Depok (ANTARA News Megapolitan) - Adara Relief International kembali mengirimkan bantuan secara langsung kepada pengungsi Palestina di Yordania pada akhir Januari lalu, untuk menghadapi musim dingin tahun ini.
Pengiriman bantuan Adara ini diwakili oleh Bannasari dan Fitriyah Nur Fadilah dengan mengunjungi dua tempat pengungsian, yakni pengungsian Gaza (yang dihuni oleh penduduk yang berasal dari Gaza) di kota Jarosh dan pengungsian Buk`ah. Di Yordania sendiri ada 12 kamp pengungsian Palestina. Sementara itu dua pertiga penduduk Yordania adalah pengungsi.
"Bantuan yang kami berikan adalah berupa selimut dan barang-barang kebutuhan pokok," kata Bannasari dalam keterangan tertulisnya, Senin
Keadaaan dua pengungsian yang dikunjungi Adara bisa dibilang jauh dari kondisi layak. Selain bangunan yang seadanya, kondisi fisik bangunan juga sangat memprihatinkan, banyak genteng-genteng yang bocor, dinding yang retak, dan ?fasilitas sanitasi yang buruk.
Di setiap rumah pengungsian yang dikunjungi Adara, tidak ada satupun dari mereka yang memiliki mesin penghangat ruangan. Padahal bisa dibilang kondisi cuaca ketika musim dingin sangat menggigit.
Tim Adara yang sudah menggunakan baju berlapis hingga mantel hangat dan juga sarung tangan saja masih merasakan dingin yang begitu menusuk tulang. Bahkan ketika di dalam hotel sekalipun yang telah menggunakan mesin penghangat.
"Entah bagaimana para pengungsi itu melewatkan malam yang begitu dingin, hanya dengan selimut hangat yang seadanya. Belum lagi struktur bangunan yang seadanya hingga udara dingin dapat masuk begitu saja ke rumah mereka," kata Fitriyah.
Fitriyah mengatakan jangan ditanya soal air hangat. Hampir dapat dipastikan mereka tidak memiliki penghangat air. Adara cukup beruntung karena fasilitas di penginapan tersedia air hangat.
Namun ketika kami mengunjungi penampungan dan buang air di fasilitas publik di sekitar penampungan, dinginnya air terasa hampir membekukan tangan dan kaki kami.
Kondisi ini tidak hanya sampai di situ. Beban yang harus ditanggung oleh para pengungsi bertambah parah dengan banyaknya anggota keluarga yang mendiami satu rumah melebihi kapasitasnya. Satu rumah berukuran kurang lebih 30 meter bisa didiami oleh delapan hingga 10 orang.
Tidak hanya keterbatasan ekonomi, kondisi hidup yang demikian menghimpit tak jarang membuat mereka kehilangan akal sehat. Dalam kunjungan kemarin, Adara menjumpai seorang ibu yang depresi akibat persoalan hidup yang dihadapinya.
Bagi pengungsi Gaza, kondisi mereka semakin sulit dengan ketiadaan kewarganegaraan. Jika pengungsi yang berasal dari daerah Tepi Barat masih berhak mendapatkan kewarganegaraan Yordania tetapi hal ini tidak berlaku bagi pengungsi yang berasal dari Jalur Gaza. Mereka tidak berhak mendapatkan kewarganegaraan Yordania. Sehingga ketika mereka bekerja, mereka hanya berhak mendapatkan upah sepertiga dari standar upah minimum yang berlaku di sana.
Demikian pula dengan fasilitas kesehatan maupun pendidikan, mereka tidak bisa memasuki atau menikmati fasilitas pendidikan dan kesehatan milik negara. Hal ini menyebabkan para pengungsi Gaza sulit untuk memperbaiki keadaan hidup mereka.
Kondisi yang amat memprihatinkan di pengungsian penduduk Palestina ini masih jauh lebih baik dari penduduk Palestina yang masih bertahan di Jalur Gaza. Terbilang 12 tahun sudah mereka diblokade. Rumah-rumah mereka tiap harinya dihancurkan. Listrik mereka mati, air bersihpun minim.
Kemiskinan yang diderita penduduk Palestina bukan karena kemalasan apalagi kebodohan. Kemiskinan ini karena mereka dimiskinkan. Tanah air mereka direbut, dirampas, dijajah. Mereka yang dahulunya hidup berjaya, digdaya, kini merana.
Jika kita masih berdiam pada penderitaan Palestina, maka perlu kita tanya pada nurani adakah ia tersisa? Pembukaan UUD 45 pun pada alinea pertama dengan jelas menyatakan: bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa.
Editor berita: B. Santoso
Adara kembali kirim bantuan untuk pengungsi Palestina
Senin, 11 Februari 2019 19:40 WIB
Bantuan yang kami berikan adalah berupa selimut dan barang-barang kebutuhan pokok.