Jakarta (Antaranews Bogor) - Wakil Indonesia hadir pada konferensi internasional para dokter ahli penyakit Alzheimer 2014 di Kopenhagen, Denmark, yang berlangsung hingga 17 Juli mendatang.

"Konferensi yang telah dimulai sejak 12 Juli diikuti sebanyak 3.000 peserta dari seluruh dunia, dan berlangsung setiap tahun," kata ahli penyakit saraf Indonesia dr Andreas Harry SpS (K) saat menghubungi Antara dari Kopenhagen, Selasa pagi.

Andreas Harry yang diundang mengikuti konferensi itu menjelaskan konferensi internasional tentang penyakit Alzheimer yang diselenggarakan Asosiasi Alzheimer (AAICAD) itu diikuti para dokter ahli dan peneliti dunia mengenai penyakit itu.

Ia menjelaskan penyakit Alzheimer Disease (AD) merupakan kelainan neurologi yang progresif pada kematian sel neuron, terutama di "hippocampus" dan "cortex" dengan ciri khas klinis yang sangat heterogen.

Cirinya, terjadi gangguan fungsi kognitif (terutama memori), terjadi perubahan perilaku (change behavior) dan perubahan kepribadian (change personality) dengan gambaran patologi yang khas ditemukan "microtubulus abnormal pretangles" ataupun "neurofibrillary tangles intraneuronal" serta ditemukan "plak amyloid" terutama A�40, A�42 ekstraseluler.

Dikemukakannya bahwa "late onset AD" (istilah ini digunakan pada penderita Alzheimer pada usia lebih dari 58) telah dikaitkan dengan adanya "ApoE4", "Polimorfisme" dari gen "ApoE" yang terletak pada kromosom 19.

Ditemukannya "allel E4", menurut lulusan Fakultas

Kedokteran Universitas Trisakti (1984), yang menyelesaikan ahli saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu, adalah faktor risiko untuk terjadinya AD sporadic (SAD).

Pada "familial AD" (FAD) ditemukan mutasi protein precursor (A�PP) secara "autosomal dominant" dan ditemukan mutasi dua gen lainnya yaitu Presenilin 1 (PS1) dan Presenilin 2 (PS2) yang juga bermutasi secara "autosomal dominant".

Setiap mutasi protein gen tersebut menyebabkan pergeseran proses A�PP menjadi A� (Amyloid Beta)

A� merupakan benda toksik terhadap sel neuron dan dapat merangsang "tau hyperfosforilasi" sehingga terjadi "tangles". Semua proses itu disebut "Amyloid Cascade Hypothesis".

Ia mengatakan bahwa pada SAD tidak ditemukan mutasi A�PP maupun mutasi PS, tetapi tetap terjadi "over" produksi A� pada SAD.

Andreas Harry yang juga konsultan neurologis di Rumah Sakit Gading Pluit Jakarta menyebutkan pada konferensi itu terjadi debat serius tentang terjadinya SAD.

Dalam konferensi disajikan "Mitochondrial Cascade Hypothesis" untuk menjawab bagaimana dan mengapa SAD dapat terjadi.

Selain itu, ditemukan juga A� intraseluler yang kemudian berinteraksi dengan "Mitochondrial Intraseluler" yang menyebabkan disfungsi mitochondria, yang menyebabkan kematian sel neuron, dan timbul gejala klinis progresif gangguan kognitif.

Dijelaskan pula bahwa gangguan klinis SAD dan FAD sama, di antaranya diketahui fungsi mitochondria neuron sebagai regulator energy, pembentukan ATP, pengontrol jalur apoptosis, pengontrol "buffer calcium", dan mengandung enzim yang dapat mengatur transport electron (axonal transport), serta mengandung protein DNA yang

menentukan faktor genetik.

Konferensi juga membicarakan penggunaan PET Scan (Positron Emission Tomography) dengan menggunakan kontras khusus (Radioligand FDG), yang dapat membedakan penggunaan glukosa di otak penderita Alzheimer dibandingkan orang normal.

Hal menarik lainnya yakni disajikan patofisiologi meningkatnya insiden demensia pada penderita diabetes mellitus (DM/kencing manis).

"Terbukti penggunaan insulin pada penderita DM dapat memicu terbentuknya A� di sel neuron," katanya.

Pewarta: Andi Jauhari

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2014