Salatiga, (Antaranews Bogor) - WWF Indonesia bersama Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) bekerja sama membantu industri kecil menengah kehutanan guna mendapatkan kewajiban sertifikat sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) mulai 1 Januari 2015.
Dalam kaitan itu, pada Selasa, kedua belah pihak menggagas kunjungan media (media trip) ke kawasan hutan rakyat di perbatasan kawasan Salatiga dan Kabupaten Semarang bagian selatan.
Kegiatan yang diikuti Project Leader of Market Transformation Timber Section WWF Indonesia Aditya Bayunanda, Wakil Ketua Umum Asmindo Rudy T Luwia, Koordinator Program Switch Project Asmindo Indrawan, serta petani hutan di kawasan itu melihat langsung pohon jati yang berada di kawasan hutan rakyat.
Selama ini, dari kawasan hutan rakyat dimaksud memasok kebutuhan kayu bagi industri mebel di Yogyakarta.
Salah satu industri kecil menengah (IKM) yang didampingi proyek Switch Asia berada di Yogyakarta yaitu CV Max, yang mengambil sebagian besar bahan bakunya dari kawasan hutan rakyat di Salatiga, Jawa Tengah.
Aditya Bayunanda menjelaskan SVLK merupakan inisiatif pemerintah Indonesia untuk mengatasi pembalakan liar dan mempromosikan produk kayu legal di Indonesia.
Sistem ini bertujuan untuk memastikan bahwa kayu dan produk kayu yang diproduksi di Indonesia berasal dari sumber-sumber yang legal yang dapat diverifikasi.
SVLK diterapkan melalui mekanisme sertifikasi oleh pihak independen yang telah terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN).
Ia menjelaskan pada 30 September 2013, Indonesia dan Uni Eropa menandatangani perjanjian Voluntary Partnership Agreement (VPA) untuk menyepakati skema ekspor perusahaan produsen dari Indonesia yang telah bersertifikat SVLK agar dapat masuk pasar Eropa tanpa "due dilligence" (uji tuntas) dan pemeriksaan lanjutan oleh pihak ketiga.
Uni Eropa sendiri telah menerapkan European Union Timber Regulation (EUTR) sebagai regulasi legalitas pembelian kayu dari luar negara-negara Uni Eropa.
WWF-Indonesia melalui program Global Forest & Trade Network (GFTN), katanya, bekerja sama dengan (Asmindo) dan didukung oleh Uni Eropa, memfasilitasi 30 UKM (Usaha Kecil Menengah) dalam mencapai sertifikat SVLK.
Fasilitasi berupa persiapan "assessment" SVLK, konsultasi sampai perolehan sertifikat SVLK.
Kerja sama WWF-Asmindo dan Uni Eropa itu membantu produsen produk kehutanan untuk berbisnis secara bertanggung jawab, dan dilakukan di bawah payung program Switch Asia.
Sementara itu, pemilik CV Max Yogyakarta MS Wahyu Hidayat, yang akrab disapa "Hondi" mengakui bahwa pihaknya selama ini dalam mendapatkan bahan baku bagi IKM mebelnya bekerja sama dengan Sutrisno, petani hutan sekaligus pengepul dari hutan rakyat di kawasan Salatiga dan Kabupaten Semarang itu.
"Sejak awal melakukan bisnis ini, saya memang berkomitmen kuat untuk mendapatkan bahan baku legal," katanya.
Karena itu, dalam kaitan SVLK, pihaknya juga berkepentingan untuk ikut memberikan pemahaman akan kewajiban itu kepada petani hutan rakyat dan juga pengepulnya.
"Sehingga dengan demikian, kami mendapatkan bahan baku berkualitas baik, sekaligus terjamin legalitas dari mana kayu itu berasal," katanya.
Sedangkan Sutrisno, mewakili petani hutan rakyat di kawasan perbatasan Salatiga dan Kabupaten Semarang itu mengaku bahwa pihaknya bisa memasok sekitar 500 meter kubik per bulan bagi IKM mebel.
Pasokan tersebut diperoleh secara akumulatif dari hutan rakyat seluas 40 hektare milik petani hutan setempat.
"Semua kayu jati yang kami usahakan semuanya terdokumentasi aspek legalitasnya," kata Sutrisno.
Kegiatan kunjungan media tersebut pada Rabu (21/1) akan dilanjutkan dengan melihat langsung kegiatan usaha mebel di CV Max di Yogyakarta.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015
Dalam kaitan itu, pada Selasa, kedua belah pihak menggagas kunjungan media (media trip) ke kawasan hutan rakyat di perbatasan kawasan Salatiga dan Kabupaten Semarang bagian selatan.
Kegiatan yang diikuti Project Leader of Market Transformation Timber Section WWF Indonesia Aditya Bayunanda, Wakil Ketua Umum Asmindo Rudy T Luwia, Koordinator Program Switch Project Asmindo Indrawan, serta petani hutan di kawasan itu melihat langsung pohon jati yang berada di kawasan hutan rakyat.
Selama ini, dari kawasan hutan rakyat dimaksud memasok kebutuhan kayu bagi industri mebel di Yogyakarta.
Salah satu industri kecil menengah (IKM) yang didampingi proyek Switch Asia berada di Yogyakarta yaitu CV Max, yang mengambil sebagian besar bahan bakunya dari kawasan hutan rakyat di Salatiga, Jawa Tengah.
Aditya Bayunanda menjelaskan SVLK merupakan inisiatif pemerintah Indonesia untuk mengatasi pembalakan liar dan mempromosikan produk kayu legal di Indonesia.
Sistem ini bertujuan untuk memastikan bahwa kayu dan produk kayu yang diproduksi di Indonesia berasal dari sumber-sumber yang legal yang dapat diverifikasi.
SVLK diterapkan melalui mekanisme sertifikasi oleh pihak independen yang telah terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN).
Ia menjelaskan pada 30 September 2013, Indonesia dan Uni Eropa menandatangani perjanjian Voluntary Partnership Agreement (VPA) untuk menyepakati skema ekspor perusahaan produsen dari Indonesia yang telah bersertifikat SVLK agar dapat masuk pasar Eropa tanpa "due dilligence" (uji tuntas) dan pemeriksaan lanjutan oleh pihak ketiga.
Uni Eropa sendiri telah menerapkan European Union Timber Regulation (EUTR) sebagai regulasi legalitas pembelian kayu dari luar negara-negara Uni Eropa.
WWF-Indonesia melalui program Global Forest & Trade Network (GFTN), katanya, bekerja sama dengan (Asmindo) dan didukung oleh Uni Eropa, memfasilitasi 30 UKM (Usaha Kecil Menengah) dalam mencapai sertifikat SVLK.
Fasilitasi berupa persiapan "assessment" SVLK, konsultasi sampai perolehan sertifikat SVLK.
Kerja sama WWF-Asmindo dan Uni Eropa itu membantu produsen produk kehutanan untuk berbisnis secara bertanggung jawab, dan dilakukan di bawah payung program Switch Asia.
Sementara itu, pemilik CV Max Yogyakarta MS Wahyu Hidayat, yang akrab disapa "Hondi" mengakui bahwa pihaknya selama ini dalam mendapatkan bahan baku bagi IKM mebelnya bekerja sama dengan Sutrisno, petani hutan sekaligus pengepul dari hutan rakyat di kawasan Salatiga dan Kabupaten Semarang itu.
"Sejak awal melakukan bisnis ini, saya memang berkomitmen kuat untuk mendapatkan bahan baku legal," katanya.
Karena itu, dalam kaitan SVLK, pihaknya juga berkepentingan untuk ikut memberikan pemahaman akan kewajiban itu kepada petani hutan rakyat dan juga pengepulnya.
"Sehingga dengan demikian, kami mendapatkan bahan baku berkualitas baik, sekaligus terjamin legalitas dari mana kayu itu berasal," katanya.
Sedangkan Sutrisno, mewakili petani hutan rakyat di kawasan perbatasan Salatiga dan Kabupaten Semarang itu mengaku bahwa pihaknya bisa memasok sekitar 500 meter kubik per bulan bagi IKM mebel.
Pasokan tersebut diperoleh secara akumulatif dari hutan rakyat seluas 40 hektare milik petani hutan setempat.
"Semua kayu jati yang kami usahakan semuanya terdokumentasi aspek legalitasnya," kata Sutrisno.
Kegiatan kunjungan media tersebut pada Rabu (21/1) akan dilanjutkan dengan melihat langsung kegiatan usaha mebel di CV Max di Yogyakarta.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015