Bogor, (Antara Megapolitan) - Penyakit cacing hati yang disebabkan oleh cacing hati (Fasciola hepatica) masih sering ditemukan pada hewan sapi, terutama pada saat pelaksanaan kurban, masyarakat dihimbau selektif dalam memilih hewan kurban.
"Sejak tahun 1984 IPB memberikan pendampingan pemeriksaan kesehatan hewan dan daging kurban di sejumlah wilayah. Kasus yang paling sering ditemukan di lapangan adalah penyakit cacing hati pada hewan sapi," kata Dosen Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Ardilasunu Wicaksono, kepada wartawan di Kampus IPB Baranangsiang, Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis.
Menurut Ardilasunu, penyakit cacing hati kebanyakan ditemukan pada sapi lokal. Hal ini berkaitan erat dengan manajemen pemeliharaan sapi lokal yang menggunakan sistem tradisional yakni dengan cara diumbar atau dilepas-liarkan.
Ia mengatakan, manajemen pemeliharaan sapi lokal yang masih tradisional ini menyebabkan sapi kurang terpelihara kesehatannya, terutama dari sumber makanannya.
"Kebanyakan sapi-sapi lokal ini dilepas-liaskan begitu saja, mencari makan sendiri. Sehingga tidak terjaga makanannya, perantaran cacing hati ini adalah hewan siput, bisa jadi ketika makan, hewan ini ikut termakan juga," katanya.
Dikatakannya, apabila petani melakukan penangkaran sapi seperti yang dilakukan Australia, hewan benar-benar ditangkar dan steril dari luar, maka itu penyakit cacing hati jarang ditemukan pada hewan sapi impor asal negeri Kangguru tersebut.
"Kalau manajemen penangkaran sapi lokal diterapkan seperti di Australia yang sudah steril, jadi jarang ditemukan ada cacing hati," katanya.
Menurut Ardilasunu, selama melakukan pendampingan, apabila saat pelaksaan pemotongan hewan kurban ditemukan ada sapi hati yang mengandung cacing, akan dilihat seberapa besar sapi menggerogoti hati sapi tersebut. Jika masih sebagian kecil, hati yang dihinggapi cacing dapat dipotong dan dibuang, sedangkan sisanya masih bisa dimanfaatkan.
"Tapi kalau seluruh hati sudah terkena atau sirosis, maka harus dibuang. Kalaupun cuma sebagian hati yang digrogoti, masih bisa digunakan, asal tata cara memasaknya memenuhi kaidah higienis, dan matang," katanya.
Belum menular
Lebih lanjut ia mengatakan, walau informasi mengenai hati sapi mengadung cacing berbahaya untuk dikonsumsi, tetapi organisasi kesehatan dunia menyatakan penyakit cacing hati pada sapi belum dapat menular kepada manusia.
Ardilasunu menambahkan, tahun ini IPB menyebar sekitar 565 mahasiswa yang akan menjadi petugas pemeriksaan kesehatan hewan dan daging kurban di sejumlah wilayah seperti Depok, Kota dan Kabupaten Bogor, DKI Jakarta, Tanggerang dan Kepulauan Seribu.
Terpisah Kepala UPTD Rumah Potong Hewan (RPH) Bubulak, Arief Mukti mengatakan, cacing hati masih pada sapi lokal, karena manajemen pemeliharaan secara tradisional.
"Kalau di RPH kasus cacing hati masih sering ditemukan pada sapi lokal. Tapi sekarang sudah jarang lagi karena kebanyakan yang dipotong sapi impor," katanya.
Ia mengatakan, apabila manajemen pemeliharaan sapi lokal dilakukan seperti sapi impor yang dipeliharan di kadang dan terjaga makan serta kebersihannya. Maka kasus cacing hati tidak akan ditemukan lagi, sama seperti sapi impor.
"Tetapi cacing hati ini tidak separah cacing pita pada babi. Efek hati sapi apabila dimasak dengan cara yang benar, memenuhi kaidah bersih, cukup matangnya, dengan suhu 100 derjat, tidak apa-apa dikonsumsi," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015
"Sejak tahun 1984 IPB memberikan pendampingan pemeriksaan kesehatan hewan dan daging kurban di sejumlah wilayah. Kasus yang paling sering ditemukan di lapangan adalah penyakit cacing hati pada hewan sapi," kata Dosen Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Ardilasunu Wicaksono, kepada wartawan di Kampus IPB Baranangsiang, Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis.
Menurut Ardilasunu, penyakit cacing hati kebanyakan ditemukan pada sapi lokal. Hal ini berkaitan erat dengan manajemen pemeliharaan sapi lokal yang menggunakan sistem tradisional yakni dengan cara diumbar atau dilepas-liarkan.
Ia mengatakan, manajemen pemeliharaan sapi lokal yang masih tradisional ini menyebabkan sapi kurang terpelihara kesehatannya, terutama dari sumber makanannya.
"Kebanyakan sapi-sapi lokal ini dilepas-liaskan begitu saja, mencari makan sendiri. Sehingga tidak terjaga makanannya, perantaran cacing hati ini adalah hewan siput, bisa jadi ketika makan, hewan ini ikut termakan juga," katanya.
Dikatakannya, apabila petani melakukan penangkaran sapi seperti yang dilakukan Australia, hewan benar-benar ditangkar dan steril dari luar, maka itu penyakit cacing hati jarang ditemukan pada hewan sapi impor asal negeri Kangguru tersebut.
"Kalau manajemen penangkaran sapi lokal diterapkan seperti di Australia yang sudah steril, jadi jarang ditemukan ada cacing hati," katanya.
Menurut Ardilasunu, selama melakukan pendampingan, apabila saat pelaksaan pemotongan hewan kurban ditemukan ada sapi hati yang mengandung cacing, akan dilihat seberapa besar sapi menggerogoti hati sapi tersebut. Jika masih sebagian kecil, hati yang dihinggapi cacing dapat dipotong dan dibuang, sedangkan sisanya masih bisa dimanfaatkan.
"Tapi kalau seluruh hati sudah terkena atau sirosis, maka harus dibuang. Kalaupun cuma sebagian hati yang digrogoti, masih bisa digunakan, asal tata cara memasaknya memenuhi kaidah higienis, dan matang," katanya.
Belum menular
Lebih lanjut ia mengatakan, walau informasi mengenai hati sapi mengadung cacing berbahaya untuk dikonsumsi, tetapi organisasi kesehatan dunia menyatakan penyakit cacing hati pada sapi belum dapat menular kepada manusia.
Ardilasunu menambahkan, tahun ini IPB menyebar sekitar 565 mahasiswa yang akan menjadi petugas pemeriksaan kesehatan hewan dan daging kurban di sejumlah wilayah seperti Depok, Kota dan Kabupaten Bogor, DKI Jakarta, Tanggerang dan Kepulauan Seribu.
Terpisah Kepala UPTD Rumah Potong Hewan (RPH) Bubulak, Arief Mukti mengatakan, cacing hati masih pada sapi lokal, karena manajemen pemeliharaan secara tradisional.
"Kalau di RPH kasus cacing hati masih sering ditemukan pada sapi lokal. Tapi sekarang sudah jarang lagi karena kebanyakan yang dipotong sapi impor," katanya.
Ia mengatakan, apabila manajemen pemeliharaan sapi lokal dilakukan seperti sapi impor yang dipeliharan di kadang dan terjaga makan serta kebersihannya. Maka kasus cacing hati tidak akan ditemukan lagi, sama seperti sapi impor.
"Tetapi cacing hati ini tidak separah cacing pita pada babi. Efek hati sapi apabila dimasak dengan cara yang benar, memenuhi kaidah bersih, cukup matangnya, dengan suhu 100 derjat, tidak apa-apa dikonsumsi," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015