Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) mendalami adanya dugaan kartel minyak goreng dengan mengerahkan satgas pangan daerah melakukan penyelidikan dan pemantauan di wilayah masing-masing.
Saat ini masih kami dalami adanya dugaan kartel, untuk itu kami arahkan Satgasda untuk melakukan monitoring dan penyelidikan di wilayah masing-masing, kata Kasatgas Pangan Polri Irjen Pol. Helmy Santika saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.
Helmy mengatakan dalam penyelidikan itu nantinya, dibantu (back up) oleh Tim Satgas Pangan Mabes Polri, guna mengumpulkan bahan keterangan di lapangan.
Baca juga: Pemda diminta ikut awasi HET minyak goreng curah di pasar
Kami juga turunkan tim satgas pangan pusat, katanya.
Terkait fenomena tingginya harga minyak goreng setelah pemerintah mencabut kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk minyak kemasan, serta berlimpahnya stok minyak goreng kemasan di ritel, menurut Helmy, hal itu disebabkan oleh naiknya harga baku utama minyak goreng sawit (MGS).
Tingginya harga minyak goreng lebih disebabkan naiknya bahan baku utama MGS, ujarnya.
Berdasarkan pemantauan Satgas Pangan Polri, fenomena yang terjadi saat harga sesuai HET, terjadi kelangkaan barang di gerai modern namun di pasar tradisional stok tersedia banyak dengan harga di atas HET. Selain itu, ditemukan penjualan lewat media sosial dengan harga sesuai HET.
Baca juga: Menperin wajibkan industri minyak goreng untuk jaga pasokan bagi UMKM
Helmy menyebutkan, kelangkaan minyak goreng yang terjadi saat itu, khususnya pada gerai ritel modern lebih disebabkan aksi borong atau punic buying karena disparitas harga yang cukup besar dengan pasar tradisional, sementara di pasar tradisional rantai pasok cukup panjang dengan margin yang tidak diatur dan diserahkan pada mekanisme pasar.
Hal ini, lanjut Helmy, menyebabkan harga yang sampai ke konsumen akhir di atas HET yang ditetapkan pemerintah.
Helmy juga menekankan, Satgas Pangan Polri tengah mendalami fenomena banyaknya stok minyak goreng setelah kebijakan HET minyak kemasan dianulir pemerintah.
Banyaknya stok minyak goreng khususnya kemasan setelah pengembalian harga sesuai acuan keekonomian, sedang kami dalami, ujarnya.
Baca juga: KSP jamin stok minyak goreng selalu tersedia di pasar
Mantan Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri itu juga mengungkapkan hingga saat ini Satgas Pangan Polri belum menemukan adanya praktik mafia (persekongkolan besar, masif dan terstruktur melibatkan banyak pihak) minyak goreng di lapangan.
Namun demikian, Satgas Pangan Polri menemukan di lapangan cukup banyak pedagang dadakan, "reseller" dan pelaku usaha yang tidak mengikuti kebijakan pemerintah.
Sampai saat ini tidak ditemukan praktik (mafia) seperti itu. Sementara ini temuan kami lebih personal pelaku usaha bukan mafia minyak goreng, ujar Helmy.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2022
Saat ini masih kami dalami adanya dugaan kartel, untuk itu kami arahkan Satgasda untuk melakukan monitoring dan penyelidikan di wilayah masing-masing, kata Kasatgas Pangan Polri Irjen Pol. Helmy Santika saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.
Helmy mengatakan dalam penyelidikan itu nantinya, dibantu (back up) oleh Tim Satgas Pangan Mabes Polri, guna mengumpulkan bahan keterangan di lapangan.
Baca juga: Pemda diminta ikut awasi HET minyak goreng curah di pasar
Kami juga turunkan tim satgas pangan pusat, katanya.
Terkait fenomena tingginya harga minyak goreng setelah pemerintah mencabut kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk minyak kemasan, serta berlimpahnya stok minyak goreng kemasan di ritel, menurut Helmy, hal itu disebabkan oleh naiknya harga baku utama minyak goreng sawit (MGS).
Tingginya harga minyak goreng lebih disebabkan naiknya bahan baku utama MGS, ujarnya.
Berdasarkan pemantauan Satgas Pangan Polri, fenomena yang terjadi saat harga sesuai HET, terjadi kelangkaan barang di gerai modern namun di pasar tradisional stok tersedia banyak dengan harga di atas HET. Selain itu, ditemukan penjualan lewat media sosial dengan harga sesuai HET.
Baca juga: Menperin wajibkan industri minyak goreng untuk jaga pasokan bagi UMKM
Helmy menyebutkan, kelangkaan minyak goreng yang terjadi saat itu, khususnya pada gerai ritel modern lebih disebabkan aksi borong atau punic buying karena disparitas harga yang cukup besar dengan pasar tradisional, sementara di pasar tradisional rantai pasok cukup panjang dengan margin yang tidak diatur dan diserahkan pada mekanisme pasar.
Hal ini, lanjut Helmy, menyebabkan harga yang sampai ke konsumen akhir di atas HET yang ditetapkan pemerintah.
Helmy juga menekankan, Satgas Pangan Polri tengah mendalami fenomena banyaknya stok minyak goreng setelah kebijakan HET minyak kemasan dianulir pemerintah.
Banyaknya stok minyak goreng khususnya kemasan setelah pengembalian harga sesuai acuan keekonomian, sedang kami dalami, ujarnya.
Baca juga: KSP jamin stok minyak goreng selalu tersedia di pasar
Mantan Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri itu juga mengungkapkan hingga saat ini Satgas Pangan Polri belum menemukan adanya praktik mafia (persekongkolan besar, masif dan terstruktur melibatkan banyak pihak) minyak goreng di lapangan.
Namun demikian, Satgas Pangan Polri menemukan di lapangan cukup banyak pedagang dadakan, "reseller" dan pelaku usaha yang tidak mengikuti kebijakan pemerintah.
Sampai saat ini tidak ditemukan praktik (mafia) seperti itu. Sementara ini temuan kami lebih personal pelaku usaha bukan mafia minyak goreng, ujar Helmy.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2022