Kepolisian Daerah Papua mencatat ada sebanyak 23 kasus kelompok sipil bersenjata yang terjadi di wilayah hukum Polres Puncak Jaya, Jayawijaya, Mimika, dan Paniai selama tahun 2019. Kapolda Papua Irjen Paulus Waterpauw mengatakan, sebanyak 20 orang meninggal, yaitu 10 orang dari pihak TNI/Polri dan 10 orang dari masyarakat sipil. Masalah kelompok kriminal bersenjata (KKB) ini menjadi perhatian Polda Papua karena banyak bermunculan wajah baru, termasuk Egianus Kogoya yang mampu mengorganisasi kelompoknya. Nama Egianus mulai muncul dalam peristiwa pembunuhan puluhan pekerja jalan Trans Papua pada akhir 2018. Egianus Kogoya merupakan pimpinan KKSB atau Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Kabupaten Nduga, dan OPM atau KKSB masih menjadi ancaman ke depan hingga menyebabkan ketalcutan bagi masyarakat.
Secara umum, kasus kriminal dan kejahatan konvensional yang ditangani Polda Papua selama 2019 sebanyak 3.203 kasus. Angka itu meningkat 35 persen dibandingkan tahun 2o18 yang sebanyak 2.372 kasus. Selain ancaman dari KKB, ada prediksi gangguan kamtibmas lain pada 2020, diantaranya, masih adanya mahasiswa eksodus yang belum kembali ke kota studi masing-masing. Para mahasiswa tersebut pulang ke Papua saat konflik rasial awal tahun dan menjelang akhir tahun.
Selasa pekan lalu, Wakil Bupati Nduga Wentius Nemiangge memutuskan mundur dari jabatannya. Wentius mundur karena kecewa sebab konflik antara aparat keamanan dan kelompok sipil bersenjata di Nduga, Papua, tak kunjung usai. Pengunduran diri karena adanya peristiwa terbaru sebelum Natal yang merenggut nyawa kerabatnya. Ia pun meminta pemerintah mau menarik pasukan non organik yang kirim ke Nduga sejak kasus akhir 2018.
Sementara, Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Bahtiar mengatakan, keberadaan TNI-Polri di Papua melindungi dan menjaga keamanan warga masyarakat dan ketertiban umum. "TNI-Polri sesuai amanat konstitusi berkewajiban menjaga kedaulatan, keamanan, dan ketertiban setiap jengkal wilayah negara kesatuan Republik Indo-nesia termasuk di Nduga Papua," kata dia pada 28 Desember 2019. Ia menerangkan, peristiwa penembakan seperti klaim di media sosial tidak benar. Berdasarkan hasil rapat Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, tidak ada penembakan sebagaimana klaim Wentius.
Sebelumnya, mantan kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal Purn Abdullah Mahmud Hendropriyono mengatakan, istilah KKB terhadap Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) dan Organisasi Papua Merdeka (OPM) tidak tepat, sebab TPNPB-OPM seharusnya dikategorikan sebagai kelompok berbahaya di Papua dan Papua Barat yang ingin memberontak dari pemerintahan sah. Hendropriyono pun meminta Indonesia me-mainkan peran diplomatiknya dengan membawa masalah pemberontakan itu ke forum internasional agar dimasukkan kedalam daftar terorisme lokal dan global.
Keberadaan kelompok OPM di Papua memang mirip pemberontak dan teroris seperti dikemukakan AM Hendropriyono, salah seorang penduduk kampung Gigobak, Distrik Sinak, Kabupaten Puncak yang tidak mau disebutkan namanya kepada penulis mengatakan, OPM dipimpin Lekagak Telenggen dengan bersenjata campuran sering melakukan intimidasi, perampokan dan pemerkosaan terhadap penduduk sipil, termasuk sering menyergap pasukan TNI yang sedang berpatroli. Keberadaan kelompok Lekagak Telenggen menurut informasi yang berkembang di Kampung Gome, mereka memiliki beberapa pusat kekuatan antara lain yang terletak di beberapa Kampung, dengan persenjataan mereka adalah senjata standart TNI/Polri maupun senjata rakitan hasil rampasan dari TNI/Polri.
Melihat masih eksisnya kelompok OPM di Papua, maka benar pernyataan Hendropriyono bahwa penyelesaian masalah Papua harus diselesaikan dengan militer, bukan dengan cara-cara mengirim aparat kepolisian, karena OPM sudah merupakan kelompok pemberontak bukan kelompok kriminal bersenjata. Oleh karena itu, kepada TNI/Polri yang sedang bertugas di Papua, habiskan saja pelurumu untuk menghabisi OPM. (3/*).
*) Pemerhati masalah Papua.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2020
Secara umum, kasus kriminal dan kejahatan konvensional yang ditangani Polda Papua selama 2019 sebanyak 3.203 kasus. Angka itu meningkat 35 persen dibandingkan tahun 2o18 yang sebanyak 2.372 kasus. Selain ancaman dari KKB, ada prediksi gangguan kamtibmas lain pada 2020, diantaranya, masih adanya mahasiswa eksodus yang belum kembali ke kota studi masing-masing. Para mahasiswa tersebut pulang ke Papua saat konflik rasial awal tahun dan menjelang akhir tahun.
Selasa pekan lalu, Wakil Bupati Nduga Wentius Nemiangge memutuskan mundur dari jabatannya. Wentius mundur karena kecewa sebab konflik antara aparat keamanan dan kelompok sipil bersenjata di Nduga, Papua, tak kunjung usai. Pengunduran diri karena adanya peristiwa terbaru sebelum Natal yang merenggut nyawa kerabatnya. Ia pun meminta pemerintah mau menarik pasukan non organik yang kirim ke Nduga sejak kasus akhir 2018.
Sementara, Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Bahtiar mengatakan, keberadaan TNI-Polri di Papua melindungi dan menjaga keamanan warga masyarakat dan ketertiban umum. "TNI-Polri sesuai amanat konstitusi berkewajiban menjaga kedaulatan, keamanan, dan ketertiban setiap jengkal wilayah negara kesatuan Republik Indo-nesia termasuk di Nduga Papua," kata dia pada 28 Desember 2019. Ia menerangkan, peristiwa penembakan seperti klaim di media sosial tidak benar. Berdasarkan hasil rapat Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, tidak ada penembakan sebagaimana klaim Wentius.
Sebelumnya, mantan kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal Purn Abdullah Mahmud Hendropriyono mengatakan, istilah KKB terhadap Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) dan Organisasi Papua Merdeka (OPM) tidak tepat, sebab TPNPB-OPM seharusnya dikategorikan sebagai kelompok berbahaya di Papua dan Papua Barat yang ingin memberontak dari pemerintahan sah. Hendropriyono pun meminta Indonesia me-mainkan peran diplomatiknya dengan membawa masalah pemberontakan itu ke forum internasional agar dimasukkan kedalam daftar terorisme lokal dan global.
Keberadaan kelompok OPM di Papua memang mirip pemberontak dan teroris seperti dikemukakan AM Hendropriyono, salah seorang penduduk kampung Gigobak, Distrik Sinak, Kabupaten Puncak yang tidak mau disebutkan namanya kepada penulis mengatakan, OPM dipimpin Lekagak Telenggen dengan bersenjata campuran sering melakukan intimidasi, perampokan dan pemerkosaan terhadap penduduk sipil, termasuk sering menyergap pasukan TNI yang sedang berpatroli. Keberadaan kelompok Lekagak Telenggen menurut informasi yang berkembang di Kampung Gome, mereka memiliki beberapa pusat kekuatan antara lain yang terletak di beberapa Kampung, dengan persenjataan mereka adalah senjata standart TNI/Polri maupun senjata rakitan hasil rampasan dari TNI/Polri.
Melihat masih eksisnya kelompok OPM di Papua, maka benar pernyataan Hendropriyono bahwa penyelesaian masalah Papua harus diselesaikan dengan militer, bukan dengan cara-cara mengirim aparat kepolisian, karena OPM sudah merupakan kelompok pemberontak bukan kelompok kriminal bersenjata. Oleh karena itu, kepada TNI/Polri yang sedang bertugas di Papua, habiskan saja pelurumu untuk menghabisi OPM. (3/*).
*) Pemerhati masalah Papua.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2020