Karawang, (Antaranews Bogor) - Hakim Ketua Pengadilan Negeri Kabupaten Karawang, Jawa Barat, dalam sidang kasus penipuan dan penggelapan senilai Rp1,4 miliar menegur seorang Jaksa Penuntut Umum karena telepon gemggamnya berdering saat berlangsung persidangan.

"Jaksa Penuntut Umum seharusnya memberikan contoh, kepada pengunjung sidang, kalau handphone harus dimatikan atau diaktifkan tanpa suara," kata Hakim Ketua Subayo SH MH, dalam persidangan, di Karawang, Selasa.

Setelah ditegur secara langsung oleh hakim ketua , Jaksa Penuntut Umum Jatmiko langsung mematikan handphone-nya dan majelis hakim melanjutkan persidangan.

Pengadilan Negeri Karawang, Selasa, kembali menggelar sidang kasus penipuan dan penggelapan senilai Rp1,4 miliar terkait hak pengelolaan limbah pabrik bernilai ekonomis.

Terdakwa dalam sidang tersebut ialah Muntoha Samoen, penghubung antara PT Aichikiki Autoparts Indonesia (AAI) dengan CV Mitra Utama sebagai perusahaan pengelolaan limbah.

Jaksa Penuntut Umum Jatmiko menghadirkan tiga orang saksi dalam sidang tersebut. Dua saksi diantaranya merupakan karyawan CV Mitra Utama dan seorang saksi lainnya dari perusahaan pemberi pekerjaan limbah PT AAI.

Dalam sidang yang dipimpin Majelis Hakim Subagyo SH MH, dua saksi dari CV Mitra Utama, Abdus Sakur dan M Subakir mengaku mengetahui pemberian uang sebesar Rp640 juta dari Dirut CV Mitra Utama Toha Sugianto kepada Muntoha Samoen.

Uang tersebut merupakan pemberian kedua kali, setelah sebelumnya diberikan Rp340 juta. Pemberian uang itu merupakan uang "pelicin" agar hak pengelolaan limbah PT AAI berjalan "langgeng" kepada perusahaannya.

"Tetapi ditengah perjalanan, kontrak kerja pengelolaan limbah itu tiba-tiba diputus dengan alasan tidak jelas," kata Sakur yang juga pengawas pengelolaan limbah CV Mitra Utama.

Ia menyatakan, uang yang diterima terdakwa itu "include" dengan pembayaran utang ke PT Harapan Baru Sejahtera Plastik, perusahaan pengelolaan limbah milik Ali Mukadas.

Sidang kasus pidana penipuan dan penggelapan tersebut merupakan gelar perkara kedua. Sebelumnya kasus tersebut sempat diputus hakim dengan sanksi perdata atas terdakwa.

Tetapi Jaksa Penuntut Umum melakukan perlawanan hingga dikabulkan Pengadilan Tinggi Jabar dan kasus tersebut akhirnya kini digelar kembali.

Dalam perkara itu, Dirut CV Mitra Utama Toha Sugianto mengaku dirugikan secara materil sebesar Rp1.539.750.000. Bahkan, akibat tindakan tersebut dirinya mendapat surat pemutusan hubungan transaksi jual beli dan pengangkutan limbah produksi dari PT AAI tertanggal 17 Mei 2013.

"Saya telah melakukan pembayaran limbah ke PT AAI melalui terdakwa yang dikuatkan dengan bukti kwitansi dan transfer pembayaran ke PT AAI. Artinya, kewajiban saya atas limbah produksi PT AAI sebenarnya sudah lunas," katanya.

Perkara itu dengan terdakwa Muntoha itu Sendiri bermula dari hubungan bisnis antara terdakwa dengan Toha Sugianto dalam pengelolaan limbah di PT AAI yang berlokasi di kawasan industri Karawang International Industrial City.

Sesuai dengan surat dakwaan jaksa nomor Reg.Perkara:50/KRWNG/02/2014 menyebutkan, terdakwa dengan tipu dayanya telah meminjam uang kepada saksi korban, M. Toha Sugianto sebesar Rp 980 juta. Alasannya, sebagai dana talangan utang Ali Mukadas Said dari PT Harapan Baru Sejahtera Plastik kepada PT AAI.

Tetapi, Ali Mukadas membantah jika disebut memiliki utang ke PT AAI. Kemudian, sesuai dengan putusan Mahkamah Agung RI Nomor 179/K/Pdt/2009 tanggal 16 Desember 2009 yang dituangkan dalam akta kesepakatan perdamaian yang dibuat Notaris Yennie Sri Mulyani, menyatakan, PT AAI harus membayar ganti rugi Rp559.750.000 kepada saksi korban Dirut CV Mitra Utama.

Sementara PT AAI telah membayarkan ganti rugi melalui terdakwa sesuai dengan bukti kwitansi nomor 020/KWT/ST/2008/ tertanggal 23 April 2012. Tetapi, uang ganti rugi tersebut belum diterima saksi korban.

Akibat perbuatan terdakwa, Jaksa Penuntut Umum mengancam terdakwa melanggar pasal 378 jo 372 KUHP.

Pewarta: M. Ali Khumaini

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2014