Perguruan tinggi melalui akademisi pertanian harus hadir mendampingi petani di era pertanian 4.0 yang tidak bisa dihindari. Demikian poin penting yang disampaikan Prof. Dwi Andreas Santosa saat orasi ilmiah pada Dies Natalis ke-56 Fakultas Pertanian Unsri, Palembang, kemarin (10/10).
Menurut Andreas, perkembangan teknologi terkait pertanian 4.0 tak dapat dihindari sehingga pertanian rakyat oleh petani kecil harus mampu menjawab tantangan di era 4.0.
"Bila tidak didampingi akademisi, petani kecil dapat terseok-seok tergilas perkembangan teknologi," kata Andreas.
Baca juga: Alumni Unsri: Periksa tingkat keamanan gedung di Unsri
Peran perguruan tinggi penting karena meskipun sudah masuk era 4.0, jumlah petani kecil sebagai produsen pangan di Indonesia masih jauh lebih banyak sumbangsihnya terhadap ketersediaan pangan bangsa dibanding perusahaan pertanian.
Menurut Andreas, keterampilan dan kearifan lokal yang dimiliki petani harus didukung oleh akademisi perguruan tinggi yang memiliki basis ilmiah dengan sejumlah riset-riset dan teknologi.
"Contohnya sederhana, pemulia benih yang berasal dari petani harus disinergikan dengan teknologi modern oleh akademisi," kata Andreas.
Baca juga: UNSRI bantu pengolahan susu kerbau
Dekan Fakultas Pertanian Unsri, Prof Andy Mulyana, sepakat dengan Andreas. Menurutnya, Faperta Unsri siap mendukung petani kecil dengan mengerahkan akademisinya mendampingi dan meriset karya-karya petani di lingkup Sumatera Selatan pada khususnya.
Sementara Direktur Institut Agroekologi Indonesia (INAgri), Syahroni, menyebut karya petani berupa pupuk ramah lingkungan berbasis sumberdaya lokal sangat banyak.
"Produk itu harus diuji dan dikembangkan di laboratorium untuk kemudian diaplikasikan kembali ke lahan petani bila teruji kualitasnya," kata Syahroni.
Baca juga: Alumni Unsri Jabotabek: Pemilihan rektor momen perubahan kampus
Menurut Syahroni, perkembangan teknologi pertanian hendaknya juga dapat mendorong produktifitas pertanian rakyat (pangan), keberlanjutan lingkungan (alam) dan penegakkan kedaulatan petani (kemanusiaan).
Hanya dengan cara itu petani kecil dapat bertahan menyumbangkan pangan bagi kedaulatan pangan bangsa.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019
Menurut Andreas, perkembangan teknologi terkait pertanian 4.0 tak dapat dihindari sehingga pertanian rakyat oleh petani kecil harus mampu menjawab tantangan di era 4.0.
"Bila tidak didampingi akademisi, petani kecil dapat terseok-seok tergilas perkembangan teknologi," kata Andreas.
Baca juga: Alumni Unsri: Periksa tingkat keamanan gedung di Unsri
Peran perguruan tinggi penting karena meskipun sudah masuk era 4.0, jumlah petani kecil sebagai produsen pangan di Indonesia masih jauh lebih banyak sumbangsihnya terhadap ketersediaan pangan bangsa dibanding perusahaan pertanian.
Menurut Andreas, keterampilan dan kearifan lokal yang dimiliki petani harus didukung oleh akademisi perguruan tinggi yang memiliki basis ilmiah dengan sejumlah riset-riset dan teknologi.
"Contohnya sederhana, pemulia benih yang berasal dari petani harus disinergikan dengan teknologi modern oleh akademisi," kata Andreas.
Baca juga: UNSRI bantu pengolahan susu kerbau
Dekan Fakultas Pertanian Unsri, Prof Andy Mulyana, sepakat dengan Andreas. Menurutnya, Faperta Unsri siap mendukung petani kecil dengan mengerahkan akademisinya mendampingi dan meriset karya-karya petani di lingkup Sumatera Selatan pada khususnya.
Sementara Direktur Institut Agroekologi Indonesia (INAgri), Syahroni, menyebut karya petani berupa pupuk ramah lingkungan berbasis sumberdaya lokal sangat banyak.
"Produk itu harus diuji dan dikembangkan di laboratorium untuk kemudian diaplikasikan kembali ke lahan petani bila teruji kualitasnya," kata Syahroni.
Baca juga: Alumni Unsri Jabotabek: Pemilihan rektor momen perubahan kampus
Menurut Syahroni, perkembangan teknologi pertanian hendaknya juga dapat mendorong produktifitas pertanian rakyat (pangan), keberlanjutan lingkungan (alam) dan penegakkan kedaulatan petani (kemanusiaan).
Hanya dengan cara itu petani kecil dapat bertahan menyumbangkan pangan bagi kedaulatan pangan bangsa.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019