Bogor, 30/12 (ANTARA) - Penangkapan ikan secara berlebihan atau "overfishing" dan kerusakan lingkungan menjadi penyebab utama kemiskinan di kalangan nelayan Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.
Hal tersebut dikemukakan Dr Pigoselpi Anas saat mempertahankan disertasinya dalam ujian terbuka program doktor Institut Pertanian Bogor di Kampus Dramaga, Bogor, Jumat.
Dalam disertasi berjudul "Studi Keterkaitan Antara Sumberdaya Ikan dan Kemiskinan Nelayan Sebagai Dasar Kebijakan Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Cirebon" tersebut Pigoselpi mengungkapkan faktor-faktor yang membuat perekonomian nelayan di wilayah ini masih jauh dari sejahtera.
Ia menyebutkan status pemanfaatan submer daya ikan, di zona I, II maupun III wilayah perairan laut Kabupaten Cirebon pada umumnya telah mengalami tangkapan lebih (overfishing), baik berdasarkan jenis alat tangkap maupun jenis ikannya.
"Kondisi overfishing ini mengakibatkan volume tangkapan ikan semakin sedikit, ukuran ikan yang tertangkap semakin kecil dan areal penangkapan semakin jauh dari pantai sehingga waktu kerja para nelayan pun semakin lama," katanya.
Dampak lanjutannya adalah biaya melaut makin meningkat dan pada saat bersamaan pendapatan nelayan cenderung menurun.
Situasi tersebut diperparah lagi oleh makin meningkatnya pencemaran lingkungan laut dan perusakan ekosistem pesisir, khususnya mangrove dan estuari.
Pada kondisi status pemanfaatan sumber daya ikan yang sudah overfishing ini, maka faktor yang paling dominan membentuk kemiskinan nelayan adalah faktor alamiah.
Pigoselpi dalam penelitiannya juga menemukan bahwa umumnya pendapatan nelayan di Kabupaten Cirebon umumnya lebih kecil dari pengeluarannya.
"Mereka bisa bertahan hidup karena utang, atau bantuan dari kerabat," kata Pigoselpi.
Faktor-faktor kultural, yang meliputi tingkat pendidikan, etos kerja dan gaya hidup nelayan, menurutnya tidak berpengaruh pada tingkat kesejahteraan nelayan di Kabupaten Cirebon.
Bahkan ia menemukan fakta bahwa tingkat pendapatan tertinggi adalah pada nelayan yang pendidikannya SMP, dan pendapatan rata-rata terendah adalah yang berpendidikan diploma.
Pigoselpi dalam disertasinya juga memberi saran-saran untuk mengatasi masalah tersebut.
Di antaranya upaya penurunan laju penangkapan untuk jenis alat tangkap dan jenis ikan yang sudah berlebih atau overfishing di perairan zona I, II dan III.
Pihak berwenang juga harus dapat mengendalikan pencemaran yang terjadi di perairan laut Cirebon, baik yang berasal dai darat maupun laut seperti ceceran minyak dan limbah dari kapal niaga.
"Ekosistem mangrove yang rusak juga harus segera direhabilitasi, dan jalur hijau mangrove harus dibangun sesuai dengan tata ruang wilayah," katanya.
Pigoselpi Anas yang lahir di Payakumbuh, Sumatera Barat, pada 20 Februari 1960 itu adalah isteri dari mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri.
Ia masuk IPB pada 1978 dan lulus S1 jurusan budidaya perikanan Fakultas Perikanan tahun 1982.
Tahun 2000 ibu empat anak itu melanjutkan pendidikan S2 pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan IPB hingga lulus tahun 2003 dan dilanjutkan studi S3 pada Program Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB.
Sidang doktoral yang berlangsung di gedung rektorat IPB tersebut juga dihadiri oleh Ketua DPR Marzuki Alie, Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, Rektor IPB Herry Suhardiyanto dan Rokhmin Dahuri.
Dalam sambutan singkatnya, Marzukie Ali memuji ketekunan Pigoselpi yang kini telah meraih gelar doktor, melalui penelitian yang sangat bermanfaat untuk mengatasi masalah kemiskinan di kalangan nelayan.
"Penelitian seperti ini perlu dikomukasikan ke pihak-pihak yang berkepentingan sehingga manfaatnya langsung terlihat," katanya.
Ia juga menyarankan kepada pihak IPB agar dalam ujian terbuka doktoral atau presentasi hasil penelitian yang terkait dengan kondisi suatu daerah, sebaiknya kepala daerahnya juga diundang.
Teguh Handoko
"Overfishing" dan Kerusakan Alam Miskinkan Nelayan Cirebon
Jumat, 30 Desember 2011 19:40 WIB
"Overfishing" dan Kerusakan Alam Miskinkan Nelayan Cirebon
overfishing-dan-kerusakan-alam-miskinkan-nelayan-cirebon
