Sebanyak 50 orang perempuan pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang,dan Banten, mengikuti pelatihan dan klinik hukum yang terkait dengan aspek legal bisnis.
Pelatihan dan klinik hukum ini digelar International Development Law Organization (IDLO) berkolaborasi dengan Mulyana Abrar Advocates, Irma Devita Learning Centre, Easybiz, Archipel Prime Advocacy, and Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI), di Kota Bogor, pada 26-29 November 2019.
Baca juga: Ada 1.800 UMKM Juara akan diwisuda Gubernur Jabar
Program Koordinator IDLO, Dewi Damayanti, di Bogor, Rabu, mengatakan, tujuan pelatihan dan klinik hukum ini untuk membantu meningkatkan kapasitas perempuan dalam menjalankan usaha mereka dengan memberikan perspektif legal, informasi, serta kemampuan yang berkaitan dengan akses terhadap keuangan, registrasi bisnis, pajak, dan biaya, termasuk pungutan liar.
"Materi pelatihan dan klinik yang diberikan terkait dengan legalitas berusaha, online single sistem, perizinan, sertifikasi BPOM, sertifikasi halal, dan perpajakan," katanya.
Baca juga: Kaum milenial di Sukabumi didorong manfaatkan peluang bisnis di daerah
Pengusaha perempuan, kata dia, memiliki kontribusi cukup besar, baik dalam upaya meningkatkan ekonomi keluarga maupun pada pertumbuhan ekonomi nasional.
"Pengusaha dan pelaku UMKM perempuan saat ini ada sekitar 14 juta, dan berkontribusi pada 9,9 persen PDB (produk domestik bruto) nasional," katanya.
Managing Partner Mulyana Abrar Advocates, Fifiek Mulyana, mengatakan, pelaku UMKM juga menghadapi tantangan, yakni aspek legal, pada saat usahanya mulai berkembang. "Karena itu kami menyelenggarakan pelatihan ini, agar lebih banyak pengusaha perempuan yang lebih berdaya menjalankan usahanya,” katanya.
Baca juga: Presiden meminta UMKM dilibatkan dalam proyek infrastruktur
Menurut Fifiek, pengusaha perempuan terutama pelaku UMKM masih butuh pemberdayaan dan peningkatan pengetahuan tentang pentingnya aspek hukum dalam dunia usaha, termasuk akses ke perbankan.
" Aspek hukum itu, misalnya bentuk usaha, akta pendirian, Nomor Izin Berusaha (NIB), hingga urusan pajak," katanya.
Pengurus Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI), Yani Motik, yang juga mengajar pada pelatihan tersebut mengatakan, perempuan pelaku UMKM perlu memahami persoalan legalitas badan hukum dan perpajakan.
"Legalitas badan hukum sangat dibutuhkan oleh pengusaha UMKM, jika ingin mengembangkan usahanya seperti akses kredit dari bank, maupun untuk memenuhi persyaratan menjadi mitra atau vendor pemerintah dan swasta," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019
Pelatihan dan klinik hukum ini digelar International Development Law Organization (IDLO) berkolaborasi dengan Mulyana Abrar Advocates, Irma Devita Learning Centre, Easybiz, Archipel Prime Advocacy, and Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI), di Kota Bogor, pada 26-29 November 2019.
Baca juga: Ada 1.800 UMKM Juara akan diwisuda Gubernur Jabar
Program Koordinator IDLO, Dewi Damayanti, di Bogor, Rabu, mengatakan, tujuan pelatihan dan klinik hukum ini untuk membantu meningkatkan kapasitas perempuan dalam menjalankan usaha mereka dengan memberikan perspektif legal, informasi, serta kemampuan yang berkaitan dengan akses terhadap keuangan, registrasi bisnis, pajak, dan biaya, termasuk pungutan liar.
"Materi pelatihan dan klinik yang diberikan terkait dengan legalitas berusaha, online single sistem, perizinan, sertifikasi BPOM, sertifikasi halal, dan perpajakan," katanya.
Baca juga: Kaum milenial di Sukabumi didorong manfaatkan peluang bisnis di daerah
Pengusaha perempuan, kata dia, memiliki kontribusi cukup besar, baik dalam upaya meningkatkan ekonomi keluarga maupun pada pertumbuhan ekonomi nasional.
"Pengusaha dan pelaku UMKM perempuan saat ini ada sekitar 14 juta, dan berkontribusi pada 9,9 persen PDB (produk domestik bruto) nasional," katanya.
Managing Partner Mulyana Abrar Advocates, Fifiek Mulyana, mengatakan, pelaku UMKM juga menghadapi tantangan, yakni aspek legal, pada saat usahanya mulai berkembang. "Karena itu kami menyelenggarakan pelatihan ini, agar lebih banyak pengusaha perempuan yang lebih berdaya menjalankan usahanya,” katanya.
Baca juga: Presiden meminta UMKM dilibatkan dalam proyek infrastruktur
Menurut Fifiek, pengusaha perempuan terutama pelaku UMKM masih butuh pemberdayaan dan peningkatan pengetahuan tentang pentingnya aspek hukum dalam dunia usaha, termasuk akses ke perbankan.
" Aspek hukum itu, misalnya bentuk usaha, akta pendirian, Nomor Izin Berusaha (NIB), hingga urusan pajak," katanya.
Pengurus Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI), Yani Motik, yang juga mengajar pada pelatihan tersebut mengatakan, perempuan pelaku UMKM perlu memahami persoalan legalitas badan hukum dan perpajakan.
"Legalitas badan hukum sangat dibutuhkan oleh pengusaha UMKM, jika ingin mengembangkan usahanya seperti akses kredit dari bank, maupun untuk memenuhi persyaratan menjadi mitra atau vendor pemerintah dan swasta," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019