Komoditas udang, yang selama ini lebih dikenal dengan budi daya, ternyata ada yang ditangkap di perairan laut.

Direktur organisasi internasional nirlaba Marine Stewardship Council (MSC) Indonesia Hirmen Syofyanto menjelaskan udang putih dan udang banana merupakan contoh produk andalan udang perikanan tangkap di Provinsi Kalimantan Selatan yang menjadi prioritas dalam program perbaikan perikanan yang berkelanjutan.

Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto (https://kkp.go.id) saat berada di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara, Jawa Tengah (2017) mengemukakan bahwa udang putih (Penaeus merguiensis) merupakan udang asli Indonesia yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan.

KKP melalui BBPBAP Jepara, mulai menginisiasi pengembangan jenis ini.

Slamet Soebjakto mengemukakan pihaknya akan mengangkat udang merguensis ini sebagai kandidat baru dalam bisnis perudangan nasional. Apalagi ini merupakan udang asli Indonesia, sehingga pihaknya punya tanggung jawab untuk mempertahankan keragaman jenis udang lokal Indonesia.

Ketersediaan induk udang putih hampir merata di seluruh wilayah perairan Indonesia, sehingga memudahkan untuk pengembangan komoditas ini.

Siklus reproduksi udang ini juga relatif singkat dibandingkan dengan udang windu dan bahkan umur enam bulan atau pada ukuran berat 30-40 gram telah dapat dijadikan induk, sedangkan udang windu membutuhkan waktu sekitar 1,5 tahun.

Keunggulan lain dari udang merguensis ini, kata Slamet Soebjakto, adalah pertumbuhan yang relatif baik dengan mengandalkan kadar protein pakan yang rendah, yaitu pada kisaran 24-28 persen dan lebih banyak memanfaatkan detritus, sehingga secara otomatis biaya produksi usaha akan lebih efisien.
Seorang ibu menebar lamale (udang kecil basah) untuk dikeringkan menjadi ebi di Kampung Lere, Palu, Sulawesi Tengah, Selasa (19/5/2020). Intensitas hujan yang tinggi di hulu sungai membuat tangkapan udang kecil di muara sungai cukup melimpah sehingga sebagian nelayan perairan dangkal beralih menangkap udang kecil dari pada memancing di laut. ANTARAFOTO/Basri Marzuki/hp. (ANTARAFOTO/BASRI MARZUKI/BASRI MARZUKI)

Ekolabel

Seperti komoditas perikanan tangkap lainnya, maka udang di laut juga membutuhkan aturan-aturan guna mengurangi eksploitasi yang berlebihan.

Dalam sebuah laporan Bank Dunia (World Bank) dan Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO) disebutkan sejak Tahun 2006 sebesar 75 persen sumber daya perikanan global mengalami ancaman deplesi atau penurunan stok.

Kondisi itu terjadi akibat praktik penangkapan yang berlebihan dan merusak lingkungan.

Secara umum, Indonesia juga menghadapi kondisi yang tidak jauh berbeda, yakni kelestarian sumber daya perikanan terancam akibat praktik penangkapan berlebih, merusak dan ilegal.

Karena itu, guna meminimalisasi kondisi tersebut, maka dibutuhkan mekanisme pengendalian produksi dan konsumsi berkelanjutan melalui skema sertifikasi ekolabel.

Dalam konteks inilah Marine Stewardship Council (MSC) mengusung sertifikasi dimaksud, di mana ekolabel MSC adalah sebuah pengesahan terhadap produk yang memenuhi kriteria prosedur keberlanjutan lingkungan dan telah dikelola dengan baik.

Skema ekolabel yang efektif bisa mendorong pengelolaan perikanan yang lestari dan tentu saja berkelanjutan.

MSC sendiri adalah organisasi nirlaba internasional yang menetapkan standar berbasis sains dan diakui secara global terhadap penangkapan ikan serta keterlacakan makanan laut yang berkelanjutan.

Label MSC biru pada produk makanan laut mengartikan bahwa produk berasal melalui perikanan tangkapan alam yang telah disertifikasi secara independen terhadap standar berbasis sains MSC.

Pengembangan kapasitas

Sekretaris Dinas Kelautan dan Perikanan Kalimantan Selatan (DKP Kalsel) Ir H Muhammad Fadheli menjelaskan beberapa tahun terakhir pihaknya telah mendukung perkembangan produksi perikanan tangkap yang berkelanjutan bersama mitranya.

Potensi sumber daya perikanan dan kelautan, terutama sektor perikanan tangkap, menjadi salah satu prioritas yang dikembangkan di wilayah Kalsel.

Menurut Direktur Hirmen Sofyanto, MSC bersama DKP Kalsel mendorong adanya perbaikan perikanan (Fisheries Improvement Program/FIP) udang tangkap melalui penyelenggaraan Pelatihan Pengembangan Kapasitas Tingkat 1 dan Rantai Pengawasan pada 6-7 Desember 2021 di Banjarbaru.

Tidak kurang 40 orang pemangku kepentingan, yakni perwakilan dari beragam latar belakang menghadiri pelatihan itu.

Mereka adalah wakil akademisi dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, DKP Kalsel, organisasi lingkungan, nelayan dalam Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), Kotabaru dan industri perikanan udang, di antaranya PT Sekar Laut Tbk, PT Karya Kencana Sumber Sari, dan PT Misaja Mitra.

Sektor perikanan tangkap, termasuk perikanan udang, merupakan sektor produk unggulan provinsi itu hingga distribusi pasar domestik maupun ekspor.

Sejak lima tahun terakhir, lebih dari 200 ribu ton produksi perikanan tangkap terus meningkat setiap tahunnya.

Udang menjadi salah satu perikanan andalan di Kalsel yang terus ditingkatkan, mulai dari infrastruktur dan fasilitas perikanan hingga manajemen tata cara penangkapan dan pengolahan.

Saat ini hasil produksi perikanan Kalsel sebagian besar masih diserap untuk kebutuhan pasar domestik sehingga usaha pemasaran ekspor hasil perikanan masih perlu ditingkatkan untuk dapat menjangkau pasar global yang lebih luas dan beragam.

Muhammad Fadheli menyebutkan melalui pelatihan itu, para peserta diperkenalkan perihal penggunaan perangkat pendukung program FIP dan membangun kapasitas pemangku kepentingan pelaksanaannya.

Ke depannya tentu diharapkan ekspor perikanan meningkat. Oleh karena itu keterkaitan aspek teknis, ekologi dan pengelolaan menjadi tanggung jawab semua pihak terkait sehingga perkembangan sektor ekonomi kelautan perikanan Kalsel pun dapat meningkat.

Karena itu, pemerintah daerah selalu mengusahakan dan mendorong peningkatan produksi perikanan melalui berbagai cara, seperti pelatihan perbaikan perikanan dan cara penangkapan ikan metode ramah lingkungan, memberikan bantuan kepada nelayan berupa kapal penangkap ikan, hingga mengembangkan infrastruktur dan pembangunan sarana pengolahan hasil laut.

Hal ini menjadikan hasil perikanan tangkap yang diperoleh dan diproduksi bukan hanya sebagai bahan baku tetapi juga sebagai produk olahan yang memenuhi standar perikanan dan ketertelusurannya.

Hirmen Sofyanto menambahkan perikanan udang saat ini menjadi prioritas upaya perbaikan perikanan KKP bersama MSC melalui dukungan pembentukan Rencana Aksi ProgramPerbaikan Perikanan Prioritas yang meliputi wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Maluku hingga Kalimantan Selatan.

Melalui pelatihan pengenalan standar perikanan dan rantai pengawasan MSC, diharapkan perikanan udang Kalsel mengalami peningkatan status perbaikan yang kredibel menuju pemenuhan 28 indikator kinerja dalam 3 prinsip MSC, mulai dari pendataan stok yang terorganisasi baik, dampak minimal terhadap ekosistem lingkungan serta efektifitas pengelolaan dan manajemen perikanan yang berkelanjutan.

Sesuai dengan komitmen KKP, perikanan nusantara sedang menuju implementasi prinsip "ekonomi biru" berkelanjutan yang melibatkan banyak pihak mulai dari pemerintah daerah, industri, hingga nelayan skala kecil.

Keterlibatan multi-pemangku kepentingan menjadi komitmen bersama dalam mendorong perkembangan ekonomi nasional melalui sumber daya laut berkelanjutan.

Pewarta: Andi Jauhary

Editor : M Fikri Setiawan


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2021