Cikarang, Bekasi, 25/9 (ANTARA) - Sejumlah satwa liar hasil perburuan banyak diperjualbelikan di sejumlah pasar di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

Menurut pemantauan ANTARA di beberapa pasar tradisional Kabupaten Bekasi, Minggu, satwa seperti lutung hitam, kucing hutan, burung kuntul,burung elang dan burung hantu yang biasanya hidup bebas di hutan, tampak dijual bebas.

"Kami juga beli dari orang, biasanya setiap satu minggu  sekali mereka datang. Saya tidak tahu dapatnya dari mana, katanya sih dari daerah pinggir laut," kata Marjuki, salah seorang pedagang di Pasar Sukatani.

Marjuki enggan menyebutkan berapa harga yang ia bayar kepada pemburu satwa liar itu. Dia hanya mengatakan untuk satu ekor kucing hutan ukuran sedang dijualnya seharga Rp450 ribu hingga Rp600 ribu, sedangkan untuk lutung hitam pejantan dijualnya seharga Rp500 ribu hingga Rp750 ribu, sedangkan yang betina harganya lebih murah.

"Biasanya untuk koleksi, kecuali untuk jenis ular untuk diambil darahnya sebagai obat," katanya.

Marjuki mengaku tidak mengetahui jika menjual satwa liar termasuk hal yang dilarang. Ia mengatakan sudah melakoni usahnya sejak lima tahun yang lalu dan tidak pernah mendapat masalah.

Dikatakan Marjuki, pelanggannya datang dari berbagai daerah. Bahkan, dia pernah menjual 10 kucing hutan kepada warga Singapura.

"Selama ini aman-aman saja, tidak ada yang melarang," katanya

Perburuan satwa liar yang kian mengganas membuat masyarakat Pulo Murub Desa Sukawijaya Kecamatan Tambelang,Kabupaten Bekasi memperketat pengawasan dan perlindungan terhadap ribuan burung kuntul yang ada di wilayah mereka. Di tempat ini terdapat sekitar 10.000 ekor burung kuntul (Egretta SP).

"Meskipun sudah kita larang, tetap saja ada orang yang berburu. Mereka mengambil daging burung kuntul untuk dijual. Satu potong daging burung kuntul biasanya dijual seharga Rp4.000 - Rp6.000, rasanya mirip daging burung tapi sedikit bau," kata M Pandung, salah seorang tokoh masyarakat Desa Sukawijaya.

Menurutnya, sekitar 10.000 burung kuntul sudah menetap di desanya semenjak puluhan tahun silam. Burung itu rata-rata membuat sarang di sejumlah pohon di atas ketinggian 10 meter, seperti seperti pohon asem, sengon, dan bambu.

Para pemburu biasanya datang sore dan malam hari, mereka memburu dengan senapan angin maupun perangkap,? kata dia.

Menurut Pandung, dulu di kampungnya terdapat ratusan ribu burung kuntul yang hidup harmonis berdampingan dengan masyarakat sekitar. Burung-burung tersebut pergi ke arah laut tiap pagi dan pulang saat matahari terbenam.

"Kini keberadaan burung-burung tersebut mulai berkurang karena terus berburu. Mudah-mudahan Pemerintah Daerah bisa mengambil langkah tegas untuk melindungi habitat burung kuntul tersebut," harap Pandung.

Pewarta:

Editor : Budisantoso Budiman


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2011