Kabupaten Bekasi (ANTARA) - Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bekasi, Jawa Barat memutuskan menghentikan penuntutan kasus pidana terhadap seorang tersangka pedagang bakso berinisial HJS melalui upaya 'restorative justice' atau keadilan restoratif.
"Kami melakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif terhadap pedagang bakso yang khilaf telah melakukan pemukulan," kata Kepala Kejari Kabupaten Bekasi Dwi Astuti Beniyati di Cikarang, Selasa.
Penghentian penuntutan perkara ini ditandai dengan penyerahan surat ketetapan penyelesaian berdasarkan keadilan restoratif dari Kepala Kejari Kabupaten Bekasi Nomor: TAP- 4/ M.2.31/ Eoh.2/ 01/ 2025 kepada tersangka HJS yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP.
Surat ketetapan dimaksud diserahkan setelah Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat beserta jajaran menyetujui permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif terhadap tersangka HJS yang diajukan oleh Kepala Kejari Kabupaten Bekasi.

Dwi Astuti menjelaskan perkara pidana ini berawal ketika tersangka HJS bersama istri hendak pulang dari pasar menggunakan sepeda motor setelah membeli bahan-bahan untuk berjualan bakso.
Saat itu tersangka melihat korban sedang berselisih dengan seorang pengendara sepeda motor lain di jalan Kampung Tugu, Desa Karangasih, Kecamatan Cikarang Utara.
Tersangka HJS menegur korban karena dinilai telah membuat kemacetan namun korban tidak terima atas teguran tersebut. Keduanya berselisih hingga akhirnya tersangka memukul korban sebanyak dua kali.
"Setelah memukul korban, tersangka menawarkan korban untuk berobat dan siap bertanggung jawab secara hukum namun korban menolak sambil menunjukkan identitas sebagai anggota kepolisian," katanya.
Kejari Kabupaten Bekasi menindaklanjuti perkara tersebut dengan upaya damai berdasarkan keadilan restoratif pada Kamis (12/12/2024) dihadiri tersangka, korban, keluarga tersangka, tokoh agama, tokoh masyarakat dan penyidik.
"Kami memfasilitasi upaya perdamaian, korban menyambut baik serta menerima permohonan maaf dari tersangka tanpa ganti rugi dalam bentuk apapun. Keluarga tersangka, tokoh agama dan tokoh masyarakat dari lingkungan tersangka serta penyidik pun mendukung proses perdamaian tersebut," ucapnya.
Kajari mengaku alasan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif pada kasus ini adalah karena tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana dan ancaman pidana penjaranya tidak lebih dari lima tahun. Kemudian telah terjadi kesepakatan perdamaian antara korban dan tersangka.
Selain itu dikarenakan alasan humanis yakni tersangka termasuk keluarga tidak mampu dan harus menghidupi istri beserta orang tua yang sudah berusia lanjut sebagai pedagang bakso gerobak dengan penghasilan tidak menentu serta menghindari stigma negatif di masyarakat.
"Di waktu yang bersamaan kami juga menghentikan penuntutan perkara berdasarkan keadilan restoratif kepada tersangka Emiliya alias Lia yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP serta Dedi Kurnia alias Wawan atas sangkaan Pasal 480 ke-1 KUHP," katanya.
Baca juga: Kejagung akan telusuri sumber uang disita dari mantan Ketua PN Surabaya
Baca juga: Presiden perintahkan Jaksa Agung fokus tindak kasus perizinan ilegal