Indeks keanekaragaman hayati di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) meningkat jadi 3,93 setelah PT Star Energy Geothermal Salak (SEGS) melakukan program restorasi hutan dan konservasi sumber air.
“Dengan pelbagai program, sampai 2019, SEGS telah berhasil meningkatkan indeks keanekaragaman hayati dari 3,90 menjadi 3,93 di kawasan TNGHS,” kata Manager Policy, Government and Public Affairs (PGPA) SEGS, Nungki Nursasongko saat ditemui di Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis.
Menurutnya, perusahaan pengembang energi panas bumi itu terus berkomitmen untuk membuktikan bahwa pengusahaan panas bumi bisa selaras dengan upaya konservasi di wilayah TNGHS.
Baca juga: Puslit Biologi LIPI komitmen melindungi keanekaragaman hayati Indonesia
Nungki menyebutkan, dari hasil pemantauan satwa kunci yang dilakukan sejak SEGS memulai program Prakarsa Lintasan Hijau atau Green Corridor Initiative (GCI) pada 2018, terjadi peningkatan populasi beberapa satwa yang dilindungi, seperti Macan Tutul Jawa dari enam ekor menjadi 13 ekor pada 2020, Elang Jawa dari enam ekor menjadi 14 ekor, dan Owa Jawa dari empat ekor menjadi 10 ekor.
"Program GCI bertujuan merestorasi 265 hektar hutan untuk menghubungkan dua habitat besar yaitu Gunung Halimun dan Gunung Salak demi kelangsungan ekologi dan habitat dari satwa dilindungi dan terancam punah seperti Owa Jawa (Hylobates moloch), Surili (Presbytis commata), Lutung Jawa (Trachypithecus auratus), Elang Jawa (Nisaetus bartelsi), dan Macan Tutul Jawa (Panthera pardus melas)," papar Nungki.
Baca juga: Belasan pelajar dari Belanda belajar keanekaragaman hayati di Sukabumi
Program GCI meliputi kegiatan ekowisata, restorasi mata air, dan konservasi hutan dengan melibatkan pelbagai elemen masyarakat. Ia mengatakan, melalui program itu, SEGS berharap dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat bahwa ekologi yang terjaga dapat bermanfaat bagi ekonomi berkelanjutan.
Menurutnya, hal tersebut juga sejalan dengan upaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk memastikan pemanfaatan panas bumi berprinsip konservasi melalui Permen LHK No.46/2016 tentang Pemanfaatan Jasa Lingkungan Panas Bumi dan Permen LHK No.P3/2021 tentang Standar Kegiatan Usaha pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Resiko Sektor Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Selain menjalankan program restorasi hutan dan konservasi sumber air, SEGS juga membangun Perpustakaan Taman Pamekar dan Taman Endemik Salak untuk pendidikan lingkungan dan penerbitan buku-buku serta konservasi flora dan fauna endemik langka, seperti pembangunan Suaka Elang oleh Balai TNGHS dan pembentukan Garda Konservasi dengan kegiatan patroli bersama.
Baca juga: Kaum milenial diajak kenali aneka ragam hayati di Museum Munasain
Indonesia memiliki potensi panas bumi sekitar 23,9 gigawatt. Pemerintah menargetkan agar potensi tersebut mampu mendongkrak realisasi bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada 2025. Karena potensi panas bumi sebagian besar berada di kawasan hutan, maka prinsip keselarasan pengusahaan panas bumi dengan konservasi harus dipatuhi.*
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2021
“Dengan pelbagai program, sampai 2019, SEGS telah berhasil meningkatkan indeks keanekaragaman hayati dari 3,90 menjadi 3,93 di kawasan TNGHS,” kata Manager Policy, Government and Public Affairs (PGPA) SEGS, Nungki Nursasongko saat ditemui di Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis.
Menurutnya, perusahaan pengembang energi panas bumi itu terus berkomitmen untuk membuktikan bahwa pengusahaan panas bumi bisa selaras dengan upaya konservasi di wilayah TNGHS.
Baca juga: Puslit Biologi LIPI komitmen melindungi keanekaragaman hayati Indonesia
Nungki menyebutkan, dari hasil pemantauan satwa kunci yang dilakukan sejak SEGS memulai program Prakarsa Lintasan Hijau atau Green Corridor Initiative (GCI) pada 2018, terjadi peningkatan populasi beberapa satwa yang dilindungi, seperti Macan Tutul Jawa dari enam ekor menjadi 13 ekor pada 2020, Elang Jawa dari enam ekor menjadi 14 ekor, dan Owa Jawa dari empat ekor menjadi 10 ekor.
"Program GCI bertujuan merestorasi 265 hektar hutan untuk menghubungkan dua habitat besar yaitu Gunung Halimun dan Gunung Salak demi kelangsungan ekologi dan habitat dari satwa dilindungi dan terancam punah seperti Owa Jawa (Hylobates moloch), Surili (Presbytis commata), Lutung Jawa (Trachypithecus auratus), Elang Jawa (Nisaetus bartelsi), dan Macan Tutul Jawa (Panthera pardus melas)," papar Nungki.
Baca juga: Belasan pelajar dari Belanda belajar keanekaragaman hayati di Sukabumi
Program GCI meliputi kegiatan ekowisata, restorasi mata air, dan konservasi hutan dengan melibatkan pelbagai elemen masyarakat. Ia mengatakan, melalui program itu, SEGS berharap dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat bahwa ekologi yang terjaga dapat bermanfaat bagi ekonomi berkelanjutan.
Menurutnya, hal tersebut juga sejalan dengan upaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk memastikan pemanfaatan panas bumi berprinsip konservasi melalui Permen LHK No.46/2016 tentang Pemanfaatan Jasa Lingkungan Panas Bumi dan Permen LHK No.P3/2021 tentang Standar Kegiatan Usaha pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Resiko Sektor Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Selain menjalankan program restorasi hutan dan konservasi sumber air, SEGS juga membangun Perpustakaan Taman Pamekar dan Taman Endemik Salak untuk pendidikan lingkungan dan penerbitan buku-buku serta konservasi flora dan fauna endemik langka, seperti pembangunan Suaka Elang oleh Balai TNGHS dan pembentukan Garda Konservasi dengan kegiatan patroli bersama.
Baca juga: Kaum milenial diajak kenali aneka ragam hayati di Museum Munasain
Indonesia memiliki potensi panas bumi sekitar 23,9 gigawatt. Pemerintah menargetkan agar potensi tersebut mampu mendongkrak realisasi bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada 2025. Karena potensi panas bumi sebagian besar berada di kawasan hutan, maka prinsip keselarasan pengusahaan panas bumi dengan konservasi harus dipatuhi.*
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2021