Untuk pertama kalinya, warga Kampung Sawah, RW 06, Desa Bojong, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat menggelar Lebaran Ketupat 8 Syawal 1443 H, Senin (9/5) 2022.
Kegiatan Lebaran Ketupat tersebut diprakarsai oleh cendekiawan muda Nahdlatul Ulama (NU) Bogor yang juga Ketua Majelis Sholawat Fatih, Yayasan At-Tawassuth, ustadz Ahmad Fahir, M.Si
Ia menjelaskan kegiatan Lebaran iikuti oleh sekurangnya 50 orang. Jamaah yang hadir berasal dari Desa Bojong dan berbagai kecamatan lain di Kabupaten Bogor, yaitu Kecamatan Rancabungur, Kecamatan Sukaraja, Kecamatan Cibinong, dan Kecamatan Cijeruk
Baca juga: Kisah AKP Agus Christianto yang jatah cuti mudik Lebaran dicabut
Lebaran Ketupat, kata dia, adalah sebagai bentuk syukuran setelah melaksanakan puasa Ramadhan selama sebulan, yang disempurnakan dengan puasa Syawal enam hari dari tanggal dua hingga tujuh.
"Lebaran Ketupat dilaksanakan sepekan setelah Hari Raya Idul Fitri," katanya.
Disampaikannya bahwa Lebaran Ketupat adalah bentuk "ihyaus sunnah" alias "living sunnah" dengan menghidupkan sunnah Nabi Muhammad SAW di tengah masyarakat, yaitu anjuran untuk melaksanakan puasa enam hari pada bulan Syawal.
Baca juga: Kapolda Jabar: Tidak ada kejadian menonjol pada arus mudik Lebaran 2022
"Dasar dan dalil puasa enam hari pada bulan Syawal sangat jelas, hadits Nabi. Lebaran Ketupat syukuran setelah melaksanakan puasa Syawal," katanya.
Wakil Ketua DPD Dewan Masjid Indonesia (DMI) Kota Bogor periode 2003-2008 ini mengatakan tradisi Lebaran Ketupat pertama kali diperkenalkan pada masyarakat Indonesia oleh Sunan Kalijaga, salah satu ulama anggota Wali Songo, akhir abad 15 M, di Demak, Jawa Tengah.
Sunan Kalijaga membudayakan dua kali hari raya, yaitu Hari Raya Lebaran dan Hari Raya Kupat atau Ketupat yang dimulai sepekan sesudah Lebaran.
Baca juga: Pengrajin ketupat kewalahan melayani pesanan jelang Lebaran
Dalam filosofi Sunan Kalijaga, ketupat memiliki makna khusus. Ketupat atau kupat merupakan kependekan dari "Ngaku Lepat". Artinya mengakui kesalahan.
Tradisi sungkeman merupakan implementasi mengakui kesalahan. Sungkeman mengajarkan pentingnya menghormati orang tua, bersikap rendah hati, memohon keikhlasan dan maaf dari orang lain, demikian Ahmad Fahir.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2022
Kegiatan Lebaran Ketupat tersebut diprakarsai oleh cendekiawan muda Nahdlatul Ulama (NU) Bogor yang juga Ketua Majelis Sholawat Fatih, Yayasan At-Tawassuth, ustadz Ahmad Fahir, M.Si
Ia menjelaskan kegiatan Lebaran iikuti oleh sekurangnya 50 orang. Jamaah yang hadir berasal dari Desa Bojong dan berbagai kecamatan lain di Kabupaten Bogor, yaitu Kecamatan Rancabungur, Kecamatan Sukaraja, Kecamatan Cibinong, dan Kecamatan Cijeruk
Baca juga: Kisah AKP Agus Christianto yang jatah cuti mudik Lebaran dicabut
Lebaran Ketupat, kata dia, adalah sebagai bentuk syukuran setelah melaksanakan puasa Ramadhan selama sebulan, yang disempurnakan dengan puasa Syawal enam hari dari tanggal dua hingga tujuh.
"Lebaran Ketupat dilaksanakan sepekan setelah Hari Raya Idul Fitri," katanya.
Disampaikannya bahwa Lebaran Ketupat adalah bentuk "ihyaus sunnah" alias "living sunnah" dengan menghidupkan sunnah Nabi Muhammad SAW di tengah masyarakat, yaitu anjuran untuk melaksanakan puasa enam hari pada bulan Syawal.
Baca juga: Kapolda Jabar: Tidak ada kejadian menonjol pada arus mudik Lebaran 2022
"Dasar dan dalil puasa enam hari pada bulan Syawal sangat jelas, hadits Nabi. Lebaran Ketupat syukuran setelah melaksanakan puasa Syawal," katanya.
Wakil Ketua DPD Dewan Masjid Indonesia (DMI) Kota Bogor periode 2003-2008 ini mengatakan tradisi Lebaran Ketupat pertama kali diperkenalkan pada masyarakat Indonesia oleh Sunan Kalijaga, salah satu ulama anggota Wali Songo, akhir abad 15 M, di Demak, Jawa Tengah.
Sunan Kalijaga membudayakan dua kali hari raya, yaitu Hari Raya Lebaran dan Hari Raya Kupat atau Ketupat yang dimulai sepekan sesudah Lebaran.
Baca juga: Pengrajin ketupat kewalahan melayani pesanan jelang Lebaran
Dalam filosofi Sunan Kalijaga, ketupat memiliki makna khusus. Ketupat atau kupat merupakan kependekan dari "Ngaku Lepat". Artinya mengakui kesalahan.
Tradisi sungkeman merupakan implementasi mengakui kesalahan. Sungkeman mengajarkan pentingnya menghormati orang tua, bersikap rendah hati, memohon keikhlasan dan maaf dari orang lain, demikian Ahmad Fahir.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2022