Jakarta, (Antaranews Bogor) - Dirjen Bina Usaha Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Hendroyono menyatakan bahwa Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) adalah upaya "soft approach" untuk mengurangi pembalakan liar (illegal logging) hutan.

"Dan SVLK yang merupakan ketentuan yang bersifat mandatory (wajib) sekaligus untuk memperbaiki tata kelola kehutanan di Indonesia," katanya seperti disampaikan Direktur Program Multistakeholder Forestry Programme (MFP-3) Asep Sugih Suntana di Jakarta, Selasa.

Ia menjelaskan MFP-3 yang merupakan suatu program kerja sama bilateral antara Kementerian Kehutanan RI (sekarang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan-red) dengan Pemerintah Inggris menggelar acara Komunikasi Nasional" bertema "Menyongsong Implementasi Penuh SVLK pada 1 Januari 2015" di Surabaya, Jawa Timur.

Kegiatan Komunikasi Nasional itu digagas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur, dengan dukungan dari MFP3, yang dihadiri Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan Dwi Sudharto dan Kepala Dinas Kehutanan Jatim.

Bambang Hendroyono juga menyatakan bahwa SVLK sekaligus menjawab "trend" perdagangan kayu internasional yang memerlukan bukti legalitas yang saat ini menjadi regulasi di negara-negara importer seperti "Amandemen Lacey Act" di Amerika Serikat, "EU Timber Regulation" di Uni Eropa, "Illegal Logging Prohibition Act" di Australia, dan "Green Konyuho" di Jepang.

Ditegaskan bahwa peraturan mengenai SVLK tersebut sangat penting diketahui oleh masyarakat, industri kecil menengan (IKM), industri rumah tangga (IRT) dan hutan rakyat karena akan membantu mendapatkan dokumen legalitas melalui Deklarasi Kesesuaian Pemasok (DKP) dan menjamin tidak ada kayu ilegal beredar karena adanya ketelusuran kayu dari hilir ke hulu.

Deklarasi tersebut, katanya, dilakukan oleh pemasok berdasarkan bukti persyaratan yang telah terpenuhi.

Ia mengatakan melalui DKP, pelaku usaha cukup mengisi pernyataan bahwa kayu dan produk yang dihasilkan berasal dari sumber dan diproses secara legal, tanpa harus diverifikasi terlebih dahulu oleh auditor.

DKP diharapkan akan membantu para pelaku industri rumah tangga/pengrajin dengan sumber bahan baku industri yang berasal dari hutan hak yang sebagian besar belum memperoleh SVLK, tambahnya.

Untuk menjaga kredibilitas DKP, katanya, pemerintah atau pihak ketiga yang ditunjuk dapat melakukan inspeksi sewaktu-waktu untuk memeriksa legalitas kayu.

Hingga kini, kata dia, implementasi SVLK menunjukkan perkembangan positif.

Penilaian kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) dan VLK, menurut dia, telah dilakukan terhadap 153 unit Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam (IUPHHK-HA) dan 126 unit Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman ((IUPHHK-HT).

Selain itu, VLK juga telah dilaksanakan oleh 57 Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) di Perhutani, 99 kelompok hutan hak, dan 1.136 unit industri primer dan lanjutan.

Sementara itu, Kepala Dinas Kehutanan Jatim Gatot Soebektiono menjelaskan implementasi SVLK saat ini telah mendapat dukungan dari banyak pihak guna menyosialisasikan revisi peraturan terbaru di seluruh Indonesia termasuk di Surabaya ini.

"Provinsi Jawa Timur selalu mendukung kebijakan pemerintah dalam rangka pengelolaan hutan yang lestari dan legalitas kayu," katanya.

Asep Suntana menambahkan MFP-3 yang memfasilitasi kegiatan ini masih akan melanjutkan dukungan terkait sosialisasi/komunikasi publik revisi peraturan terbaru, proses pendampingan, dan sertifikasi terutama bagi Unit Manajemen Hutan Rakyat (UMHR) dan IKM.

Kegiatan tersebut juga sebagai bentuk sosialisasi Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.43/Menhut-II/2014 yang diterbitkan pada tanggal 19 Juni 2014 dan Peraturan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Nomor: P.5/VI- BPPHH/2014 yang diterbitkan tanggal 14 Juli 2014 tentang Standar dan Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) dan Verifikasi Legalitas Kayu (VLK), yang lebih dikenal sebagai SVLK.

Kedua peraturan ini akan diberlakukan secara penuh pada tanggal 1 Januari 2015 untuk pelaksanaan sertifikasi pengelolaan hutan produksi lestari dan sertifikasi legalitas kayu.

SVLK adalah sistem yang menjamin legalitas kayu serta ketelusuran kayu dari asal mula tempat kayu ditebang sampai ke hilir (pintu ekspor).

Sistem ini merupakan komitmen bersama dari Pemerintah Indonesia serta para pihak untuk menanggulangi pembalakan dan perdagangan kayu serta produk kayu yang ilegal, juga untuk memperbaiki tata kelola kehutanan di Indonesia.

Pewarta: Andi Jauhari

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2014