Bogor, (Antara Megapolitan) - Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Muhammad Nasir mengatakan pengembangan riset di Indonesia membutuhkan dukungan dari swasta mengingat kecilnya dana riset yang dimiliki saat ini dibanding dengan negara tetangga.
"Dana riset Indonesia secara total baru 0,09 persen artinya 0,1 persen belum sampai. Sementara Malaysia sudah satu persen, dan Singapura justru lebih besar 2,5 persen," kata Menteri dalam Seminar Nasional Membangun Indonesia yang diselenggarakan Keluarga Mahasiswa NU Institut Pertanian Bogor (KMNU IPB) di Bogor, Minggu.
Menteri mengatakan, angka 0,09 adalah indikator bahwa biaya riset Indonesia sangat jauh dan kurang dibandingkan dengan negara lainnya. Meski demikian dari total dana tersebut 75 persen berasal dari pemerintah, hanya 25 persen yang berasal dari dunia usaha.
"25 persen yang menjadi kontribusi swasta ini umumnya berasal dari perusahaan manufaktur," kata dia.
Menurutnya, sektor usaha yang ada di Indonesia tidak hanya manufaktur, tapi banyak lainnya, seperti kontraktor, banking dan pusat perbelanjaan yang bisa menjadi peluang untuk mendorong pengembangan riset di tanah air.
"Apakah biaya riset hanya dari manufaktur? apa tidak ada industri lain yang bisa membiayai riset itu. Misalnya kontraktor, banking, perbelanjaan," kata menteri.
Ia mengatakan, ini adalah peluang yang harus dikembangkan, bahwa dana riset juga bisa didapatkan dari swasta yang bukan hanya bidang manufaktor. Tetapi bidang usaha lainnya.
"Ini dikaji bersama melihat komponen biaya yang bisa dikontribusikan, jangan sampai terjadi distorsi karena biaya riset yang kecil," katanya.
Menteri menambahkan, belum lama ini ia bertemu dengan tim riset dari Shell yang meneliti soal gas di wilayah Timur Indonesia, melibatkan tiga negara yakni Timor Leste, Indonesia dan Australia.
"Mereka menyebutkan dana risetnya mencapai 1,3 miliar dolar atau sekitar Rp15 triliun. Ini artinya ada biaya yang besar dikeluarkan untuk membiayai riset di tanah air," kata Menteri.
Oleh karena itu, lanjut Menteri, pihaknya akan memfasilitasi dan mendorong dunia usaha untuk berkontribusi terhadap riset di Indonesia. Idealnya setengah persen.
"Secara informal sudah disosialisasikan kepada Kadin dan asosiasi pengusaha. Kita fokus kembangkan riset di sektor kemaritiman, kedaulatan pangan dan energi," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015
"Dana riset Indonesia secara total baru 0,09 persen artinya 0,1 persen belum sampai. Sementara Malaysia sudah satu persen, dan Singapura justru lebih besar 2,5 persen," kata Menteri dalam Seminar Nasional Membangun Indonesia yang diselenggarakan Keluarga Mahasiswa NU Institut Pertanian Bogor (KMNU IPB) di Bogor, Minggu.
Menteri mengatakan, angka 0,09 adalah indikator bahwa biaya riset Indonesia sangat jauh dan kurang dibandingkan dengan negara lainnya. Meski demikian dari total dana tersebut 75 persen berasal dari pemerintah, hanya 25 persen yang berasal dari dunia usaha.
"25 persen yang menjadi kontribusi swasta ini umumnya berasal dari perusahaan manufaktur," kata dia.
Menurutnya, sektor usaha yang ada di Indonesia tidak hanya manufaktur, tapi banyak lainnya, seperti kontraktor, banking dan pusat perbelanjaan yang bisa menjadi peluang untuk mendorong pengembangan riset di tanah air.
"Apakah biaya riset hanya dari manufaktur? apa tidak ada industri lain yang bisa membiayai riset itu. Misalnya kontraktor, banking, perbelanjaan," kata menteri.
Ia mengatakan, ini adalah peluang yang harus dikembangkan, bahwa dana riset juga bisa didapatkan dari swasta yang bukan hanya bidang manufaktor. Tetapi bidang usaha lainnya.
"Ini dikaji bersama melihat komponen biaya yang bisa dikontribusikan, jangan sampai terjadi distorsi karena biaya riset yang kecil," katanya.
Menteri menambahkan, belum lama ini ia bertemu dengan tim riset dari Shell yang meneliti soal gas di wilayah Timur Indonesia, melibatkan tiga negara yakni Timor Leste, Indonesia dan Australia.
"Mereka menyebutkan dana risetnya mencapai 1,3 miliar dolar atau sekitar Rp15 triliun. Ini artinya ada biaya yang besar dikeluarkan untuk membiayai riset di tanah air," kata Menteri.
Oleh karena itu, lanjut Menteri, pihaknya akan memfasilitasi dan mendorong dunia usaha untuk berkontribusi terhadap riset di Indonesia. Idealnya setengah persen.
"Secara informal sudah disosialisasikan kepada Kadin dan asosiasi pengusaha. Kita fokus kembangkan riset di sektor kemaritiman, kedaulatan pangan dan energi," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015