Bogor, (Antaranews Bogor) - Praktik pembakaran ban bekas yang dilakukan oleh pabrik kapur ilegal di Desa Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat masih terus terjadi hingga saat ini, asap hitam mengepul terlihat di tengah pemukiman warga.

Camat Ciampea Juanda Dimansyah saat ditemui di kantornya Kamis, mengakui bahwa praktik pembakaran ban secara ilegal masih terjadi namun aktivitasnya sudah tidak sebanyak tahun-tahun sebelumnya.

"Kami sudah melakukan upaya secara persuasif agar praktik penambangan ilegal ini untuk dihentikan. Sudah kita panggil pemilik pabrik kapurnya, dan menandatangani surat pernyataan jika masih membakar pakai ban akan disegel," katanya.

Selama enam bulan terakhir, lanjut Dia sudah ada empat tungku pabrik kapur yang disegel oleh pihaknya karena melanggar surat pernyataan masih melakukan pembakaran dengan menggunakan ban bekas.

Namun meski telah dilakukan penyegelen sejumlah tungku pabrik kapur tetapi kegiatan ilegal tersebut dilakukan secara kucing-kucingan oleh penduduk Desa Ciampea yang sudah puluhan tahun menjadi penambang kapur liar.

"Karena pembakaran kapur ini sudah menjadi mata pencaharian tetap penduduk di desa itu, jadi kita berhadapan pada tradisi masyarakat bekerja sebagai penggali kapur secara turun temurun dan belum adanya solusi alternatif pekerjaan lain bagi mereka," katanya.

Dikatakannya hanya ada satu desa yang warganya menjadi penambang kapur liar di Bukit Kapur Cibodas Ciampea yakni Desa Ciampea. Hampir seluruh warganya bekerja mengolah kapur di lahan kehutanan milik pemerintah.

Ia mencatat sekitar 800 warga di kampung tersebut sudah menjalankan usaha sebagai penambang dan pembuat kapur sejak tahun zaman Belanda dan makin banyak jumlahnya sejak tahun 1970. Tercatat ada 40 tungku pembakaran kapur di desa tersebut.

"Tapi sekarang jumlahnya sedikit demi sedikit sudah berkurang, tiga bulan terakhir ini data menunjukkan jumlah warga yang masih bergerak dibidang pengolahan kapur liar sekitar 400 orang dan jumlah tungku sudah menjadi 30 tungku," katanya.

Pengurangan ini lanjut Dia, karena upaya pemerintah memberikan sosialisasi secara persuasif kepada masyarakat setempat untuk mengganti profesi dari penambang kapur liar dengan membuka usaha lain.

Dan berdasarkan kajian Badan Lingkungan Hidup setempat memberikan rekomendasi agar bahan bakar untuk membakar kapur dari awalnya menggunakan ban bekas diganti menggunakan serbuk gergaji.

"Sudah ada kemajuan mereka mencoba menggunakan serbuk gergaji, itu terbukti jarang sekali ada asap hitam yang mengebul di langit Ciampea," katanya.

Tetapi menurut warga sekitar asap hitam masih terlihat mengebul di langit Ciampea terutama pagi hari, walau tidak terlalu pekat tetapi selalu terjadi setiap pagi. Informasinya, para pekerja kapur tidak cocok menggunakan serbuk gergaji karena proses pembakaran menjadi lambat.

"Memang mereka bilang kalau pakai ban lebih cepat proses pembakarannya, kalau pakai serbuk agak lama waktunya. Makanya mereka menggunakan ban sebagai pancingan dibakar di awal," kata Juanda.

Juanda menambahkan situasi ini menjadi dilema tersendiri bagi pemerintahnya, karena harus berhadapan dengan masyarakat yang sudah menjadikan penambangan kapur sebagai mata pencaharian hidupnya. Bahkan, warga lokal setempat sangat tertutup dengan warga lain maupun pendatang yang akan menelusuri keberadaan pabrik kapur ilegal tersebut.

Pihak kecamatan berupaya agar tidak terjadi gesekan antara masyarakat yang menolak keberadaan pabrik kapur ilegal dengan warga yang masih mempertahankan pekerjaannya menjadi pengolah kapur liar. Sehingga desa penambang kapur menjadi terisolir dan tertutup.

"Perlu ada langkah persuasif dan intensif, melakukan sosialisasi dari hati ke hati dan menyediakan alternatif usaha lain agar secara bertahap mereka mau meninggalkan tradisi pekerjaan yang merusak lingkungan ini," kata Juanda.

Penggunaan ban sebagai bahan bakar pabrik kapur menjadi bukti pihak pabrik melakukan pencemaran udara. Selain warga yang tercemari, para pekerja beresiko menghirup asap pembakaran ban yang membahayakan kesehatan.

Asap sisa pembakaran ban tersebut mengandung diozin yang dapat memicu kanker pada manusia.

Pewarta: Laily Rahmawati

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015