Jakarta (ANTARA) - Musim panas tahun 2012 di Inggris menjadi momentum terakhir kali cabang anggar Indonesia tampil dalam ajang Olimpiade.
Saat itu, Diah Permatasari unjuk gigi di panggung anggar Olimpiade London 2012. Diah memastikan tempat dalam persaingan itu setelah merebut medali perunggu pada prakualifikasi Olimpiade di Jepang.
Atlet asal Probolinggo, Jawa Timur, itu akhirnya menapaki kembali jejak yang ditinggalkan sederet nama atlet anggar (fencer) Indonesia di Olimpiade setelah 20 tahun.
Sebelum Permatasari, ada nama fencer seperti Handry Lenzun dan Zakaria Lucas yang tampil Olimpiade Barcelona 1992. Mereka meneruskan pencapaian Silvia Kristina dan Alkindi yang tampil di Olimpiade Seoul 1988 maupun Andreas Soeratman, Ishar Hacchja, Pau Sioe Gouw, Zus Undap di Olimpiade Roma 1960.
Meski Permatasri tersingkir pada babak 32 besar di London, namun langkahnya meninggalkan jejak terakhir yang menandai perjalanan anggar Indonesia di pesta olahraga multi cabang terbesar di dunia.
Olimpiade bukan merupakan panggung asing bagi anggar Indonesia. Namun, semenjak di London, Indonesia hanya menjadi penonton yang menyaksikan kemeriahan pesta dari layar kaca.
Selama lebih dari 10 tahun, tidak ada fencer dari Tanah Air merasakan langsung atmosfer persaingan di Olimpiade Rio 2016, Olimpiade Tokyo 2020, maupun Olimpiade Paris 2024.
Absennya anggar Indonesia selama tiga seri Olimpiade membuat nama cabang olahraga seni bela diri menggunakan senjata seperti pedang itu kian redup di lingkaran persaingan global.
Namun, tak ada kata menyerah, apalagi padam. Satu per satu strategi disiapkan Pengurus Besar Ikatan Anggar Seluruh Indonesia (PB Ikasi) untuk mengejar tujuan besar di masa depan yaitu mencetak penerus Permatasari.
Satu medali perunggu yang dipersembahkan Irfandi Nurkamil, Ricky Dhisulima, dan Dita Afriadi dari nomor beregu sable putra pada SEA Games Kamboja 2023 menjadi menandakan bara perjuangan anggar Indonesia untuk meraih prestasi tak menjadi abu.
Hasil itu menjadi babak baru bagi anggar Indonesia setelah pada SEA Games Vietnam 2021, anggar menjadi satu-satunya bang olahraga yang tidak mempersembahkan medali.
Perunggu dari Kamboja menjadi pelecut bagi federasi yang mulai merancang program penguatan dengan melakukan seleksi nasional, pemusatan latihan nasional, hingga berkompetisi di luar negeri.
Delapan bulan setelah pesta olahraga multi cabang terbesar se-Asia Tenggara di Kamboja, anggar Indonesia merebut lima medali pada Kejuaraan Anggar ASEAN yang bertajuk SEAFF Junior and Cadet Championship pada Januari 2024 di Kuala Lumpur Malaysia.
Fencer Sundari berhasil merebut emas dari nomor eppe junior putra, disusul medali perak nomor men's team epee junior yang diraih Arval Raizel RS, Andi Akbar, Diven Dwi PA, dan Zaudan Karim.
Tiga perunggu dari nomor eppe junior putri lewat penampilan Nazwa Salwa, nomor team women's epee junior (Nazwa Salwa, Alzenna Laiqa, Fadilah Aprilia, Shahira Aqeela), dan team men's foil junior (Clifford Junior, Zaydan Kariim, Diven Dwi AP, Andi Akbar). Prestasi para fencer muda itu menunjukkan anggar Indonesia sedang berada di jalur yang tepat dalam perjalanan menuju panggung Olimpiade.
Momentum kebangkitan
Pada Juni lalu, anggar Indonesia mendapatkan sebuah kepercayaan besar dari Konfederasi Anggar Asia (FCA) untuk menjadi tuan rumah Kejuaraan Anggar Asia 2025.
Lebih dari 700 atlet dari 30 negara di Asia hadir berkompetisi di Bali sekaligus menjajal keindahan pariwisata Pulau Dewata yang sudah mendunia.
PB Ikasi yang menjadi "tuan pesta" menyadari bahwa persaingan di level Asia masih cukup berat untuk ditaklukkan dengan kekuatan anggar Indonesia sekarang.
Meskipun lebih dari 20 fencer Indonesia diturunkan dalam ajang itu namun mereka tidak diberikan target untuk meraih medali.
Benar saja, ketatnya persaingan membuat tim anggar Indonesia kesulitan melangkah lebih jauh. Gelar juara umum menjadi milik Jepang dengan perolehan tujuh emas, dua perak, tiga perunggu, disusul Tiongkok dengan dua emas, lima perak, dan empat perunggu, serta Korea Selatan dengan dua emas, tiga perak, dan dua perunggu.
Ketua Umum Pengurus Besar Amir Yanto memandang hasil penampilan tim Indonesia tanpa medali dalam kejuaraan itu sebagai sebuah kondisi yang realistis.
Dari awal, para atlet memang tidak ditargetkan medali apa pun, tetapi hanya menyuguhkan kemampuan terbaik, mendapatkan pengalaman dan pelajaran sebanyak mungkin.
Bagi Amir, Kejuaraan Asia merupakan momentum yang sangat strategis bagi kebangkitan anggar Indonesia karena banyak atlet bisa merasakan atmosfer persaingan di level Asia.
Banyak fencer Indonesia akhirnya bisa mengukur sejauh mana kemampuan mereka ketika berada di panggung yang lebih besar dari pada Asia Tenggara.
PB Ikasi berupaya terus menambah jam terbang para fencer agar terus mengevaluasi serta mengasa kemampuan mereka menuju prestasi di level dunia.
Peta jalan
Kabar Indonesia ditunjuk sebagai tuan rumah Kejuaraan Anggar Asia 2025 disambut hangat oleh Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotedjo.
Kejuaraan Asia itu bisa menjadi "batu loncatan" anggar Indonesia untuk memperkuat fondasi pembinaan atlet untuk membuka peluang menuju prestasi global.
Dito menyadari perjalanan mencapai panggung Olimpiade bukan hal mudah membutuhkan persiapan yang matang. Semua sumber daya harus dipersiapkan secara mumpuni.
Oleh sebab itu, dia menekankan pentingnya rancangan peta jalan (road map) yang secara terperinci dari PB Ikasi, karena cabang anggar selalu dimainkan di berbagai level kejuaraan dari SEA Games, Asian Games, hingga Olimpiade.
"Apalagi anggar juga termasuk dalam mother of sport," katanya.
Kejuaraan Anggar Asia yang kembali diadakan di Indonesia setelah lebih dari dua dekade bisa menjadi titik awal peta jalan baru menuju kejayaan anggar Indonesia di panggung dunia.
