masing-masing pasar, seperti sampah Pasar Bogor disimpan di lokasi bekas insenerator DKP yang ada di bagian belakang, di Pasar Anyar ada di Jalan MA Salmun, begitu juga di Pasar Jambu Dua, ada tempat penampungan sementaranya," katanya.

Menurut Irwan, dalam satu hari Kota Bogor memproduksi sampah sebanyak 2.673 meter kubik. Dari jumlah tersebut hanya 1.900 meter kubik yang terangkut oleh petugas DKP dengan armada truk sampah yang ada sebanyak 116 unit. Jika dikalkulasikan, dengan rata-rata 2.500 meter kubik perhari, maka selama empat hari terjadi penumpukan sampah mencapai 10 ribu meter kubik.

"Setiap hari sampah yang diproduksi hanya terangkut sekitar 70 persen oleh armada, sisa 30 persen tidak terangkut. Dari 30 persen yang tidak terangkut, diolah di masyarakat melalui TPS 3R sebesar 10 -15 persen," katanya.

Sementara itu, belasan truk berisi penuh sampah tersimpan di Kantor DKP Jalan Paledang, aroma tidak sedap tercium hingga radius 500 meter. Beberapa truk sampah mengeluarkan cairan air lindih yang membasahi ruas jalan. Ada sebuah truk yang dipenuhi belatung hingga berjatuhan di jalan.

Kondisi ini menyebabkan ketidaknyamanan pegawai di DKP, mereka terpaksa memakai masker selama bekerja, ruangan kerja di dalam kantor tersebut juga tercemar oleh aroma sampah yang menyengat.

Pemblokiran dilakukan oleh LSM Korek yang menuntut Pemerintah Kabupaten dan Kota Bogor melaksanakan isi dari fakta fandadih (perdamaian) atas usulan pengadilan yang sudah disepakati bersama sejak 2002.

Dalam fakta tersebut, salah satu klausulnya menyebutkan batas waktu pemanfaatan TPA Galuga sampai 2005 harus direlokasi. Namun karena tidak siapnya TPA Nambo, Pemerintah Kota dan Kabupaten tidak bisa merealisasikannya.

Sementara itu, fakta fandadih yang sudah berakhir masanya, tidak diperpanjang. Satu sisi Pemerintah Kota dan Kabupaten Bogor masih melakukan pembuangan sampah ke TPA Galuga. Hal itulah yang mendasari LSM melakukan tuntutannya.

"Kita menyadari bahwa ada tuntutan dalam fakta fandadih itu tidak bisa kita realisasikan, salah satunya relokasi. Maka itu perlu dilakukan evaluasi pengelolaan sampah di TPA Galuga oleh Pemkot dan Pemkab Bogor," kata Wali Kota Bima Arya.

Pewarta: Laily Rahmawati

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016