Sepanjang tahun 2019 ini Organisasi Papua Merdeka (OPM) telah berulang kali melakukan aksi teror dan penembakan kepada masyarakat maupun TNI/Polri di Papua. Yang paling anyar yaitu pada 30 Desember 2019 siang di Bewani Baru, Kab. Keerom, Papua, yang merupakan wilayah perbatasan RI dan Papua Nugini, terjadi penghadangan dan penembakan terhadap rombongan prajurit TNI yang akan mengambil logistik di Pos Kali Asin, Kampung Yeti, Distrik Arso Timur, Kab. Keerom, oleh pasukan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat dan OPM (TPNPB-OPM) pimpinan Orelek Jikwanak. Aksi TPNPB-OPM tersebut mengakibatkan prajurit TNI atas nama Miftakfur Rohmat meninggal dunia dan Juwandy Ramadhan terluka di bagian pelipis. Dalam rilis pers yang disampaikan Sebby Sembom (Jubir TPNPB-OPM), aksi penghadangan dan penembakan tersebut merupakan wujud perang pembebasan nasional untuk kemerdekaan Papua Barat.

Sebelumnya pada 17 Desember 2019 di Kampung Kulapa, Distrik Hitadipa, Kab. Intan Jaya, Papua, terjadi aksi penyerangan terhadap sejumlah anggota TNI/Polri dan masyarakat yang sedang mengangkut logistik dari helly pad ke arah Kampung Kulapa, oleh KKSB diduga pimpinan Lekagak Telenggen, mengakibatkan dua orang prajurit TNI AD atas nama Lettu Erizal dan Serda Rizky meninggal dunia. Adapun logistik tersebut adalah dalam rangka kegiatan bakti sosial menyambut Natal 2019 dan Tahun Baru 2020.
Sementara itu dalam rilis pers yang disampaikan Sebby Sembom, TPNPB-OPM menyatakan melakukan penembakan karena TNI/Polri telah melakukan penembakan membabi buta di perkampungan masyarakat sipil yang mengakibatkan masyarakat harus mengungsi. Selain itu, kehadiran militer dan polisi yang berlebihan dianggap mengacaukan situasi dan suasana natal di Kab. Intan Jaya.

Berbagai aksi teror dan penembakan yang dilakukan TPNPB-OPM tersebut sejatinya memperlihatkan jati diri OPM sebagai organisasi brutal dan tidak berperikemanusiaan yang mengatasnamakan kepentingan rakyat Papua dalam berbagai aksinya. Oleh karena itu, Pemerintah perlu bertindak lebih jauh dari sekedar menempatkan personel TNI/Polri di wilayah Papua untuk menjaga keamanan Papua. Pemerintah harus menetapkan OPM sebagai organisasi terlarang.

Hingga saat ini sepanjang pengetahuan penulis, di Indonesia terdapat tiga organisasi terlarang yaitu Partai Komunis Indonesia (PKI), Jamaah Islamiyah (JI), dan Jamaah Ansharut Daulah (JAD). PKI telah dinyatakan sebagai organisasi terlarang sejak tahun 1966 melalui Ketetapan MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 sebagai imbas dari adanya Gerakan 30 September yang menimbulkan korban jiwa sejumlah perwira tinggi TNI dan berdampak fatal bagi stabilitas politik dan keamanan Indonesia saat itu.
Sementara itu JI ditetapkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebagai organisasi terlarang pada tahun 2008, dikarenakan menjadi organisasi atau kelompok teror yang melaksanakan serangan Bom Bali 2002. Adapun JAD juga ditetapkan sebagai organisasi terlarang atau dibubarkan, dan dinyatakan sebagai organisasi teroris, melalui putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 31 Juli 2018. Hal ini dikarenakan JAD terbukti berafiliasi dengan ISIS dan melanggar UU Tindak Pidana Terorisme.

Dalam kacamata hukum, jika suatu organisasi ditetapkan sebagai organisasi terlarang maka terdapat konsekuensi hukum yang jelas yaitu organisasi tersebut tidak boleh lagi melakukan kegiatan apapun baik secara terbuka maupun sembunyi-sembunyi. Dalam kacamata sosial, penetapan suatu organisasi sebagai organisasi terlarang memberikan dampak sosial yang luar biasa bagi para anggota organisasi tersebut karena berpotensi dikucilkan masyarakat jika tidak segera keluar dari organisasi terlarang serta menyatakan kembali baiat-nya terhadap NKRI.

Selain itu, masyarakat umum juga tidak perlu khawatir untuk melaporkan aktivitas para anggota organisasi terlarang tersebut kepada penegak hukum agar segera ditindak sesuai hukum yang berlaku. Pada sisi lain, dengan dinyatakan sebagai organisasi terlarang, persepsi masyarakat akan terbentuk dengan sendirinya bahwa organisasi tersebut adalah organisasi berbahaya sehingga akan terbentuk kewaspadaan sosial terhadap organisasi tersebut beserta para anggotanya. Dalam kacamata pertahanan dan keamanan, penetapan suatu organisasi sebagai organisasi terlarang memberikan power yang lebih besar kepada TNI/Polri untuk melakukan penindakan hukum karena sudah memiliki dasar yang jelas. Terlebih lagi jika organisasi tersebut bersifat separatis dan melakukan teror kepada Apkam sendiri sebagaimana yang dilakukan OPM di Papua.

Serangan OPM terhadap masyarakat maupun TNI/Polri akan terus terjadi di Papua selama Pemerintah tidak bertindak tegas untuk menetapkan OPM sebagai organisasi terlarang. Inilah jalan terbaik yang harus ditempuh Pemerintah untuk meredakan konflik separatis di Papua yang terus memakan korban jiwa. Penetapan OPM sebagai organisasi terlarang akan mempermudah kinerja Apkam dalam melakukan pengamanan masyarakat sipil di wilayah Papua dan Papua Barat, sekaligus dalam memberantas OPM hingga ke akarnya. (12/*).

*) Penulis adalah pengamat masalah kebangsaan.

Pewarta: Oleh: Yahya Bahasoan *)

Editor : M. Tohamaksun


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2020