Jakarta (Antaranews Bogor) - Sosiolog Universitas Nasional (Unas) Nia Elvina menilai bahwa internalisasi nilai-nilai reformasi di tubuh TNI masih harus selalu diperkuat.

"Saya kira berkaca dari kasus Babinsa (bintara pembina desa) yang diduga mendorong masyarakat untuk memilih capres tertentu, adalah salah satu contohnya," katanya di Jakarta, Rabu.

Memberikan ulasan mengenai netralitas TNI dalam Pilpres, ia melihat bahwa secara sosiologis nilai-nilai reformasi TNI sendiri belum tertanam/terinternalisasi dengan baik dalam militer Indonesia.

"Atau dengan kata lain netralitas dalam politik oleh kalangan militer kita masih dipahami sebatas pengetahuan, belum diwujudkan dalam tindakan," katanya.

Contoh lainnya, kata dia, adalah bocornya dokumen rahasia negara mengenai surat pemberhentian perwira TNI, dan sekarang menjadi salah satu capres dalam pemilu yang akan diselenggarakan sebentar lagi.

"Kasus-kasus itu merupakan salah satu ujian proses reformasi TNI, terutama dalam hal netralitas politik" katanya.

Oleh karena itu, kata dia, masyarakat harus sadar akan hal ini dan terus peduli pada reformasi TNI.

"Karena dalam masyarakat yang demokratis, netralitas TNI atau kepolisian itu merupakan syarat yang mutlak," katanya.

Untuk itu, kata dia, masyarakat sipil harus kuat, karena dalam sejarah dunia membuktikan bahwa dalam kondisi negara stabil pun atau sangat demokratis, organisasi yang sangat potensial untuk melakukan instabilitas ataupun melakukan kudeta adalah institusi dimaksud.

"Saya kira masayarakat Indonesia harus sadar akan hal ini dan berkaca juga terhadap masa suksesi pemerintahan kita pada era Bung Karno ke Soeharto," demikian Nia Elvina.

Pewarta: Andi Jauhari

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2014