Bogor (Antaranews Bogor) - Bupati Bogor Rachmat Yasin meminta Badan Pertanahan Nasional setempat untuk menstatus-quo-kan permohonan hak akan pengurusan tanah di Puncak, guna mencegah praktek jual beli tanah di wilayah tersebut yang memicu menjamurnya vila-vila liar .

"Saya meminta agar di kawasan Puncak tidak menjamur lagi vila-vila yang bukan untuk pertanian. BPN agar menangguhkan dulu permohonan hak atas kawasan tersebut," ujar Bupati usai menandatangani kerja sama terkait pertanahan dengan Badan Pertanahan Nasional Cibinong, Kamis.

Bupati mengatakan, status quo tersebut merupakan upaya yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Bogor dalam menormalisasikan kawasan Puncak sebagai kawasan resapan.

Oleh karena itu, lanjut Bupati, Pemerintah Kabupaten Bogor harus melakukan penjagaan.

Namun, lanjut Bupati, penjagaan itu dapat terganggu karena penertiban sertifikat tanah yang disalahgunakan oleh pemiliknya.

Bupati menceritakan, terkait penertiban vila di Puncak. Ia pernah mendapat somasi dari petinggi yang memiliki vila di kawasan Puncak tersebut.

Alasan petinggi tersebut karena dia memiliki sertifikat sehingga kepemilikan bangunan di kawasan itu sah menurutnya, dan menganggap Bupati Bogor telah melanggar aturan dengan melakukan penertiban.

"Saya tanya, sertifikatnya apa. Dia jawab hak guna pakai. Yaa... Jelas itu salah. Sertifikat hak guna pakai itu untuk pertanian bukan pertanian vila," ujar Bupati.

Untuk itu, guna mengamankan upaya pengembalian Puncak sebagai kawasan resapan air. Ia meminta BPN agar menangguhkan permohonan hak di kawasan Puncak, sehingga upaya penertiban dapat berjalan maksimal.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Kantor BPN Kabupaten Bogor, Joko Heriyadi mengatakan, pihaknya akan melakukan pengkajian dengan membentuk tim dari Badan Pertanahan Nasional dan Tata Ruang terkait penangguhan hak tersebut.

Ia mengatakan, penangguhan tidak serta merta dapat dilakukan mengingat luas dan status kawasan Puncak terbagi-bagi tidak hanya milik Kabupaten Bogor, tapi ada milik dari Cianjur.

"Kawasan Puncak itu kan sangat luas, dan itu terbagi-bagi ada tanah negara, ada tanah adat, tanah milik masyarakat petani. Jadi status quo tidak serta merta bisa diterapkan. Perlu ada kajian," ujarnya.

Menurut Joko, tim BPN dan Tata Ruang akan tunjuk secepatnya untuk mengkaji mana wilayah Puncak yang akan distatus-quo-kan dan mana wilayah resapan, konservasi. Hal ini juga diatur sesuai dengan Kepres nomor 64.

Terkait apakah saat ini ada yang mengajukan pembuatan sertifikat di kawasan Puncak, Joko mengatakan pengajuan untuk itu ada diterima pihaknya. Namun, pengajuan akan sertifikat tidak menjadi persoalan.

"Yang menjadi persoalan adalah, penggunaan lahan tersebut yang tidak sesuai peruntukkannya. Sertifikat diterbitkan itu tidak persoalan, itu hanya arsip tapi yang menyalahi adalah penggunaan kewenangan dari sertifikat itu sendiri," ujarnya.

Oleh karena itu, lanjut Joko, pihaknya akan lebih selektif lagi dalam menerbitkan sertifikat khususnya di kawasan Puncak. Sesuai dengan permintaan Bupati Bogor guna mensukseskan upaya pengembalian kawasan Puncak sebagai lahan resapan.

Seperti diketahui pada akhir tahun 2013 Pemerintah Kabupaten Bogor melakukan upaya tegas menertibkan 231 unit vila di kawasan Puncak. Pada tahun 2014 ini upaya tersebut akan dilanjutkan dengan sasaran 400 unit bangunan.

Pewarta: Laily Rahmawati

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2014