Jakarta (ANTARA) - Berbagai media di Indonesia dalam beberapa pekan terakhir ramai memberitakan kemunculan virus yang masih cukup asing di telinga masyarakat awam. Human Metapneumovirus (HMPV), boleh dibilang merupakan patogen senyap yang selama ini terabaikan.
Human Metapneumovirus adalah ancaman biologis yang senyap tetapi nyata. Namun, ancaman ini juga membawa peluang untuk inovasi. Dengan mengintegrasikan pendekatan yang lintas-multidisipliner, kita dapat menciptakan sistem kesehatan yang lebih inklusif dan tangguh.
Indonesia memiliki kesempatan untuk menjadi pelopor dalam strategi ini, mengingat beban pneumonia yang tinggi di negara ini.Bisa jadi, virus ini akan tetap terabaikan jika saja COVID-19 yang belakangan muncul tidak mencabut jutaan nyawa dan memporakporandakan perekonomian dunia.
HMPV adalah salah satu penyebab utama infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), terutama pada anak-anak, lansia, dan individu dengan sistem imun yang lemah.
Infeksi virus ini menimbulkan gejala yang beragam mulai dari batuk rejan hingga sesak napas akut.
Virus ini memang tidak setenar COVID-19 atau influenza. Ditemukan pertama kali di Belanda pada tahun 2001, nama virus hMPV hampir tak pernah terdengar di luar lingkaran komunitas virologi.
Ironisnya, di tengah kemajuan teknologi diagnostik, virus ini tetap sulit dideteksi secara rutin, terutama di negara berkembang.
Mekanisme molekuler mematikan, HMPV memiliki struktur genom RNA rantai tunggal sepanjang 13 kilobase. Secara sederhana, bisa dikatakan bahwa virus ini memiliki susunan gen yang dirancang untuk menyerang tubuh manusia secara efisien. Protein F, misalnya, berperan dalam meleburkan virus ke dalam membran sel manusia, memungkinkan infeksi berlangsung. Sementara itu, protein G menjadi ahli pengelabuan, menghambat sistem imun bawaan dengan memblokir garis pertahanan pertama tubuh melawan virus.
Studi menunjukkan prevalensi HMPV mencapai 4,7% di China dengan genotipe A2c yang sering dikaitkan dengan infeksi berat. Di negara berkembang, kurangnya surveilans molekuler membuat ancaman ini sering kali tidak terdeteksi hingga menimbulkan wabah lokal. Dalam konteks Indonesia, di mana pneumonia menjadi salah satu penyebab utama kematian anak, hMPV berpotensi memberikan kontribusi yang signifikan. Namun, tanpa diagnostik yang memadai, perannya dalam meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas kerap kali diabaikan.
Manajemen klinis, hingga saat ini, tidak ada antivirus spesifik yang disetujui untuk mengobati hMPV. Manajemen klinis sebagian besar bersifat suportif, meliputi terapi oksigen, ventilasi mekanis, dan antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder. Namun, pendekatan integratif menawarkan harapan baru, seperti terapi herbal (jahe dan kunyit, dengan kandungan senyawa anti-inflamasi, juga dapat membantu mengurangi peradangan berlebihan pada pasien); pendekatan spiritual (dalam tradisi Islam, madu dianggap sebagai penyembuh alami); inovasi modern (antibodi monoklonal yang menargetkan protein F dapat menjadi solusi jangka pendek).
Membius dan sukar ditembus, ada empat argumentasi kuat untuk menjelaskan kenapa serangan hMPV membius dan begitu sulit ditembus, yakni, kemampuan membius sistem imun, kesulitan ditembus oleh sistem imun, infeksi yang sulit diidentifikasi dan terdiagnosis secara real-time dan cepat, dampaknya dapat dirasakan pada populasi rentan.
Edukasi publik, kesadaran masyarakat akan pentingnya pencegahan infeksi pernapasan adalah kunci utama. Kampanye kebersihan tangan dan isolasi pasien harus ditingkatkan. Di sisi lain, surveilans molekuler yang terintegrasi dengan data real-time memungkinkan respons yang lebih cepat terhadap wabah yang muncul. Pemerintah juga perlu berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan teknologi diagnostik lokal. Pelatihan tenaga medis tentang identifikasi hMPV dan protokol manajemen klinisnya sangat penting untuk meningkatkan kesiapan sistem kesehatan.
*) Dokter Dito Anurogo MSc PhD adalah alumnus IPCTRM College of Medicine Taipei Medical University Taiwan, dosen FKIK Unismuh Makassar, penulis puluhan buku, trainer berlisensi BNSP, aktif di berbagai organisasi, reviewer puluhan jurnal nasional-internasional.
Baca juga: IDI sebut tiga kondisi yang memungkinkan Indonesia terkena wabah HMPV
Baca juga: Situasi terkini kasus HMPV di Kota Bogor