Areal persawahan di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, cukup luas hingga mencapai lebih dari 90 ribu hektare. Daerah yang memiliki 30 kecamatan ini dikenal sebagai salah satu daerah lumbung padi di Jawa Barat.

Keberadaan areal sawah yang cukup luas itu didukung dengan keberadaan sungai-sungai besar, seperti sungai Citarum yang merupakan sungai terbesar dan terpanjang di Provinsi Jawa Barat.

Sungai Citarum hingga kini masih penting keberadaannya bagi Karawang, karena areal persawahan di daerah itu mendapatkan sumber air dari sungai tersebut.

Tiga saluran irigasi yang airnya bersumber dari Sungai Citarum dialirkan melalui Saluran Induk Tarum Utara, Saluran IndukTarum Tengah, dan Saluran Induk Tarum Barat. Saluran irigasi dimanfaatkan untuk mengairi areal persawahan di berbagai daerah sekitar Karawang.

Catatan Dinas Pertanian Perkebunan Kehutanan dan Peternakan Karawang, rata-rata produktvitas pertanian di daerah itu mencapai 5-6 ton per hektare.

Bahkan ada beberapa areal sawah di Karawang yang produksi pertaniannya sampai 7-8 ton. Secara total, produksi padi di Karawang mencapai lebih dari 1,4 juta ton per tahun.

Di sekitar Karawang bagian selatan, utara, timur dan Karawang bagian barat, mata selalu dimanjakan dengan hijaunya hamparan sawah dan kuningnya tanaman padi yang hendak dipanen.

Tetapi kini areal persawahan yang terhampar luas itu dihadapkan dengan tingginya alih fungsi lahan pertanian ke nonpertanian. Alih fungsi lahan pertanian menjadi tantangan tersendiri bagi Pemkab Karawang, sebab sejak beberapa tahun terakhir hingga kini, cukup pesat pertumbuhan industri di daerah tersebut.

Selama kurun waktu 18 tahun antara 1989 hingga 2007, Dinas Pertanian Perkebunan Kehutanan dan Peternakan Karawang mencatat, alih fungsi lahan pertanian ke nonpertanian seperti menjadi lahan pemukiman dan industri mencapai 2.578 hektare atau 135,6 hektare per tahun. Kemudian sejak tahun 2011, alih fungsi lahan pertanian ke nonpertanian mencapai 181 hektar per tahun.

Anggota DPRD Karawang Ahmad Zamakhsyari dalam beberapa kesempatan menyatakan, hingga kini areal pertanian di Karawang belum terlindungi secara permanen.

Kondisi itu memungkinkan terjadinya alihfungsi lahan pertanian secara terus-menerus. Hal itu bisa terjadi karena Karawang belum memiliki Perda tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

Atas hal tersebut, anggota legislatif dari Partai Kebangkitan Bangsa ini meminta pemerintah daerah setempat mengajukan rancangan peraturan daerah atau Raperda tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

Kepala Dinas Pertanian Perkebunan Kehutanan dan Peternakan Karawang Kadarisman mengaku hingga kini pihaknya masih mempersiapkan Raperda tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, untuk selanjutnya diajukan ke lembaga legislatif.

"Berbagi hal masih terus dipersiapkan terkait akan diajukannya Raperda tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan ke lembaga legislatif," kata dia.

Persiapannya sudah dilakukan sejak sekitar setahun lalu, baik itu persiapan melalui survei ke lapangan maupun kajian-kajian yang berkaitan dengan hal tersebut.

Dinas juga sudah melakukan pendataan kepemilikan sawah di Karawang, termasuk mendata pemilik sawah yang merupakan warga luar Karawang. Bisa dipastikan, dari total areal sawah yang mencapai sekitar 94 ribu hektare, sebagian besar pemilik sawah merupakan warga Karawang.

"Kepemilikan sawah dari warga luar Karawang hanya sebagian kecil," katanya.

Pendataan kepemilikan sawah secara jelas dan detail itu dilakukan dengan bekerja sama kepada berbagai pihak, termasuk kepada pemerintah desa dan pemerintah kecamatan.

Selain itu, pihaknya juga melakukan pendataan jumlah kelompok tani yang tersebar di 30 kecamatan. Untuk sementara ini, sesuai hasil pendataan, jumlah kelompok tani di Karawang mencapai lebih dari 2 ribu kelompok.

Menurut dia, keberadaan peraturan tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di Karawang itu diperlukan untuk melindungi areal pertanian. Sebab, dampak dari terus berkembangnya pembangunan daerah yakni terus berkurangnya lahan pertanian yang lebih dikenal dengan alihfungsi lahan pertanian ke nonpertanian.

"Dengan adanya peraturan daerah tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, maka selama 30 tahun ke depan, keberadaan areal sawah bisa aman dari alihfungsi," kata dia.

Dalam peraturan tersebut nantinya akan diatur terkait pelarangan penjualan sawah oleh pemiliknya. Tetapi secara teknis terkait dengan hal itu masih dalam kajian.

Kadarisman optimistis, tingkat alih fungsi lahan pertanian ke nonpertanian bisa ditekan dengan adanya peraturan daerah tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

Secara nasional, ketentuan untuk melindungi areal persawahan tertuang dalam Undang Undang Nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Tindak lanjut dari undang undang itu, pemerintah mengeluarkan empat Peraturan Pemerintah.

Keempat peraturan tersebut ialah Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, serta PP Nomor 12 tahun 2012 tentang Insentif Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

Selain itu, juga PP Nomor 25 tahun 2012 tentang Sistem Informasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan serta PP Nomor 30 tahun 2012 tentang Pembiayaan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.



Banjir, Kekeringan dan Hama

Ancaman kekeringan dan banjir tahunan masih menjadi masalah berat bagi Karawang dalam meningkatkan produktivitas pertanian. Begitu juga dengan serangan organisme pengganggu tanaman atau hama, cukup merepotkan para petani.

Kepala Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Karawang Kadarisman mengakui, setiap tahun Karawang menjadi daerah langganan banjir. Saat terjadi banjir, sawah yang terendam cukup luas. Selain itu, ancaman kekeringan saat kemarau juga menjadi masalah dalam mengembangkan pertanian.

Areal persawahan yang terancam banjir saat musim hujan tersebar di hampir seluruh kecamatan. Sedangkan ancaman kemarau, areal sawah yang terancam kekeringan tersebar di sejumlah kecamatan.

Ia menjelaskan ancaman banjir dan kemarau perlu diatasi dan segera dicari solusinya. Salah satu upaya yang bisa dilakukan ialah dengan melakukan perbaikan atau normalisasi saluran irigasi. Baik itu saluran irigasi primer, sekunder, maupun tertier.

Pada musim banjir awal tahun 2014, banjir yang merendam areal sawah tersebar di 30 kecamatan. Kondisi itu mengakibatkan 25 ribu hektare areal persawahan mengalami puso.

Pemprov Jabar diharapkan dapat membuat waduk atau bendungan air, berfungsi sebagai penampung air saat musim penghujan dan dapat difungsikan sebagai sumber pengairan air ke sawah pada musim kemarau.

Permasalahan lain yang kini tengah dihadapi sektor pertanian di Karawang, tingginya serangan hama atau organisme pengganggu tanaman. Catatan Dinas Pertanian Perkebunan Kehutanan dan Peternakan setempat, sekitar 15�19 ribu hektare sawah selalu terserang hama setiap tahunnya.

Menurut Kadarisman, terbatasnya sumber daya manusia yang dalam hal ini Petugas penyuluh lapangan juga menjadi kendala. Padahal teknologi pertanian berpotensi dikembangkan di Karawang dalam meningkatkan produktivitas.

"Peran penting penyuluh pertanian sangat dibutuhkan untuk memberikan informasi serta mentransfer teknologi dalam bidang pertanian, selain itu juga untuk membantu petani dalam meningkatkan produktivitas serta kualitas hasil pertanian mereka," katanya.



Peran PPL

Sekretaris Daerah Pemkab Karawang Teddy Rusfendi Sutisna menekankan agar Petugas Penyuluh Lapangan bidang Pertanian memiliki keahlian memancing belut. Dengan begitu, mereka bisa rajin turun ke lapangan untuk memberi penyuluhan kepada petani.

"Tugas PPL (Petugas Penyuluh Lapangan) pertanian itu harus turun ke sawah memberi penyuluhan kepada petani. Jadi untuk menarik mereka turun ke sawah, ya harus bisa memancing belut," katanya.

Dengan memiliki keahlian memancing belut, maka PPL bidang pertanian akan rajin ke sawah. Di tengah hamparan sawah itu, PPL bisa memancing belut sambil mengawasi kondisi tanaman padi di daerah tanggung jawabnya masing-masing.

Dari pengawasan tanaman padi tersebut, maka bisa diketahui kendala atau permasalahan yang dialami para petani. Seperti saat tanaman padi terserang hama, itu bisa diketahui secara dini jika PPL rajin turun ke sawah. PPL yang bersangkutan kemudian bisa langsung menyampaikan saran dan masukan dalam mengatasi serangan hama kepada petani.

Teddy juga mengintruksikan agar para PPL bidang pertanian di Karawang tidak menggunakan sepatu saat ke kantor. Hal tersebut diberlakukan agar PPL tidak sulit jika harus turun ke lapangan untuk memberikan penyuluhan kepada para petani.

Kebijakan yang kurang populer itu dikeluarkan dengan tujuan agar seluruh PPL rajin ke lapangan, dengan turun ke sawah guna memberikan penyuluhan kepada petani.� �Ia mengakui peran PPL cukup penting untuk menjaga sekaligus meningkatkan produktivitas padi di Karawang. Dengan peran PPL yang semakin optimal, maka produktivitas padi di Karawang akan tetap terjaga.

Teddy mengaku siap menindak tegas PPL pertanian yang malas atau tidak melakukan penyuluhan kepada para petani. Sebab, tugas dan fungsi PPL sudah jelas, yakni memberikan penyuluhan dan mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi para petani.

Deden Sofyan, seorang petani di Telukjambe Barat yang juga aktivis pendamping petani Karawang menilai, bagus atau buruknya hasil pertanian di Karawang dipengaruhi banyak faktor.

Diantaranya dipengaruhi penggunaan teknologi pertanian, penggunaan jenis bibit, dukungan modal, kondisi infrastruktur pertanian serta pendampingan PPL bidang pertanian.

Ia menilai, pendampingan PPL bidang pertanian hingga kini belum optimal. Sehingga para petani kebingungan saat tanaman padinya diserang berbagai jenis hama.

Infrastruktur pertanian juga kini masih menjadi masalah. Hal itu bisa dilihat dari tingginya tingkat kerusakan saluran irigasi yang berfungsi mengairi areal persawahan di wilayah Karawang.

Dalam beberapa kesempatan saat kegiatan pertanian, sejumlah pejabat di lingkungan Pemkab Karawang seringkali menyatakan komitmennya untuk tetap menjadikan Karawang sebagai lumbung padi di Jawa Barat.

Tetapi sejak beberapa tahun terakhir hingga kini, areal persawahan di Karawang banyak yang beralih fungsi. Pada tahun ini saja, areal persawahan di sepanjang sisi jalan raya interchange Karawang Barat "musnah".

Areal persawahan di sepanjang sisi jalan itu berubah menjadi gundukan tanah merah untuk proyek-proyek pembangunan, seperti pembangunan hotel, rumah makan, dan lain-lain. Bahkan, Pemkab Karawang membangun sebuah "kampung budaya" dengan mengorbankan areal persawahan di sisi jalan interchange Karawang Barat.

Kondisi peralihan fungsi pertanian ke nonpertanian juga terjadi di sejumlah titik lainnya, seperti di sepanjang sisi jalan Lingkar By Pass Karawang, sepanjang sisi jalan Proklamasi (Tanjungpura-Rengasdengklok), dan titik-titik lainnya.

Kini, Karawang tinggal menunggu Perda tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang diharapkan mampu menangkal alih fungsi lahan pertanian ke nonpertanian.

Pewarta: M. Ali Khumaini

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2014