Era Globalisasi dari pertanian ditunjukkan dari pengurangan atau bahkan penghapusan hambatan perdagangan internasional atau biasa juga dikenal dengan free trade agreement (fta).

Kerjasama ini dimanifestasikan dalam berbagai bentuk yang sangat luas seperti agreement on tariffs and trade, agreement on services, agreement on intellectual property right, agreement on government procurement, dan agreement on information technology and communication.

Indonesia setidaknya memiliki sembilan miltiteral free trade agreement yaitu ASEAN Free Trade Area (AFTA), Pacific Island Forum (PIF), Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC), Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), ASEAN-Australia-New Zaeland Free Trade Area (AANZFTA), ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA), ASEAN-India Free Trade Area (AIFTA), ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP), dan ASEAN-Korea Free Trade Area (AKFTA).

Kerjasama itu di luar dari kerjasama bilateral yang dilakukan Indonesia terhadap beberapa negara. Kerjasama ini diwujudkan dalam berbagai bentuk mulai dari keterbukaan informasi hingga penghapusan tarif impor, pajak ekspor, dan kuota impor-ekspor.
 
Internasionalisasi dari pertanian akan terus berkembang seiring berjalannya waktu, saat ini bukanlah hal yang sulit bagi seseorang yang ingin melakukan kegiatan ekspor-impor di bidang pertanian. Oleh karena itu, menutup diri bukanlah menjadi solusi terbaik, akan tetapi memanfaatkan kesempatan perdagangan internasional dan belajar pertanian dari berbagai negara adalah sesuatu hal yang sangat baik untuk dilakukan.

Pada tanggal 17 Juli hingga 7 Agustus 2013, empat mahasiswa dari Indonesia yaitu penulis dan M. Tian Syaputra dari IPB, Asusti dari Universitas Brawijaya, dan Ari Aji Cahyono dari UGM diberi kesempatan untuk menghadiri World Congress International Association of Students in Agricultural and Related Sciences (IAAS) di negara Chile, negara yang membentang sepanjang 4.260 kilometer sehingga menjadi negara terpanjang di dunia.

Chile memiliki tempat terkering di dunia yaitu padang pasir Atacama, serta gunung berapi tertinggi di dunia yaitu Gunung Ojos del Salado. Sebagian besar negara Chile beriklim sejuk dengan jumlah penduduk sekitar 17 juta jiwa (Sensus, 2010).
Jika Indonesia banyak memproduksi beras kakao, karet, crude palm oil. Chile banyak memproduksi buah-buahan seperti anggur, apel, dan kentang.

Chile merupakan salah satu pengekspor buah utama di Amerika Selatan dengan nilai 4,3 miliar dolar Amerika pada tahun 2012 dan dimonimasi komoditas anggur. Chile merupakan negara pengekspor anggur terbesar ke 5 di dunia. Industri benih memegang peranan penting dalam perkembangan pertanian di Chile. Anpros merupakan perusahaan pembenihan terbesar di Chile dengan dominasi 98% dari pasar pembenihan di Negara itu.

Chile merupakan negara kelima pengekspor benih terbesar di dunia setelah Belanda, Amerika Serikat, Perancis, dan Jerman. Total pendapatan dari ekspor benih ini sebesar 415 juta dolar Amerika. Chile menempati posisi ke-34 dalam hal pengimpor benih dengan total nilai impor sebesar 44 juta dolar Amerika (ISF, 2012).

Terdapat lima faktor yang mendorong kemajuan industri pembenihan di Chile yaitu produksi yang berada di dalam laboratirum, iklim, hasil panen, isolasi alam, bantuan dari industri komersial dan pebisnis, serta sumber daya manusia yang terlatih.

Selain itu Chile merupakan salah satu negara dengan produksi susu terbesar dunia. Dari 29.781691 hektare lahan pertanian, hamper setengahnya digunakan untuk lahan peternakan susu sapi (dairy farm) yaitu sebesar 12.511.072.  Produksi susu sapi di Chile pada tahun 2012 mencapai 2.713.000.000 liter. (Federasi Peternak Susu Chile, 2013).
      

Menurut Menteri Pertanian Chile Luis Mayol, negaranya sedang berkonsentrasi dalam pengembangan teknologi benih dan irigasi, dan pengembangan program kewirausahaan pemuda bidang pertanian dan program peningkatan minat masyarakat terhadap studi pertanian.

Kunjungan ke sejumlah perusahaan yang terkait dengan pertanian Chile menunjukkan bahwa Negara itu mampu mengembangan system pertanian modern yang berwawasan lingkungan.

Saat mengunjungi Tigre, perusahaan pipa terbesar di Chile terlihat bahwa teknologi distribusi air irigasi menggunakan jaringan pipa sudah sedemikian maju.  Perusahaan itu membuat berbagai macam pipa PVC untuk keperluan distribusi air dan budi daya hidroponik. Dengan pipanisasi irigasi mampu mengubah lahan-lahan tandus menjadi lahan pertanian yang produktif.

Kunjungan ke sejumlah lahan pertania  membuktikan bahwa Negara itu mampu menyulap gurun tandus menjadi lahan pertanian seperti kentang dan alpukat.  Produksinya mempunyai standar nasional dan  ekspor.

Suplai air ke tanaman tersebut melalui pipa langsung ke akar dibawah tanah dan terdapat keran yang dapat mengatur pasokan air. Sistem pengaturan penyiraman air diatur sesuai dengan tingkat keoptimalan kadar air dari masing-masing jenis tanaman.

Air untuk tanaman tidak disiram di permukaan karena di tengah tanah tandus pasti akan menguap, sehingga diperlukan air yang langsung masuk ke titik-titik akar di dalam tanah. Dengan system itu maka  penggunaan air menjadi sangat efisien.

 
Pengembangan konsep biodynamic saat ini banyak dilakukan oleh petani di Chile, yaitu pemahaman yang holistik proses pertanian. Biodynamic memadukan konsep kesuburan tanah, pertumbuhan tanaman, perawatan ternak sebagai suatu sistem ekologis yang saling berhubungan, dan juga menekankan pada perspektif spiritual pertanian dan kekuatan alam. 

Salah satu usaha pertanian yang menerapkan konsep biodynamic ini di Chile adalah Vina Antiyal. di  Padre Hurtado, Paine, Metropolitan, Chile.  Petani di sana menerapkan konsep penanaman anggur yang dikaitkan dengan spiritual pertanian dan keadaan alam yang menyesuaikan dengan komoditi yang ditanam.

Salah satu filosofi dari kinerja proses penanamannya adalah memanfaatkan semua input dari lingkungan sekitarnya baik benih dan pupuk sebagai faktor produksi dalam proses penanaman hingga pemanenan.  Hal itu ditujukan untuk menghasilkan cita rasa yang unik, sebab  prinsipnya setiap lahan pertanian memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain.

Kunjungan penulisan dilakukan ke beberapa lahan peternakan susu skala kecil dengan skala 100 sapi perah hingga skala besar yang mencapai 6.000 sapi perah. Sistem usaha ternak di Chile banyak yang mengimplementasikan sistem integrated farming.

Kotoran dari sapi perah dimanfaatkan untuk biogas yang memberikan tenaga listrik untuk lahan tersebut, dan setelah pemanfaatan untuk biogas selesai, ampas dari kotoran sapi tersebut dijadikan pupuk untuk lahan pertanian di sekitar lokasi peternakan sapi perah.

 Kunjungan juga dilakukan ke sebuah desa di daerah Temuco yang mengaplikasikan prinsip tenaga listrik mikrohidro untuk mewujudkan desa mandiri energi.  Teknologi itu memungkinkan  dengan debit air yang kecil juga bisa digunakan untuk menggerakkan turbin yang menghasilkan energy listrik.

Sesungguhnya, dengan keragaman plasfa nutfah, Indonesia bisa menghasilkan tanaman pangan dan tanaman buah unggulan.  Petani harus disadarkan untuk mengusahakan  tanaman dengan benih unggulan dan pemerintah juga mampu membuat mekanisme harga dasar komoditi unggulan sehingga tidak ada lagi rasa takut petani akan harga panen yang jatuh dibawah biaya produksinya.

Teknologi  distribusi air melalui pipa yang diterapkan Chile juga sebenarnya bisa dicoba di kawasan Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur di Indonesia yang banyak mempunyai areal tandus.  Dengan produktifitas lahan yang tinggi maka akan mengangkat kesejahteraan petani di sana. Embung-embung yang dibuat harus bisa terintegrasi dengan sistem distribusi air melalui pipa untuk mencegah evaporasi air yang terjadi jika menggunakan system irigasi konvensional.

Sejumlah peternak khususnya ternak sapi di Indonesia juga sudah mengenal integrated farming yang memadukan usaha ternak dengan usaha pembuatan kompos dan biogas.  Pola ini harus terus didorong agar bisa ditularkan ke semua usaha ternak yang ada sehingga nilai usaha menjadi bertambah.

Indonesia dan Chile merupakan negara yang memiliki potensi pertanian sangat besar dengan karakteristik masing-masing.
Saat ini Indonesia merupakan negara pertanian yang memiliki sumberdaya yang melimpah baik dari sisi human capital maupun natural resources. Negara ini juga dikenal memiliki tingkat biodiversitas yang sangat tinggi (Mega Biodiversity).
Biodiversity darat Indonesia merupakan terbesar nomor dua di dunia setelah Brasil, sedangkan bila termasuk kelautan maka Indonesia nomor satu di dunia.  Keanekaragaman ini sangat dipengaruhi oleh kondisi geografis, keberagaman jenis tanah, dan dua iklim yang relatif stabil sepanjang tahun (kemarau dan hujan). 

Sumbangan Pendapatan Domestik Bruto dari sektor pertanian sebesar Rp 315 Triliun  pada tahun 2011 atau 14,72% dari total PDB. Jumlah ini meningkat menjadi 15,14% di tahun 2013, peningkatan ini dipicu oleh sub sektor tanaman pangan.

Sektor pertanian juga menjadi sektor penyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia. Data terakhir BPS tahun 2012 menunjukkan terdapat 39.328.915 orang atau sebesar 35,86% dari total angkatan kerja yang bekerja di subsektor hortikultura, tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, perikanan, dan peternakan.

Sistem demografi, iklim, keanekaragaman hayati, sumberdaya manusia di Indonesia saat ini sangat mendukung pertanian Indonesia yang lebih baik. Mckinsey Global Institute (MGI) memprediksikan Indonesia akan menempati posisi tujuh besar negara dengan perekonomian terkuat di dunia pada tahun 2030. Sekitar 113 juta skill workers akan dibutuhkan pada tahun 2030.

MGI menganalisis ada empat  sektor yang menjadi pemicu pertumbuhan ini, dan pertanian menempati urutan kedua setelah konsumsi. Hal ini menunjukkan pertanian berperan strategis dalam pembangunan Indonesia.

Sayangnya pertanian yang dihitung di atas masih terkait dengan  pertanian dalam arti sempit. Jika dihitung menurut pertanian dalam arti luas, tentu peranan sektor pertanian menjadi lebih besar lagi terhadap pembangunan Indonesia.

 *) Alfi Irfan, lulusan Fakultas Ekonomi IPB Tahun 2013 , saat ini menjadi CEO  PT Global Inovasi Hijau

Pewarta: Alfi Irfan *)

Editor : Teguh Handoko


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2014