Jakarta (ANTARA) - Komentator politik AS John Bolton yang pernah menjadi Penasihat Keamanan AS semasa pemerintahan pertama Donald Trump, berseloroh saat diwawancarai media Inggris, LBC, dengan menyatakan bahwa Trump adalah orang g yang berpikir bahwa dia pasti tahu jawabannya sebelum mengetahui apa pertanyaannya atau apa faktanya.
Trump tidak ingin ada nasihat yang bertentangan, sehingga dia akan melangkah sesuai pendapatnya dan kurang bergantung kepada pendapat pakar.
Bolton, yang berpisah dengan Trump pada September 2019, sejak itu kerap mengkritik Trump.
Ia menulis memoar pada edisi 2023 yang berisi tudingan bahwa Trump yang menghukum lawan pribadinya tetapi membuat lega negara lawan, Rusia dan China.
Trump memang diakui memiliki ambisi tinggi, itunjukkan dalam pidato pelantikannya pada 20 Januari 2025 bahwa kemerosotan AS telah berakhir dan zaman keemasan Amerika dimulai dari sekarang.
Ambisi itu juga dilaksanakan Trump antara lain dengan menetapkan serangkaian perintah eksekutif termasuk menyatakan darurat nasional di perbatasan AS bagian selatan, meningkatkan produksi minyak dan gas, serta berjanji untuk mulai memberlakukan tarif dan pajak bagi negara asing.
Janji lainnya, menyelamatkan industri otomotif domestik, mengembalikan ketertiban, membangun militer terkuat yang pernah ada di dunia, tetapi ironisnya juga bertekad untuk menjadi pembawa perdamaian.
Salah satu yang memiliki kemiripan seperti Trump dapat disebut Napoleon Bonaparte, Kaisar Prancis pada periode 1804-1814.
Prancis era Napoleon memiliki rival utama yaitu Kerajaan Inggris Raya, yang disebut Napoleon sebagai bangsa pemilik toko karena Revolusi Industri membuat Inggris menjadi negara penghasil beragam komoditas yang sangat produktif. Demikian halnya dengan Trump yang telah lama memandang China sebagai rival utama, di mana China kerap disebut saat ini sebagai "pabrik dunia".
Sebagaimana Trump yang mengancam berbagai negara dengan tarif tinggi, Napoleon juga kerap memberikan ancaman kepada beragam negara, terutama terkait dengan ambisi dan visinya untuk memperluas kekuatan Prancis di seluruh Eropa serta juga di wilayah di luar Eropa, yang memicu munculnya beragam konflik militer di banyak lokasi.
Bila tidak berhati-hati, kebijakan tarif tinggi yang merupakan bagian dari taktik negosiasi Trump bisa saja berbalik menjadi senjata makan tuan, karena hal tersebut bisa saja membuat harga-harga barang di dalam negeri AS menjadi semakin lebih tinggi.
Belum lagi bila direnungkan bahwa China saat ini telah memiliki aliansi bidang perekonomian yang bisa dibilang cukup mumpuni dalam BRICS (di mana Indonesia juga termasuk di dalamnya).
Namun yang pasti, pemimpin berambisi tinggi dan sangat percaya diri terhadap dirinya sendiri dan cenderung mengabaikan opini orang lain, biasanya akan memiliki akar pengambilan keputusan, apakah langkah yang dia ambil akan mengglorifikasi dirinya atau tidak ke depannya.
Baca juga: Trump sebut akan ganti nama Teluk Meksiko jadi Teluk AmerikaBaca juga: Trump resmi Presiden ke-47 Amerika Serikat